SINGARAJA – Prostitusi berkedok warung kopi mulai menjalar di Buleleng. Tepatnya di sepanjang Jalan Raya Singaraja – Gilimanuk memasuki perbatasan antara Desa Anturan dengan Desa Kalibubuk, Singaraja.
Jika melihat dari bentuk bangunannya memang sebuah warung kopi lengkap dengan barang dagangannya.
Namun, aneh warung itu juga menjajakan kenikmatan duniawi bagi para pria hidung belang.
Penelusuran Jawa Pos Radar Bali, memasuki salah satu warung kopi yang berada dekat dengan gapura masuk kawasan pantai lovina di desa Anturan, ternyata warung tersebut bukan buka di malam hari.
Tapi, buka mulai pukul 10.00 hingga pukul 18.00 sore. Warung itu lengkap dengan pekerja seks. Tarif pekerja seks komersil di lokasi prostitusi berkedok warung kopi itu terbilang murah.
Pelanggan cukup membayar Rp 100 ribu untuk mendapatkan selimut hidup. Dengan lokasi eksekusi di belakang warung kopi.
“Tinggal tutup korden warung, sudah bisa main,” kata salah satu pekerja seks kepada Jawa Pos Radar Bali.
Secara terbuka dia mengaku membuka warung kopi sekadar untuk mengelabuhi petugas.
Dengan bentuk sebuah warung kopi tak mudah diketahui oleh petugas. “Jadi saat razia sulit untuk diketahui petugas,” ucapnya.
Selain itu cara lain untuk menghindari petugas, karena saat ini sering ada razia dari polisi dan Satpol PP. Maka warung mulai membuka di pagi hari hingga sore hari. Kalau buka malam sering ada razia.
“Sehingga kami memilih pagi hari buka. Ada juga warung kopi yang buka malam hari,” ucapnya. Warung kopi ini ada sudah sekitar dua tahun. Pernah tersentuh razia petugas, tetapi tak pernah menemukan wanita panggilan.
Cara lainnya, untuk menghindar dari petugas, warung kopi tetap buka, namun menggunakan sistem booking secara langsung, jika ada pelanggan datang ngopi dan pesan.
“Maka baru kami panggil pekerja seks yang berada di kos,” tuturnya.
Bukan saja di perbatasan antara Desa Anturan dengan Desa Kalibubuk, prostitusi berkedok warung kopi remang-remang terlihat di dekat pemandian Mumbul Anturan.
Menariknya satu lokasi tersebut diduga dikontrak oleh oknum aparat desa setempat. Berjamurnya warung kopi remang-remang di Desa Anturan membuat warga setempat mengeluh.
Selain merusak nama desa juga berefek negative. Terlebih penyebaran penyakit HIV dan AIDS di Buleleng cukup tinggi.
“Berkedok warung kopi, namun ada esek-eseknya tersebut jelas merusak nama desa. Hanya di Anturan saja ada warung seperti ini. Kalau tidak diberantas kedepan nama desa saya akan lebih jelek,” keluhnya.
Menurutnya, Pemkab Buleleng dan aparat harus turun melakukan razia dan penindakan. Apalagi, warung itu sudah beroperasi cukup lama. Namun malah dibiarkan begitu saja.
“Saya sebagai masyarakat sangat prihatin,” singkatnya. Sementara itu, Camat Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara belum mengetahui hal itu.
Namun, jika ada laporan dari warga pihkanya akan turun sweeping arah ke barat. “Bilamana nantinya warung-warung yang mencuriga juga akan kami razia,” paparnya.