BADUNG – Heboh kabar retaknya tebing bagian selatan Pura Uluwatu di media sosial akhirnya menuai tanggapan dari Desa Adat Pecatu.
Pihak desa adat tak menampik dengan retaknya tebing di Pura Uluwatu
“Iya. Itu sudah retak dari dulu. Sudah lama sekali, jaman saya masih anak-anak,” ujar Bendesa Adat Pecatu, Made Sumerta saat dihubungi Jawa Pos Radar Bali, pada Rabu sore (9/1).
Menurutnya, retaknya tebing pura pertama kali diketahui saat musim kemarau datang.
Katanya, karena kondisi tebing kala itu gersang, kemudian ada yang melihat ada retakan pada bagian penyangga pura bagian selatan.
Seiring waktu, pohon-pohon kembali tumbuh subur, kemudian membuat retakam tersebut kembali tak terlihat.
Meski begitu, lanjut Sumerta, pihak desa adat mengaku tidak tinggal diam dengan adanya keretakan tebing pura.
Sejumlah antisipasi pun telah dilakukan. Seperti halnya melakukan sejumlah koordinasi dengan pihak terkait.
Senada dengan bendesa Adat Pecatu, Sekretrais Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Bali Dewa Ayu Puspa yang dikonfirmasi terpisah juga tak menampik dengan adanya retakan tebing pura.
Katanya, dulu memang ada retak di Pura Uluwatu, namun sudah ditangani pada masa Ketut Sudikerta menjabat sebagai Wakil Bupati Badung.
“Sampai saat ini belum ada retak baru lagi atau retak yang lama bertambah. Tetap seperti dulu,” ujar Ayu Puspa.
Sementara itu, Made Rentim selaku Plt Sekretaris BPBD Provinsi Bali atas seizin Kalaksa BPBD Bali mengatakan, dalam kondisi sekarang ini, pihaknya tidak melakukan pembatasan pengunjung.
“Pembatasan pengunjung mungkin tidak, karena Bali ibarat magnet sangat sulit membatasi apalagi melarang mereka untuk berkunjung,” ujarnya.
Meskipun pada tanggal 15 Januari ini, Pura Uluwatu akan ada piodalan. Pihaknya tetap akan memberikan ruang bagi pemedek (warga) untuk melakukan persembahayangan.
“Saat ini, mungkin lebih kepada himbauan agar semua pengunjung lebih berhati-hati dan tetap menjaga kewaspadaan,” tutupnya.