TABANAN – Libur panjang akhir tahun 2020 rupanya tidak akan berpengaruh signifikan terhadap tingkat hunian hotel di Tabanan. Pasalnya kondisi itu masih dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 yang masih merebak di Bali dan nasional.
Terlebih lagi pandemi Covid-19 yang berlangsung pada negara-negara Eropa, Amerika dan Asia yang merupakan pelancong dengan tujuan berwisata ke Bali secara khusus.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restaurant (PHRI) Tabanan I Gusti Bagus Made Damara menyatakan reservasi hotel dan restaurant kendati libur panjang dan tahun baru di Bali secara umum tidak akan mengalami kenaikan. Begitu pula dengan hunian hotel di Tabanan. Karena hingga saat ini jalur penerbangan belum dibuka oleh pemerintah pusat. Kalau mengandalkan tamu domestik paling hanya sekedar untuk menikmati objek tujuan daerah wisata (OTDW) di Tabanan. Seperti Tanah Lot, Kediri, Ulun Danu Beratan, Kebun Raya Bedugul dan Jatiluwih. Sementara hunian hotel dan kunjungan restaurant Tabanan lebih dominan ke tamu asing.
“Kami prediksi okupansi hotel dan restaurant masih sepi. Tidak seperti sebelum pandemi Covid-19,” ungkapnya, dihubungi koran ini, Kamis (10/12).
Selain itu dikatakan pria yang akrab disapa Damara meskipun ada tamu dari domestik yang datang ke Bali di libur panjang tahun baru, hotel di Tabanan tetap akan sepi hunian. Mengingat daerah lainnya mematok harga hunian hotel lebih murah dan rendah. Sehingga persaingan harga itu terjadi. Maka tamu domestik lebih memilih hotel yang berada di daerah Badung Selatan ketimbang harus menginap pada hotel di Tabanan.
“Secara otomatis hunian hotel dan kunjungan restaurant masih saja sepi. Apalagi ketika market wisman belum dibuka. Maka 90 persen tingkat hunian hotel sepi,” bebernya.
Dari jumlah hotel dan restaurant sekitar 400 akomodasi di Tabanan yang tercatat di PHRI Tabanan. Diakui Damara baru restaurant saja yang membuka bisnis makanan mereka. Sedangkan hotel belum ada yang membuka usaha bisnis pariwisata mereka. Mengapa demikian, karena untuk membuka kembali hotel dibutuhkan biaya yang lumayan banyak. Itu belum masuk gaji pegawai, yang mengeluarkan biaya banyak ketika dibuka hotel adalah biaya maintenance.
“Bisa dibayangkan sudah 9 bulan lebih hotel tutup. Sehingga cukup banyak biaya pemeliharaan dan pemulihan untuk fasilitas hotel,” jelasnya.
Damara menambahkan dengan keluarnya dana hibah akomodasi pariwisata yang besaran berbeda antara satu hotel dengan lainnya. Ini juga yang membuat pelaku dan pengusaha hotel bisa bertahan dan menjadi modal kerja.
“Mudah-mudahan dana hibah bisa dimanfaatkan dengan sebaiknya dan keran wisata bagi wisatawan mancanegara di buka kembali. Sehingga kami berharap situasi ini kembali normal,” pungkasnya.