DENPASAR – Rencana PT Bali Turtle Island Development (BTID) menjadikan lahan reklamasi di Pulau Serangan sebagai resort, tampaknya, tidak berjalan mulus.
Apalagi, tindakan BTID membuka ujung kanal yang membelah kawasan Serangan yang selama ini jadi areal parkir perahu nelayan, tidak di musyawarahkan terlebih dahulu dengan warga.
Fakta itu terungkap saat rapat warga di kantor Camat Denpasar Selatan, Kamis (7/9) siang.
Warga Desa Serangan, Yoga Sedana dengan tegas mengatakan, mengapresiasi keinginan Pemkot Denpasar turun langsung melihat kondisi Desa Serangan untuk menutup persoalan ini.
“Kami serahkan ke pemerintah, biar pemerintah yang memutuskan tindakan selanjutnya. Jangan sampai menang sepihak dan rakyat jadi korban, pemerintah harus turun mengambil peran bukan sekedar memfasilitasi,” ujar Yoga Sedana.
Bendesa Adat Serangan I Made Sedana menegaskan hal serupa. Mewakili masyarakat Desa Serangan, Sedana mengatakan, masyarakat mulai resah dengan mata pencaharian mereka.
Pasalnya, jika resort terwujud, bisa jadi pekerjaan mereka sebagai nelayan bisa hilang. “Saya berharap pemerintah bisa memberikan solusi, dan yang mengeluarkan izin ikut menuntaskan masalah ini.
Saya menginginkan kita bisa bersama-sama turun ke lapangan untuk melihat langsung. Selama ini walikota belum turun langsung meski
sudah ada kewenangan kepada asisten 1 dan pak lurah. Mari duduk bersama, cari solusi, itu yang kami butuhkan,” papar Sedana.
BTID sendiri telah mereklamasi Pulau Serangan dan merubah sejumlah tatanan masyarakat setempat.
Reklamasi tersebut mempengaruhi mata pencaharian warga yang berprofesi sebagai nelayan. Mereka kini tidak lagi mendapat ikan.