28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:21 AM WIB

Waduh…Batas Wilayah Buleleng – Bangli Bergeser 2 Km. Awas…

RadarBali.com – Polemik baru kembali muncul pada saat rapat pembahasan rancangan Perubahan APBD Tahun 2017 di ruang gabungan komisi DPRD Buleleng Selasa (12/9) kemarin.

Tapi, kali ini bukan soal perubahan APBD, melainkan soal adanya pergeseran tapal batas antara wilayah Buleleng dengan wilayah Bangli.

Bahkan, pergeseran tersebut jaraknya mencapai 2 kilometer dari lokasi perbatasan semula. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Komisi III DPRD Buleleng Ni Made Putri Nareni kemarin.

Dalam penjelasannya, persoalan ini pergeseran batas wilayah ini di duga sudah terjadi cukup lama, yakni antara Dusun Butiang, Desa Les dengan Desa Siakin, Kintamani, Bangli.

“Ini masalah lama. Warga di perbatasan pun mengeluhkan kalau perbatasan itu sudah bergeser dari posisi semula dan lahan merupakan hutan lindung itu diduga beralihfungsi dengan tanaman produktif,” ungkapnya.

Menghindari nantinya ada pergesekan antar warga, pihak DPRD Buleleng pun mengusulkan agar Pemkab Buleleng segera menyelesaikan persoalan yang terjadi.

Hal ini penting agar tidak memicu persoalan saling menguasai wilayah yang melibatkan warga di dua wilayah tersebut.

Nareni pun mengaku sering mendapatkan pengaduan dugaan batas wilayah dari pihak aparat desa saat melakukan reses ataupun pertemuan lainnya.

“Ya, warga meminta agar pemerintah tanggap untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Warga minta agar ada duduk bersama dengan Pemerintah Bangli, dan nanti di usulkan ada gapura kecillah,” katanya.

Terlebih, posisi perbatasan yang berada di kawasan hutan lindung disinyalir dikuasai untuk ditanami sejumlah tanaman produktif seperti kopi, cengkeh, dan tanaman produktif lain.

Pergeseran tersebut pun didasarkan pada petunjuk prasasti menyebut bahwa batas wilayah Kabupaten Bangli di Desa Siakin itu diduga telah bergeser dengan jarak sekitar dua kilometer ke wilayah Buleleng.

Selain hal tersebut, Nareni mengungkapkan kekhawatiran warga muncul  dengan adanya beralihfungsinya hutan perbatasan tersebut akan menimbulkan bencana alam karena lokasi Dusun Butiang berada lebih rendah.

Selain itu juga berpengaruh terhadap ketersediaan mata air di wilayah tersebut. Warga sendiri sudah mengadukan ke pihak Pemprov Bali, namun belum juga mendapatkan tanggapan berarti.

“Ini bukan sekadar wilayah yang di ambil, tetapi dampak buruknya kami (Buleleng) yang dapat. Posisi mereka (Bangli) kan di atas, nah dijadikan lahan produktif, sedangkan air semakin kecil,” ujarnya.

“Kalau hujan lebat, kemungkinan longsor tersebut juga tinggi. Yang dapat dampak buruknya kan warga kami yang di Desa Les,” imbuhnya.

Sekda Buleleng Ir. Dewa Ketut Puspaka MP mengatakan bahwa pihaknya mendukung adanya penegasan antar kedua wilayah tersebut.

Untuk itu pihaknya menginstruksikan Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) untuk melakukan penelusuran termasuk membangun komunikasi dan koordinasi dengan Pemkab Bangli.

“Segera kami minta Tapem untuk menelusuri,” terangnya. Lanjutnya, agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi, pihaknya akan mencocokan kembali batas wilayah tersebut dengan lembaga Geospasial.

Bila memang terjadi pergeseran, akan dikembalikan ke posisi semula. “Kalau ini memang benar, secepatnya kami koordinasikan dengan Pemerintahan Kabupaten Bangli,” pungkasnya. 

