SINGARAJA – Banyaknya ogoh-ogoh saat malam pengerupukan yang belum dibakar atau dipralina dan masih dipajang menuai sorotan dari Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Buleleng.
Ketua Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Buleleng Dewa Putu Budarsa, Rabu (13/3) mengatakan, secara filosofis ogoh-ogoh merupakan simbol bhutakala.
Semestinya kata Budarsa, sebelum hari Nyepi, simbol bhutakala itu sudah dimusnahkan sebagai wujud pengendalian hawa nafsu.
Dari hasil pengamatannya, kini memang masih banyak ogoh-ogoh yang dibiarkan di tepi jalan raya maupun di bale banjar.
Untuk itu ia meminta agar ogoh-ogoh itu segera dimusnahkan. Apabila tidak, ia khawatir akan terjadi gangguan keseimbangan skala-niskala di wilayah desa pakraman tersebut.
“Saya instruksikan agar segera dimusnahkan di tempat yang sudah ditentukan. Apalagi ogoh-ogoh sebelum diarak itu kan sudah diupacarai, ada banten-nya.
Jadi yang kena dampak itu bukan hanya yang membuat atau mengarak ogoh-ogoh, tapi krama yang tinggal di wewidangandesa pakraman itu juga bisa kena dampak. Istilahnya lebah paraning banyu,” kata Budarsa