Jro Mangku Suardana yang juga menjabat sebagai Sabha Walaka di PHDI Kabupaten Jembrana ini mengatakan, dalam prosesi penglukatan, tempat melukat dianggap penting. Sesuai yang dipaparkan dalam Reg Veda, ada tiga kategori tempat penglukatan yang dikatakan baik, yaitu memiliki mata air sekaligus disucikan seperti patirthaan, beji, campuhan, dan laut, yang memiliki vibrasi positif.
ni kadek novi febriani/zulfika rahman/ candra gupta
Jro Mangku Suardana mengatakan, adapun penglukatan umumnya menggunakan prasarana seperti Nyuh Gading, Pajati, Prayascita dan Rajuan.
“Semuanya tergantung tempat yang didatangi untuk melukat. Jika mereka datang melukat di Beji atau campuhan misalnya, tidak harus menggunakan nyuh gading (kelapa gading). Namun, jika melukat di griya atau pura yang tidak memiliki beji, seharusnya membawa nyuh gading sebagai sarana yang memadai,” papar dia.
Ditegaskannya, sesungguhnya melukat secara rutin itu sangatlah bagus, apalagi bagi mereka yang terlahir khusus, seperti melik. Karena melukat tak hanya tubuh yang dibersihkan, jiwa, pikiran juga dibersihkan. Menurutnya, melukat sebenarnya tidak mengenal hari dengan baik. Tergantung kesiapan diri dalam melakukan perbaikan.
Tatacara yang benar melukat diawali dengan menghaturkan Pajati ataupun banten yang dibawa. “Ada baiknya Melukat harus dipimpin oleh Pemangku di Pura ataupun Sulinggih jika melukat di Griya.
Pemangku akan menyampaikan tujuan pamedek yang datang melukat. Sebab, setiap orang yang datang memiliki tujuan yang berbeda. Ada yang bertujuan untuk kesembuhan, ada pula yang ingin enteng jodoh dan sebagainya,” ucapnya.
Setelah menghaturkan banten, sebaiknya segera bersiap untuk melakukan penglukatan, yakni mandi di bawah mata air langsung atau diguyur menggunakan Nyuh Gading. Kalau di griya biasanya akan dipimpin seorang Sulinggih. Berbeda jika malukatnya di Beji atau tempat Patirthaan, pamedek lebih mandiri. Jadi bisa langsung mandi,” ujarnya.
Sebelum mandi, Jro Mangku menyarankan, yang melukat mengucapkan mantra atau memohon doa. “Di dalam Reg Veda juga disebutkan ada sebuah mantra khusus Panglukatan. Tapi jika tidak mendukung atau tidak hafal, disediakan Mantram Gayatri saja,” jelasnya.
Dalam Reg Veda X. 17.10 dijelaskan sebuah mantra yang digunakan sebelum melakukan penglukatan yaitu : “Apo asman matarah Sundhayantu, Ghrtena no Ghrtapvah punantu, Visvam hi ripram pravahanti devir, Ud id abhyah sucir a puta emi. Yang berarti, semoga air suci yang merupakan berkah dari alam semesta ini, menyucikan diri serta pikiran kami, agar kami bercahaya dan gemerlap. Semoga air suci ini melenyapkan segala kekotoran. Kami akan bangkit dari bayangan (kotor) dan memperoleh kesucian”.
Setelah usai mandi dan membersihkan tubuh, pamedek disarankan untuk mengganti pakaian dengan pakaian bersih. Sebab setelah melukat, selalu diakhiri dengan persembahyangan. Hingga di sini, pamedek wajib mengganti pakaiannya dengan yang lebih bersih. Lantaran, setelah malukat diibaratkkan kita telah bersih, maka harus diikuti dengan pakaian yang bersih pula.
Nah itu terkait jenis dan tata cara penglukatan. Salah satu lokasi favorit masyarakat untuk melukat adalah Pura Panca Tirta terletak di sebuah dusun berhawa sejuk di Banjar Bujaga, Desa Nongan, Kecamatan Rendang.
Disebut Pura Panca Tirta sehubungan tempat penglukatan dan nunas tamba tersebut terdiri atas lima mata air dengan lima pancuran bambu yang berbeda. Berbeda sumber airnya, berbeda pula fungsi dan khasiatnya. (bersambung)