RadarBali.com – Polemik baru kembali muncul pada saat rapat pembahasan rancangan Perubahan APBD Tahun 2017 di ruang gabungan komisi DPRD Buleleng Selasa (12/9) kemarin.

Tapi, kali ini bukan soal perubahan APBD, melainkan soal adanya pergeseran tapal batas antara wilayah Buleleng dengan wilayah Bangli.

Bahkan, pergeseran tersebut jaraknya mencapai 2 kilometer dari lokasi perbatasan semula. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Komisi III DPRD Buleleng Ni Made Putri Nareni kemarin.

Dalam penjelasannya, persoalan ini pergeseran batas wilayah ini di duga sudah terjadi cukup lama, yakni antara Dusun Butiang, Desa Les dengan Desa Siakin, Kintamani, Bangli.

“Ini masalah lama. Warga di perbatasan pun mengeluhkan kalau perbatasan itu sudah bergeser dari posisi semula dan lahan merupakan hutan lindung itu diduga beralihfungsi dengan tanaman produktif,” ungkapnya.

Menghindari nantinya ada pergesekan antar warga, pihak DPRD Buleleng pun mengusulkan agar Pemkab Buleleng segera menyelesaikan persoalan yang terjadi.

Hal ini penting agar tidak memicu persoalan saling menguasai wilayah yang melibatkan warga di dua wilayah tersebut.

Nareni pun mengaku sering mendapatkan pengaduan dugaan batas wilayah dari pihak aparat desa saat melakukan reses ataupun pertemuan lainnya.

“Ya, warga meminta agar pemerintah tanggap untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Warga minta agar ada duduk bersama dengan Pemerintah Bangli, dan nanti di usulkan ada gapura kecillah,” katanya.

Terlebih, posisi perbatasan yang berada di kawasan hutan lindung disinyalir dikuasai untuk ditanami sejumlah tanaman produktif seperti kopi, cengkeh, dan tanaman produktif lain.

Pergeseran tersebut pun didasarkan pada petunjuk prasasti menyebut bahwa batas wilayah Kabupaten Bangli di Desa Siakin itu diduga telah bergeser dengan jarak sekitar dua kilometer ke wilayah Buleleng.

Selain hal tersebut, Nareni mengungkapkan kekhawatiran warga muncul  dengan adanya beralihfungsinya hutan perbatasan tersebut akan menimbulkan bencana alam karena lokasi Dusun Butiang berada lebih rendah.

Selain itu juga berpengaruh terhadap ketersediaan mata air di wilayah tersebut. Warga sendiri sudah mengadukan ke pihak Pemprov Bali, namun belum juga mendapatkan tanggapan berarti.

“Ini bukan sekadar wilayah yang di ambil, tetapi dampak buruknya kami (Buleleng) yang dapat. Posisi mereka (Bangli) kan di atas, nah dijadikan lahan produktif, sedangkan air semakin kecil,” ujarnya.

“Kalau hujan lebat, kemungkinan longsor tersebut juga tinggi. Yang dapat dampak buruknya kan warga kami yang di Desa Les,” imbuhnya.

Sekda Buleleng Ir. Dewa Ketut Puspaka MP mengatakan bahwa pihaknya mendukung adanya penegasan antar kedua wilayah tersebut.

Untuk itu pihaknya menginstruksikan Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) untuk melakukan penelusuran termasuk membangun komunikasi dan koordinasi dengan Pemkab Bangli.

“Segera kami minta Tapem untuk menelusuri,” terangnya. Lanjutnya, agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi, pihaknya akan mencocokan kembali batas wilayah tersebut dengan lembaga Geospasial.

Bila memang terjadi pergeseran, akan dikembalikan ke posisi semula. “Kalau ini memang benar, secepatnya kami koordinasikan dengan Pemerintahan Kabupaten Bangli,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/