31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:41 AM WIB

Tolong, Bayi Tanpa Tempurung Kepala Menanti Uluran Tangan

TEJAKULA – Bayi tanpa tempurung kepala lahir dari pasangan muda yang tinggal di Banjar Dinas Antapura, Desa Tejakula.

Pihak keluarga berharap uluran tangan dari pemerintah maupun donatur, sehingga keluarga bisa memberikan pengobatan dan perawatan sebagaimana mestinya.

Kini keluarga dalam kondisi kebingungan, sebab tidak ada penjelasan apapun dari dokter untuk memulihkan kondisi bayi tersebut.

Bayi dengan jenis kelamin perempuan itu merupakan anak pertama dari pasangan Nyoman Bagiarsa, 25, dan Ketut Sariati, 19.

Bayi itu lahir lewat operasi caesar di RSUD Buleleng pada Senin (22/4) pekan lalu. Bayi lahir dengan berat 3,1 kilogram dan panjang 47 centimeter.

Setelah dirawat selama beberapa hari, tim dokter justru mengizinkan pihak keluarga membawa pulang bayi tersebut ke rumah.

Saat lahir, bayi tersebut tidak memiliki tempurung kepala pada bagian ubun-ubun. Sehingga organ pada bagian kepala terlihat menonjol di atas kening.

Selama sepekan terakhir, pihak keluarga hanya bisa memberikan perawatan seadanya. Diantaranya memberikan perban di kepala bayi, karena sering mengeluarkan cairan.

Saat Jawa Pos Radar Bali mendatangi rumah keluarga tersebut, bayi tengah diasuh oleh orang tua, serta kakek dan neneknya.

Saat digendong, bayi terlihat tidak nyaman apabila kepalanya terkena sesuatu. Saat terkena kain yang digunakan sebagai gendongan, terlihat bayi beberapa kali dalam kondisi terkejut.

Orang tua bayi, Nyoman Bagiarsa mengatakan, kondisi itu sebenarnya sudah diketahui saat usia kehamilan istrinya baru menginjak usia 3 bulan.

Saat itu ia bersama istri melakukan USG pada bidan di Denpasar. Ia pun memilih mempertahankan kandungan itu, dengan harapan kondisi anaknya berangsur-angsur normal selama dalam kandungan.

“Ini sebenarnya sudah lewat dari waktu kelahiran. Saat di rumah sakit umum lahir lewat operasi caesar. Setelah operasi sempat dikasih sinar.

Tidak sampai sehari, langsung dipindah ke kamar sama ibunya. Beberapa hari dirawat, diperbolehkan pulang sama dokternya,” kata Bagiarsa.

Saat pulang, pihak keluarga sama sekali tak pernah diberitahukan cara maupun teknis perawatan terhadap bayi dengan kondisi khusus itu.

Sebaliknya, dokter justru sempat memvonis anaknya tidak akan bertahan lama. Paling lama 1-2 hari setelah dibawa pulang.

Dalam kondisi bimbang, keluarga pun membawa pulang bayi tersebut. Selama dirawat di rumah, keluarga akhirnya hanya memberikan perawatan seadanya.

Tiap kali muncul cairan di organ yang menonjol di atas kepala, keluarga hanya bisa menutupnya dengan perban.

Namun organ itu tidak seterusnya ditutup perban, karena sulit dibuka apabila terlalu lama terpasang.

Sejauh ini bayi disebut dalam kondisi stabil. Beberapa hari terakhir, kondisinya sempat menurun. Bahkan pernah tak mengonsumsi ASI selama sehari penuh.

Bagian lehernya pun disebut pernah bengkak. Kemarin, kondisinya relatif stabil. Bayinya pun tak rewel.

“Kami bingung harus apa. Saya dan hanya pegang kartu KIS mandiri saja, anak saya belum ada KIS-nya. Saya harap ada bantuan dari pemerintah, apa saja yang sepatutnya.

Saya hanya bisa berdoa dan berusaha yang terbaik untuk anak saya,” ujar Bagiarsa yang sehari-harinya bekerja sebagai petugas jaga malam di salah satu bank pemerintah itu. 

