RadarBali.com – Bendesa Adat Dharma Kerti Kaliakah I Nyoman Baliyasa, Kamis (5/10) kemarin di eksekusi oleh Kejari Jembrana.
Eksekusi dijalankan setelah terbit putusan Pengadilan Tipikor Denpasar yang memvonis sang bendesa 1 tahun pidana penjara, denda Rp 50 juta dan subsider 1 bulan.
Namun, hukuman yang harus dijalani hanya tersisa 7 bulan lantaran yang bersangkutan telah menjalani masa penahanan 4 bulan lebih.
“Dengan eksekusi ini, otomatis yang bersangkutan berstatus terpidana,” ujar Kasubsi Pelayanan Tahanan Rutan Kelas IIB Negara I Nyoman Tulus Sedeng usai menerima jaksa eksekutor dari Kejari Jembrana Akhirudin Vami Kemalsa dan I Nyoman Triarta Kurniawan.
Menurutnya, sebelum dan saat menjalani proses persidangan, terpidana sudah ditahan selama 4 bulan 9 hari.
Jadi, sisa kurungan yang harus dijalani pidana pokoknya 7 bulan 21 hari, ditambah subsider 1 bulan jika terpidana tidak membayar denda Rp 50 juta.
Apabila terpidana tidak membayar denda, maka tidak akan mendapat hak-haknya berupa remisi dan pembebasan bersyarat dan cuti.
Terkait pembayaran denda, Kasipidsus Kejari Jembrana Made Pasek Budawan mengatakan, terpidana belum memberikan keputusan apakah akan membayar denda yang dibebankan atau tidak.
Saat eksekusi dilakukan, terdakwa mengatakan masih akan memikirkan pembayaran dendanya.”Kami beri batas waktu membayar denda 1 bulan,” jelasnya.
Terpidana dijerat pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 KHUP.
Modus korupsi yang dilakukan terdakwa dengan membuat laporan pertanggungjawaban fiktif untuk bantuan hibah yang diterimanya dari Pemprov Bali.
Bantuan pertama dari pengajuan proposal untuk kegiatan pembangunan gedong simpen, gunung rata, dan paving halaman Pura Puseh dengan anggaran Rp 150 juta.
Kemudian untuk pembangunan bale gong dan dapur senilai Rp 100 juta. Jadi total dana bantuan yang didapatkan sebanyak Rp 250 juta.
Laporan disebut fiktif karena tidak sesuai dengan fakta karena belum dilakukan pengerjaan pembangunan sesuai laporan, seolah-olah dana hibah sudah digunakan sesuai peruntukannnya.