Kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di Kabupaten Buleleng, memicu trauma mendalam. Tak hanya pada korban, namun juga pada keluarga korban.
Pekerja sosial dari Kementerian Sosial kini tengah menggenjot proses pendampingan, sehingga seluruhnya bisa segera pulih.
EKA PRASETYA, Singaraja
KASUS persetubuhan anak yang menimpa seorang anak, sebut saja bernama Mawar, 12, asal Kecamatan Buleleng, menyita perhatian masyarakat luas.
Betapa tidak, korban disetubuhi oleh 10 orang yang berbeda. Aksi bejat itu dilakukan para pelaku pada pertengahan Oktober lalu. Dampaknya korban mengalami beban psikis yang cukup berat.
Para pegiat perlindungan perempuan dan anak, terus berupaya melakukan pendampingan pada korban serta keluarga korban.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Buleleng serta Satuan Bakti Pekerja Sosial Kementerian Sosial (Sakti Peksos Kemensos)
juga terus berusaha memberikan pendampingan dan penguatan psikis. Bukan hanya pada anak, namun juga pada keluarga.
Kader Sakti Peksos Kemensos, Bella Savira Fitriana mengatakan, pendampingan terhadap kasus ini butuh pendekatan yang berbeda.
Dari hasil assessment psikolog, korban Mawar diketahui memiliki IQ 75. Sementara IQ rata-rata anak berkisar antara 90 hingga 110.
Dengan fakta itu saja, tim harus bekerja perlahan dan berhati-hati. Sehingga dapat mengupas peristiwa secara runut.
Bella menuturkan, saat pertama kali melakukan pendampingan, korban bicara tidak karuan. Korban juga tak bisa menceritakan peristiwa yang menimpanya, karena syok.
Setelah empat kali proses pendampingan psikis, korban baru bisa menuturkan peristiwa yang menimpa dirinya secara runut.
Secara umum, ungkap Bella, kondisi psikis korban kini sudah mulai stabil. Tidak lagi mengalami syok berat. Seperti saat awla pendampingan.
Kini yang menjadi tugas Sakti Peksos Kemensos bersama para pegiat, ialah melakukan pendampingan pada keluarga. Sebab keluarga masih mengalami trauma berat.
“Terutama ibunya. Ini jadi PR kami juga. Sampai sekarang masih sering menangis. Namanya orang tua ya.
Orang tua merasa cobaan untuk anaknya di usia saat ini, sudah sangat berat. Ibunya sudah melakukan proses konseling, tapi masih butuh lanjutan,” jelasnya.
Meski kondisi psikis korban mulai pulih, Bella menyebut masih ada beberapa pengalaman traumatic yang tersisa. Seperti layaknya korban kekerasan seksual, korban masih sering kebingungan.
Korban juga lebih banyak berdiam diri. Apabila ada laki-laki tak dikenal yang datang ke sekitar rumahnya, korban memilih segera pergi.
“Masih membatasi kontak sosial. Saat orang lain datang ke lingkungannya, apalagi laki-laki, ada rasa ketakutan. Apalagi kalau harus ketemu pelaku.
Tapi syukurnya sudah mulai bisa bercanda. Tapi kami ingatkan pada orang tuanya agar jangan diungkit lagi masalah yang sudah lalu, supaya kondisi psikisnya mulai pulih,” imbuhnya.
Rencananya dalam waktu dekat, tim akan melakukan penelusuran di lingkungan sekitar tempat tinggal korban.
Penelusuran itu dilakukan untuk mengetahui secara pasti, apakah kondisi lingkungan mendukung untuk pemulihan psikis korban.
Sebab korban sempat mengeluhkan kondisi di sekelilingnya yang masih belum suportif. Saat korban bertemu dengan teman-teman maupun saudaranya, pengalaman traumatik itu kerap ditanyakan.
Dampaknya pemulihan psikis korban menjadi tertunda. Korban pun memilih mengurung diri di rumahnya, karena enggan mendengar pertanyaan serupa.
Kini tim menawarkan alternatif agar korban kembali ke kegiatan belajar di sekolah. Pihak sekolah juga disebut telah mendukung rencana pemulihan psikis dan menyanggupi tak akan mengungkit masalah yang menimpa korban.
“Intinya semua pihak itu harus punya dukungan yang suportif pada korban. Terutama di lingkungan sekitarnya. Sedikit saja ada hal negatif diungkapkan, maka emosi anak ini akan down lagi.
Saat ini adalah fase emosi yang sangat bergejolak bagi korban kekerasan seksual. Semakin lingkungan itu tidak suportif, justru berbahaya bagi anak. Karena takutnya dia nanti jadi depresi,” jelasnya.
Selain itu Bella juga membeber awal kisah perkenalan korban dengan pria yang mengaku sebagai pacar korban.
Konon nomor ponsel korban didapat dari hasil broadcast pesan WhatsApp yang disebar teman pelaku. Salah seorang pelaku yang berinisial KD kemudian membuat janji bertemu dengan korban.
Singkat cerita korban dibawa ke rumah salah seorang rekan KD, kemudian menjadi korban bersetubuhan di sana.
“Korban ini kehabisan bensin, kemudian tidak bawa uang. Dalam kondisi bingung, korban akhirnya terperdaya. Belum lagi ada rasa ketakutan.
Sehingga korban kesulitan mencerna peristiwa apa yang menimpa korban. Ada beberapa hal juga yang harus kami lakukan, supaya semuanya menjadi lebih terang,” katanya lagi.
Sementara itu Kasubbag Humas Polres Buleleng Iptu Gede Sumarjaya yang dikonfirmasi terpisah menyebut ada peluang penambahan tersangka dalam peristiwa tersebut.
Namun, saat ini penyidik masih fokus merampungkan pemberkasan terhadap 10 orang tersangka yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
“Memang ada indikasi lagi 1 orang dewasa. Inisial sudah kami kantongi. Orangnya sudah kami pantau juga.
Tapi, kami masih perlu melakukan pengembangan saksi, untuk memastikan locus peristiwanya itu ada di mana,” jelas Sumarjaya.
Khusus untuk tersangka lainnya, Sumarjaya merampungkan proses pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi-saksi.
Termasuk saksi korban. “Tinggal melengkapi administrasi saja. Kalau keterangan saksi-saksi, itu sudah selesai,” demikian Sumarjaya. (*)