TEJAKULA – Bayi tanpa tempurung kepala lahir dari pasangan muda yang tinggal di Banjar Dinas Antapura, Desa Tejakula.

Pihak keluarga berharap uluran tangan dari pemerintah maupun donatur, sehingga keluarga bisa memberikan pengobatan dan perawatan sebagaimana mestinya.

Kini keluarga dalam kondisi kebingungan, sebab tidak ada penjelasan apapun dari dokter untuk memulihkan kondisi bayi tersebut.

Bayi dengan jenis kelamin perempuan itu merupakan anak pertama dari pasangan Nyoman Bagiarsa, 25, dan Ketut Sariati, 19.

Bayi itu lahir lewat operasi caesar di RSUD Buleleng pada Senin (22/4) pekan lalu. Bayi lahir dengan berat 3,1 kilogram dan panjang 47 centimeter.

Setelah dirawat selama beberapa hari, tim dokter justru mengizinkan pihak keluarga membawa pulang bayi tersebut ke rumah.

Saat lahir, bayi tersebut tidak memiliki tempurung kepala pada bagian ubun-ubun. Sehingga organ pada bagian kepala terlihat menonjol di atas kening.

Selama sepekan terakhir, pihak keluarga hanya bisa memberikan perawatan seadanya. Diantaranya memberikan perban di kepala bayi, karena sering mengeluarkan cairan.

Saat Jawa Pos Radar Bali mendatangi rumah keluarga tersebut, bayi tengah diasuh oleh orang tua, serta kakek dan neneknya.

Saat digendong, bayi terlihat tidak nyaman apabila kepalanya terkena sesuatu. Saat terkena kain yang digunakan sebagai gendongan, terlihat bayi beberapa kali dalam kondisi terkejut.

Orang tua bayi, Nyoman Bagiarsa mengatakan, kondisi itu sebenarnya sudah diketahui saat usia kehamilan istrinya baru menginjak usia 3 bulan.

Saat itu ia bersama istri melakukan USG pada bidan di Denpasar. Ia pun memilih mempertahankan kandungan itu, dengan harapan kondisi anaknya berangsur-angsur normal selama dalam kandungan.

“Ini sebenarnya sudah lewat dari waktu kelahiran. Saat di rumah sakit umum lahir lewat operasi caesar. Setelah operasi sempat dikasih sinar.

Tidak sampai sehari, langsung dipindah ke kamar sama ibunya. Beberapa hari dirawat, diperbolehkan pulang sama dokternya,” kata Bagiarsa.

Saat pulang, pihak keluarga sama sekali tak pernah diberitahukan cara maupun teknis perawatan terhadap bayi dengan kondisi khusus itu.

Sebaliknya, dokter justru sempat memvonis anaknya tidak akan bertahan lama. Paling lama 1-2 hari setelah dibawa pulang.

Dalam kondisi bimbang, keluarga pun membawa pulang bayi tersebut. Selama dirawat di rumah, keluarga akhirnya hanya memberikan perawatan seadanya.

Tiap kali muncul cairan di organ yang menonjol di atas kepala, keluarga hanya bisa menutupnya dengan perban.

Namun organ itu tidak seterusnya ditutup perban, karena sulit dibuka apabila terlalu lama terpasang.

Sejauh ini bayi disebut dalam kondisi stabil. Beberapa hari terakhir, kondisinya sempat menurun. Bahkan pernah tak mengonsumsi ASI selama sehari penuh.

Bagian lehernya pun disebut pernah bengkak. Kemarin, kondisinya relatif stabil. Bayinya pun tak rewel.

“Kami bingung harus apa. Saya dan hanya pegang kartu KIS mandiri saja, anak saya belum ada KIS-nya. Saya harap ada bantuan dari pemerintah, apa saja yang sepatutnya.

Saya hanya bisa berdoa dan berusaha yang terbaik untuk anak saya,” ujar Bagiarsa yang sehari-harinya bekerja sebagai petugas jaga malam di salah satu bank pemerintah itu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/