31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 12:10 PM WIB

Kasus Rabies di Karangasem Tinggi, Sepanjang 2019 Ditemukan 75 Kasus

AMLAPURA – Kasus rabies di Karangasem ternyata masih tinggi. Sepanjang tahun 2019 terjadi 75 kasus gigitan yang positif rabies.

Ini dipastikan positif karena sudah melalui uji laboratorium. Kondisi ini tentunya menjadi kekhawatiran berbagai kalangan.

Menurut UPTD Puskeswan Kebupaten Karangasem, dengan jumlah 75 kasus ini Karangasem masuk tertinggi kasus rabies di Bali tahun 2019.

Kasus ini diakui mengalami peningkatan yang cukup drastis. Tahun 2018 ada 42 kasus gigitan yang positif rabies. Sementara untuk kecamatan Abang menjadi kasus yang tertinggi yakni sebanyak 16 kasus.

“Ya dengan jumlah 75 gigitan Karangasem tertinggi di Bali,” ujar Kepala UPTD Puskeswan Karangasem Pande Gede Arya Saputra.

Selain anjing, gigitan kucing di Rendang juga positif rabies. Semua dinyatakan positif rabies ketika sudah melalui uji sample di laboratorium.

Salah satu ciri hewan anjing yang sudah terkena rabies adalah mengeluarkan air liur berlebihan. Selaian itu jalan hewan tersebut juga sempoyongan, takut sinar serta menggigit secara membabi buta apapun yang ada di sekitarnya.

Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mencuci luka menggunakan air mengalir dan langsung dibawa ke puskesmas untuk diobati.

“Cuci segera dengan air mengalir sebagai langkah awal,” ujarnya. Jika korban sudah dibawa ke puskesmas nantinya akan dilaukan tanggap kasus gigitan dengan dilaporkan ke UPTD Keswan.

Pihak Keswan akan turun langsung untuk menindaklanjuti kasus tersebut dengan mengecek hewan yang mengigit.

Karena itu pihaknya menyarankan untuk warga yang memelihara hewan wajib di vaksin secara rutin minimal satu tahun sekali.

Hanya saja sekalipun sudah di vaksin rutin tetap saja kemungkinan terkena virus rabies terhadap hewan peliharaan  tetap ada.

Tingginya angka rabies di Karangasem membuat UPTD mengencarkan sosialisasi. Di antaranya dengan turun ke kecamatan serta melibatkan Perbekel dan tokoh masyarakat.

Kemudian dilanjutkan dengan dilakukan eliminasi secara selektif dan terarah. Jika hewan tersebut tidak bisa ditangkap untuk di vaksin maka akan dilakukan eliminasi.

AMLAPURA – Kasus rabies di Karangasem ternyata masih tinggi. Sepanjang tahun 2019 terjadi 75 kasus gigitan yang positif rabies.

Ini dipastikan positif karena sudah melalui uji laboratorium. Kondisi ini tentunya menjadi kekhawatiran berbagai kalangan.

Menurut UPTD Puskeswan Kebupaten Karangasem, dengan jumlah 75 kasus ini Karangasem masuk tertinggi kasus rabies di Bali tahun 2019.

Kasus ini diakui mengalami peningkatan yang cukup drastis. Tahun 2018 ada 42 kasus gigitan yang positif rabies. Sementara untuk kecamatan Abang menjadi kasus yang tertinggi yakni sebanyak 16 kasus.

“Ya dengan jumlah 75 gigitan Karangasem tertinggi di Bali,” ujar Kepala UPTD Puskeswan Karangasem Pande Gede Arya Saputra.

Selain anjing, gigitan kucing di Rendang juga positif rabies. Semua dinyatakan positif rabies ketika sudah melalui uji sample di laboratorium.

Salah satu ciri hewan anjing yang sudah terkena rabies adalah mengeluarkan air liur berlebihan. Selaian itu jalan hewan tersebut juga sempoyongan, takut sinar serta menggigit secara membabi buta apapun yang ada di sekitarnya.

Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mencuci luka menggunakan air mengalir dan langsung dibawa ke puskesmas untuk diobati.

“Cuci segera dengan air mengalir sebagai langkah awal,” ujarnya. Jika korban sudah dibawa ke puskesmas nantinya akan dilaukan tanggap kasus gigitan dengan dilaporkan ke UPTD Keswan.

Pihak Keswan akan turun langsung untuk menindaklanjuti kasus tersebut dengan mengecek hewan yang mengigit.

Karena itu pihaknya menyarankan untuk warga yang memelihara hewan wajib di vaksin secara rutin minimal satu tahun sekali.

Hanya saja sekalipun sudah di vaksin rutin tetap saja kemungkinan terkena virus rabies terhadap hewan peliharaan  tetap ada.

Tingginya angka rabies di Karangasem membuat UPTD mengencarkan sosialisasi. Di antaranya dengan turun ke kecamatan serta melibatkan Perbekel dan tokoh masyarakat.

Kemudian dilanjutkan dengan dilakukan eliminasi secara selektif dan terarah. Jika hewan tersebut tidak bisa ditangkap untuk di vaksin maka akan dilakukan eliminasi.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/