RadarBali.com – Langkah Kejaksaan Negeri Singaraja melakukan penahanan terhadap Perbekel Dencarik, I Made Suteja, membuat sejumlah perbekel di Kabupaten Buleleng ketar-ketir.
Mereka khawatir akan menjadi target berikutnya. Meski merasa telah bekerja dalam posisi benar, namun banyak hal yang masih belum sempurna ketika realisasi APBDes tahun 2015.
Hal yang membuat para perbekel khawatir, ialah Suteja diduga tersandung masalah APBDes tahun 2015.
Padahal, tahun 2015 merupakan tahun awal penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sehingga masih banyak permasalahan administrasi yang muncul dalam proses penyusunan dan pelaporan APBDes.
Perbekel Baktiseraga, Gusti Putu Armada, mengaku penahanan koleganya membuat para perbekel prihatin. Selain itu para perbekel juga diselimuti rasa takut dan cemas.
Mereka juga merasa prihatin, karena masa-masa awal transisi aturan perundang-undangan, justru menjadi celah jeratan pidana.
“Keprihatinan itu muncul karena Undang-Undang Desa terbitnya tahun 2014. Tahun 2015 itu baru sebuah awal transisi perlakuan pada APBDes. Tentu di sana banyak kekurangan bagi para kepala desa dalam hal implementasi,” kata Armada.
Armada juga bertanya-tanya dasar penetapan kerugian negara yang dilakukan oleh Kejari Singaraja. Semestinya, kata Armada, kerugian negara itu diketahui setelah melalui perhitungan aparat pengawasan.
“Entah itu BPKP, BPK, atau Inspektorat. Sedangkan setahu kami, dan yang kami dengar, belum ada (perhitungan dari lembaga pengawas, Red),” imbuhnya.
Pihaknya pun meminta agar aparat penegak hukum seperti polisi dan kejaksaan, menjelaskan sebagaimana semestinya para perbekel bekerja.
Apalagi kedua instansi penegak hukum itu sudah meneken nota kesepahaman soal langkah pengawasan dan pencegahan.
“Jangan korupsi, ya benar dan itu harus. Lalu kami harus seperti apa? Karena secara prosedural, banyak administrasi dan aturan hukum yang muncul setiap tahun dan harus kami pelajari,” tandas Armada.