DENPASAR-Rapat pembahasan Kerangka Acuan Analisi Dampak Lingkungan Hidup (KA Andal) rencana pembangunan perumahan dan area komersial di bekas alias eks Patal Tohpati seluas 12 Hektar, Rabu (11/3) menuai protes keras.
Selain diwarnai protes, rapat yang digelar di kantor DKLH (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup) Provinsi Bali dan dipimpin langsung Kepala Dinas KLH Bali I Made Teja, itu juga sempat diwarnai dengan pelarangan peliputan pihak media oleh perwakilan DKLH Bali.
Pelarang peliputan terjadi sebelum rapat yang dihadiri pihak perwakilan pemrakarasa Pedrix Marliando; tim penyusun dokumen Amdal yang dipimpin oleh I Made Sudiana Mahendra; serta perwakilan dari organisasi gerakan mahasiswa Front Demokrasi Perwakilan Rakyat Bali (FRONTIER Bali) Aiswarya Putra Arjawa, serta I Made Juli Untung Pratama dan I Wayan Adi Sumiarta yang mewakili Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Bali (WALHI Bali) dimulai.
Saat rapat, Untung Pratama selaku direktur WALHI Bali memprotes pembersihan lahan yang dilakukan oleh Waskita Karya Realty karena kegiatan tersebut tidak mengantongi izin yang lengkap termasuk izin lingkungan.
Lebih lanjut, Untung juga menyayangkan sikap Kadis DKLH yang membiarkan terjadinya pelanggaran tersebut.
Padahal, menurut Untung Pratama, pengaturan sanksi terkait pelanggaran Waskita Karya Realty sudah ada di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
”Saudara sebagai Kadis harus tegas terhadap pelanggaran tersebut agar tidak menjadi perseden buruk kedepannya”. tegasnya.
Untung Pratama menjelaskan, bahwa saat ini Provinsi Bali belum bisa memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang mengamanatkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 Persen dari luas wilayah kota.
Fakta yang terjadi, ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) di masing-masing kota di Provinsi Bali kurang dari 30 persen dari luas kawasan perkotaan.
Atas kondisi itu, Untung Pratama meminta agar DKLH Bali mendorong Kawasan ex Patal Tohpati ditetapkan sebagai RTHK.
“Lebih banyak faedahnya jika Kawasan tersebut didorong menjadi Ruang Terbuka Hijau Kota”, tegasnya.
Terkait dengan usulan penambahan RTHK dari WALHI Bali, I Made Teja menyampaikan bahwa memang benar saat ini ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) di masing-masing kota di Provinsi Bali kurang 30 persen namun kemampuan masing-masing kabupaten/kota untuk memenuhi ketentuan tersebut berbeda-beda. Ia juga menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Bali masih memiliki kendala untuk menetapkan Kawasan eks Patal Tohpati sebagai RTHK.
“Kemampuan Pemerintah untuk membeli lahan masyarakat untuk dijadikan RTHK masih rendah”, ujarnya.
Lebih jauh, Untung pratama mengajukan protes terhadap dilarangnya wartawan untuk meliput kegiatan rapat KA Andal proyek Waskita Karya Realty tersebut.
Untung Pratama menjelaskan mendia penting untuk meliput kegiatan ini agar publik tahu informasi proyek ini serta paham terhadap dampak yang ditimbulkan.
“Bapak seharusnya terbuka terhadap proyek ini”.tandasnya
Protes dari Untung Pratama tersebut ditanggapi oleh I Made Teja dengan mengatakan bahwa dalam undangannya tidak ada undangan untuk media, sehingga media dilarang untuk meliput.
“Saya klarifikasi, saya tidak mengundang media, jadi tidak bermaksud melarang”, jawabnya.
WALHI Bali yang didampingi oleh FRONTIER Bali kemudian memberikan surat protesnya saat rapat tersebut.
Surat langsung diterima oleh Kepala Dinas DKLH sekaligus pimpinan rapat KA Andal proyek Perumahan dan Area Komersial di eks Patal Tohpati.