MANGUPURA– Terlalu bergantung pada sektor pariwisata membuat keuangan Pemkab Badung terseok-seok saat wabah Covid-19 melanda. Jika 2021 Pendapatan Asli Daerah (PAD) dirancang Rp2,8 triliun, maka 2022 ini PAD hanya Rp1,9 triliun.
Jumlah tersebut anjlok drastis jika dibandingkan sebelum Covid-19. Pada 2019 lalu, PAD Badung sempat dirancang Rp6,7 triliun dan terkoreksi menjadi Rp5 triliun.
Yang menarik, dari PAD Rp1,9 triliun yang diproyeksikan pada 2022 ini, sektor pariwisata tidak lagi menjadi nomor satu. Pajak Hotel dan Restoran (PHR) yang biasanya menjadi andalan tergeser oleh sektor pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Pertama adalah BPHTB, kedua baru dari PHR, dan ketiga dari pendapatan lain-lain yang sah. Ini urutannya sekarang, mengalami pergeseran,” ujar Ketua DPRD Badung, I Putu Parwata, kemarin (7/1).
Politikus asal Dalung, Kuta Utara, itu menjelaskan, APBD yang sudah dirancang pada 2022 adalah Rp3,2 triliun dengan pendapatan asli daerah (PAD) Rp 1,9 triliun.
Pemkab Badung menjadikan BPHTB sebagai tulang punggung pada 2022 ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, hingga Desember 2021, pendapatan BPHTB mencapai Rp75 miliar per bulan.
Untuk meningkatkan PAD, dewan meminta nilai jual objek pajak (NJOP) agar segera diturunkan. Dari teori ekonomi yang ada, saat pertumbuhan ekonomi tidak ada atau mengalami kontraksi, pasti daya beli turun.
Ketika daya beli turun, NJOP harus diturunkan untuk meningkatkan kontribusi pajak BPHTB. “Ini harus ada good will dari pemerintah, khususnya Bupati, Sekda, dan Bapenda,” sarannya.
Menurunkan NJOP sendiri sudah diatur dalam UU Nomor 28, di mana diberikan mandat kepada pemerintah daerah untuk mengatur pajak daerah. NJOP adalah bagian dari pajak daerah. Penurunan NJOP mesti berdasarkan kajian-kajian. Setelah itu tinggal membuatkan payung hukum berupa Perbup.
Parwata meyakini jika sudah ada Perbup dan NJOP diturunkan, maka transaksi sesuai dengan realita di lapangan. Parwata memprediksi pendapatan per bulan dari BPHTB minimal Rp 100 miliar.
“Berarti setahun bisa Rp1,2 triliun. Asumsi PHR Rp700 miliar bisa tercapai, belum lagi dana transfer dan pendapatan lain-lain. Jadi Rp 1,9 triliun PAD-nya akan lebih dan bisa menjadi Rp 2,3 triliun,” beber Parwata.
Politisi PDIP itu menambahkan, soal penurunan NJOP tergantung zona. Ada yang zona Rp 500 juta, ada Rp700 juta, dan ada yang Rp1 miliar per are.
Tetapi karena kondisi Covid-19, rata-rata Rp 200 juta saja sudah cukup. Namun, transaksi akan melonjak dan tuntas. Kalau skenario ini bisa terjadi, pendapatan Rp1,9 triliun bisa terlampaui. Jika ini bisa dilampaui, apa yang menjadi program pemda akan bisa tercapai.
Ia menilai angka-angka yang disebutkan sangat rasional. Telebih dengan mulai melandainya angka positif Covid-19. Dia berharap pariwisata masih mampu mendongkrak PAD walaupun basisnya wisatawan domestik.
Yang tak kalah penting sekarang adalah sektor pertanian. Pertanian tak bisa diremehkan karena 60 persen masyarakat Badung adalah petani.