29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:56 AM WIB

Miris, Mantan Pasien Covid-19 di Buleleng Masih Dihantui Diskriminasi

SINGARAJA – Diskriminasi terhadap mantan pasien (penyintas) covid-19 masih saja terjadi di Kabupaten Buleleng.

Sejumlah pasien disebut masih mengalami perlakuan kurang menyenangkan dari masyarakat sekitar. Terutama perlakuan secara verbal. Padahal, pasien itu sudah dinyatakan sembuh.

Salah seorang pasien sempat mengeluhkan perlakuan sejumlah warga pada dirinya. Saat itu dirinya keluar rumah, dengan tujuan hendak melakukan kegiatan persembahyangan.

Ia ingin mengucap rasa syukur, karena telah berhasil sembuh dari penyakit covid-19. Setelah masa karantina mandiri berakhir, ia berinisiatif melakukan persembahyangan bersama keluarga.

Namun, ada sejumlah warga yang meminta agar mantan pasien itu tidak keluar lebih dulu. Karena warga sekitar masih merasa resah.

Padahal, mantan pasien telah dinyatakan sehat melalui surat keterangan yang disampaikan oleh puskesmas.

Penyintas itu akhirnya diizinkan beraktifitas kembali setelah aparat desa dan aparat kepolisian setempat memberikan pemahaman pada warga.

Sekretarias Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Buleleng Gede Suyasa mengungkapkan, masyarakat harus terus meningkatkan pemahaman terhadap penyakit covid-19.

Dengan semakin tingginya tingkat pemahaman, maka potensi perbuatan diskriminatif seharusnya berkurang.

Masa pandemi yang telah berjalan selama 6 bulan terakhir, seharusnya mengurangi potensi perbuatan diskriminatif pada para penyintas.

“Masyarakat harus paham. Kalau dia tidak dalam kondisi sehat, tidak mungkin diberikan pulang dari rumah sakit. Kalau sudah boleh pulang dari rumah sakit, ya artinya sehat.

Apalagi sudah diberikan surat keterangan bebas covid dari dokter penanggungjawab pasien. Ini harus dipahami, supaya tidak terjadi lagi,” kata Suyasa kemarin.

Meski perbuatan diskriminatif masih saja terjadi, Suyasa menyebut pemahaman masyarakat sudah lebih baik.

Pada awal masa pandemi, perbuatan diskriminatif sangat kentara. Hingga memaksa aparat pemerintahan langsung turun tangan.

“Di lembaga pemerintahan juga ada yang sempat terkonfirmasi positif covid. Pegang jabatan juga. Setelah masa isolasinya berakhir,

bisa beraktifitas kembali. Sekarang juga membaur seperti biasa. Memang butuh waktu untuk saling memahami,” imbuhnya. 

SINGARAJA – Diskriminasi terhadap mantan pasien (penyintas) covid-19 masih saja terjadi di Kabupaten Buleleng.

Sejumlah pasien disebut masih mengalami perlakuan kurang menyenangkan dari masyarakat sekitar. Terutama perlakuan secara verbal. Padahal, pasien itu sudah dinyatakan sembuh.

Salah seorang pasien sempat mengeluhkan perlakuan sejumlah warga pada dirinya. Saat itu dirinya keluar rumah, dengan tujuan hendak melakukan kegiatan persembahyangan.

Ia ingin mengucap rasa syukur, karena telah berhasil sembuh dari penyakit covid-19. Setelah masa karantina mandiri berakhir, ia berinisiatif melakukan persembahyangan bersama keluarga.

Namun, ada sejumlah warga yang meminta agar mantan pasien itu tidak keluar lebih dulu. Karena warga sekitar masih merasa resah.

Padahal, mantan pasien telah dinyatakan sehat melalui surat keterangan yang disampaikan oleh puskesmas.

Penyintas itu akhirnya diizinkan beraktifitas kembali setelah aparat desa dan aparat kepolisian setempat memberikan pemahaman pada warga.

Sekretarias Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Buleleng Gede Suyasa mengungkapkan, masyarakat harus terus meningkatkan pemahaman terhadap penyakit covid-19.

Dengan semakin tingginya tingkat pemahaman, maka potensi perbuatan diskriminatif seharusnya berkurang.

Masa pandemi yang telah berjalan selama 6 bulan terakhir, seharusnya mengurangi potensi perbuatan diskriminatif pada para penyintas.

“Masyarakat harus paham. Kalau dia tidak dalam kondisi sehat, tidak mungkin diberikan pulang dari rumah sakit. Kalau sudah boleh pulang dari rumah sakit, ya artinya sehat.

Apalagi sudah diberikan surat keterangan bebas covid dari dokter penanggungjawab pasien. Ini harus dipahami, supaya tidak terjadi lagi,” kata Suyasa kemarin.

Meski perbuatan diskriminatif masih saja terjadi, Suyasa menyebut pemahaman masyarakat sudah lebih baik.

Pada awal masa pandemi, perbuatan diskriminatif sangat kentara. Hingga memaksa aparat pemerintahan langsung turun tangan.

“Di lembaga pemerintahan juga ada yang sempat terkonfirmasi positif covid. Pegang jabatan juga. Setelah masa isolasinya berakhir,

bisa beraktifitas kembali. Sekarang juga membaur seperti biasa. Memang butuh waktu untuk saling memahami,” imbuhnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/