27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:13 AM WIB

Alih Fungsi Lahan Picu Banjir, Rehabilitasi DAS Banyumala Mendesak

SINGARAJA – Rehabilitasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) di Tukad Banyumala, dianggap sudah sangat mendesak.

Alih fungsi lahan di sepanjang DAS Banyumala, baik di kawasan hulu hingga hilir diduga menjadi pemicu banjir di kawasan Kota Singaraja. Rehabilitasi kawasan itu pun membutuhkan komitmen dan upaya yang cukup kompleks.

Guru besar Ilmu Lingkungan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja Prof. I Gede Astra Wesnawa mengatakan, wilayah hilir Kota Singaraja idealnya tidak terdapat genangan, apalagi banjir.

Di wilayah Desa Baktiseraga, misalnya. Wilayah itu masuk daerah pedataran, sehingga air mudah meresap.

“Tapi fenomena yang terjadi 5 tahun terakhir justru di Baktiseraga ini ada banjir. Kan aneh bin ajaib itu. Harusnya nggak terjadi,” katanya.

Prof Astra menyebut fenomena itu terjadi karena masalah yang terjadi di daerah hulu hingga hilir. di wilayah hulu, misalnya.

Terjadi perubahan bentang lahan dan fungsi lahan. Kawasan yang dulunya banyak terdapat tanaman kayu, kini berubah menjadi tanaman musiman yang berusia antara 3-6 bulan.

Dampaknya pun fatal. Sedimen di kawasan hulu terbawa hingga ke wilayah hilir. Sedimen itu menutupi permukaan tanah di kawasan hilir, hingga memicu rendahnya serapan air.

Hal ini belum termasuk masalah alih fungsi lahan di wilayah hilir, sehingga masalah banjir pun tak terhindarkan.

Menurut Prof Astra Wesnawa, solusi jangka pendek yang dapat diambil ialah pembuatan lubang biopori di kawasan hilir.

Selain itu di kawasan hulu juga harus dilakukan penataan lahan dan perlindungan lahan. Terutama areal hutan.

Ia menyarankan desa-desa yang ada di aliran DAS Banyumala, diberikan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD).

Dengan hak itu, Prof Astra optimistis warga tak akan berani mengusik keberadaan tanaman kayu di dalam areal hutan.

“Lebih bagus lagi kalau di wilayah hulu itu ditanami kembali dengan tanaman-tanaman kayu. Kalau ingin yang produktif, bisa ditanami durian, mangga, nangka, atau jati.

Yang jelas, bukan tanaman musiman seperti bunga. Kalau bunga, habis panen, lingkungan rusak,” kata Prof Astra.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat koordinasi membahas pemulihan lingkungan di kawasan DAS Banyumala.

Rencananya pada 2020 mendatang, DLH akan melakukan pemulihan habitat di kawasan hulu. “Ini masalahnya cukup kompleks. Tidak bisa dikerjakan satu-satu.

Harus dikerjakan secara menyeluruh dari hulu sampai hilir. Di hilir kami akan siapkan lubang biopori biar potensi banjir berkurang, di hulu kami akan lakukan pemulihan kawasan,” kata Ariadi.

Untuk tahap awal, Ariadi mengatakan DLH Buleleng akan melakukan sosialisasi pada warga-warga di sekitar DAS Banyumala.

“Kalau tahun depan kami hanya menanam, kemudian warga tidak ada rasa memiliki, percuma saja. Saat tumbuh, bisa saja ditebang lagi,” tukasnya.

Sekadar diketahui, ada beberapa desa yang dilintasi aliran Tukad Banyumala. Yakni Desa Wanagiri, Ambengan, Sambangan, Selat, Panji, Panji Anom, Tegallinggah, dan Baktiseraga.

SINGARAJA – Rehabilitasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) di Tukad Banyumala, dianggap sudah sangat mendesak.

Alih fungsi lahan di sepanjang DAS Banyumala, baik di kawasan hulu hingga hilir diduga menjadi pemicu banjir di kawasan Kota Singaraja. Rehabilitasi kawasan itu pun membutuhkan komitmen dan upaya yang cukup kompleks.

Guru besar Ilmu Lingkungan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja Prof. I Gede Astra Wesnawa mengatakan, wilayah hilir Kota Singaraja idealnya tidak terdapat genangan, apalagi banjir.

Di wilayah Desa Baktiseraga, misalnya. Wilayah itu masuk daerah pedataran, sehingga air mudah meresap.

“Tapi fenomena yang terjadi 5 tahun terakhir justru di Baktiseraga ini ada banjir. Kan aneh bin ajaib itu. Harusnya nggak terjadi,” katanya.

Prof Astra menyebut fenomena itu terjadi karena masalah yang terjadi di daerah hulu hingga hilir. di wilayah hulu, misalnya.

Terjadi perubahan bentang lahan dan fungsi lahan. Kawasan yang dulunya banyak terdapat tanaman kayu, kini berubah menjadi tanaman musiman yang berusia antara 3-6 bulan.

Dampaknya pun fatal. Sedimen di kawasan hulu terbawa hingga ke wilayah hilir. Sedimen itu menutupi permukaan tanah di kawasan hilir, hingga memicu rendahnya serapan air.

Hal ini belum termasuk masalah alih fungsi lahan di wilayah hilir, sehingga masalah banjir pun tak terhindarkan.

Menurut Prof Astra Wesnawa, solusi jangka pendek yang dapat diambil ialah pembuatan lubang biopori di kawasan hilir.

Selain itu di kawasan hulu juga harus dilakukan penataan lahan dan perlindungan lahan. Terutama areal hutan.

Ia menyarankan desa-desa yang ada di aliran DAS Banyumala, diberikan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD).

Dengan hak itu, Prof Astra optimistis warga tak akan berani mengusik keberadaan tanaman kayu di dalam areal hutan.

“Lebih bagus lagi kalau di wilayah hulu itu ditanami kembali dengan tanaman-tanaman kayu. Kalau ingin yang produktif, bisa ditanami durian, mangga, nangka, atau jati.

Yang jelas, bukan tanaman musiman seperti bunga. Kalau bunga, habis panen, lingkungan rusak,” kata Prof Astra.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat koordinasi membahas pemulihan lingkungan di kawasan DAS Banyumala.

Rencananya pada 2020 mendatang, DLH akan melakukan pemulihan habitat di kawasan hulu. “Ini masalahnya cukup kompleks. Tidak bisa dikerjakan satu-satu.

Harus dikerjakan secara menyeluruh dari hulu sampai hilir. Di hilir kami akan siapkan lubang biopori biar potensi banjir berkurang, di hulu kami akan lakukan pemulihan kawasan,” kata Ariadi.

Untuk tahap awal, Ariadi mengatakan DLH Buleleng akan melakukan sosialisasi pada warga-warga di sekitar DAS Banyumala.

“Kalau tahun depan kami hanya menanam, kemudian warga tidak ada rasa memiliki, percuma saja. Saat tumbuh, bisa saja ditebang lagi,” tukasnya.

Sekadar diketahui, ada beberapa desa yang dilintasi aliran Tukad Banyumala. Yakni Desa Wanagiri, Ambengan, Sambangan, Selat, Panji, Panji Anom, Tegallinggah, dan Baktiseraga.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/