26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:02 AM WIB

Ruwet, DPRD Minta Bendesa Adat Tak Permasalahkan Tanah Pasar Gianyar

GIANYAR – Ketua Fraksi Indonesia Raya DPRD Gianyar, Ngakan Ketut Putra yang juga  krama Desa Adat Gianyar angkat bicara atas polemik tanah pasar Gianyar.

Ngakan Putra menyayangkan Bendesa Adat Gianyar bersurat, meminta perlindungan hukum ke Polda Bali. Dia menilai, surat itu menimbulkan ketidakharmonisan hubungan krama Desa dengan Pemkab Gianyar.

“Selaku krama Desa Adat Gianyar saya terkejut membaca surat minta perlindungan hukum itu. Kalau ada seperti itu, harusnya dirembukkan dulu dengan krama,” ujar Ngakan Putra yang juga mantan Klian Sampian Kaja, Desa Gianyar, kemarin.

Selaku mantan Klian, Ngakan Putra mengaku baru kali ini memiliki Bendesa Adat yang tendensius.

Dirinya khawatir, demi kepentingan tertentu, justru kondusivitas desa adat Gianyar yang dijadikan tumbal.

“Urusan tukar guling lahan di sebagian areal pasar Gianyar, sudah selesai dulu. Bendesa kami sebelumnya yang sudah berganti

berulang kali tidak ada yang mempersalahkannya. Justru sejak Bendesa Swardana ini yang bikin gaduh,” kritik Ngakan Putra.

Ngakan Putra menilai sikap bendesa terlalu mengada-ngada. Sebab, di satu sisi membahasakan ingin penyelasain secara damai, di sisi lain menyatakan akan menempuh segala upaya hukum.

“Kalaupun berharap mediasi, di Polres Gianyar saja sudah cukup. Kenapa harus ke Polda Bali? Kan lebih baik melakukan gugatan secara perdata, tapi harus tetap dengan persetujuan krama tentunya,” tandasnya.

Ngakan Putra meminta bendesa menyudahi persoalan ini. Selaku anggota DPRD Gianyar, ia meminta supaya Bendesa Swardana mendukung upaya pemerintah dalam membangun Gianyar.

Terlebih lagi, dalam revitalisasi pasar Gianyar ini, dalam MoU Desa Adat Gianyar sangat diuntungan.

“Kalau bendesa terus bikin gaduh, khawatirnya Pemkab akan mengevaluasi atau menarik sejumlah MoU yang akan merugikan krama,” ujarnya.

Diapun meminta Bendesa Swardana agar lebih fokus menangani pandemi covid-19 di Desa Adat Gianyar. Pasalnya, saat ini Desa Adat Gianyar masuk dalam zona merah. 

“Saya berharap bendesa lebih banyak mengalihkan waktunya pada persoalan pandemi. Mengaktifkan kembali satgas gotong royong dalam menanggulangi Covid-19, jauh lebih bermanfaat dari pada bikin kegaduhan yang justru merugikan krama,” pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan, ditengah pembangunan megaproyek pasar umum Gianyar, Desa Adat Gianyar mengirimkan surat memohon perlindungan ke Polda Bali.

Surat berkop Desa Adat Gianyar itu dikirimkan Senin lalu (8/2). Surat yang ditandatangani Bendesa Adat, Dewa Made Swardana itu berisi sejumlah poin terkait kepemilikan tanah di atas proyek pasar.

Ada 10 poin yang berisi di surat itu. Terdiri dari riwayat pasar. Dimulai dari pasar Tenten. Kemudian ada pergeseran 16 krama Gianyar untuk perluasan pasar.

Pada poin 10, terindikasi ada upaya ingin menguasai menjadi aset pemerintah daerah atas tanah PKD Desa Adat Gianyar.

GIANYAR – Ketua Fraksi Indonesia Raya DPRD Gianyar, Ngakan Ketut Putra yang juga  krama Desa Adat Gianyar angkat bicara atas polemik tanah pasar Gianyar.

Ngakan Putra menyayangkan Bendesa Adat Gianyar bersurat, meminta perlindungan hukum ke Polda Bali. Dia menilai, surat itu menimbulkan ketidakharmonisan hubungan krama Desa dengan Pemkab Gianyar.

“Selaku krama Desa Adat Gianyar saya terkejut membaca surat minta perlindungan hukum itu. Kalau ada seperti itu, harusnya dirembukkan dulu dengan krama,” ujar Ngakan Putra yang juga mantan Klian Sampian Kaja, Desa Gianyar, kemarin.

Selaku mantan Klian, Ngakan Putra mengaku baru kali ini memiliki Bendesa Adat yang tendensius.

Dirinya khawatir, demi kepentingan tertentu, justru kondusivitas desa adat Gianyar yang dijadikan tumbal.

“Urusan tukar guling lahan di sebagian areal pasar Gianyar, sudah selesai dulu. Bendesa kami sebelumnya yang sudah berganti

berulang kali tidak ada yang mempersalahkannya. Justru sejak Bendesa Swardana ini yang bikin gaduh,” kritik Ngakan Putra.

Ngakan Putra menilai sikap bendesa terlalu mengada-ngada. Sebab, di satu sisi membahasakan ingin penyelasain secara damai, di sisi lain menyatakan akan menempuh segala upaya hukum.

“Kalaupun berharap mediasi, di Polres Gianyar saja sudah cukup. Kenapa harus ke Polda Bali? Kan lebih baik melakukan gugatan secara perdata, tapi harus tetap dengan persetujuan krama tentunya,” tandasnya.

Ngakan Putra meminta bendesa menyudahi persoalan ini. Selaku anggota DPRD Gianyar, ia meminta supaya Bendesa Swardana mendukung upaya pemerintah dalam membangun Gianyar.

Terlebih lagi, dalam revitalisasi pasar Gianyar ini, dalam MoU Desa Adat Gianyar sangat diuntungan.

“Kalau bendesa terus bikin gaduh, khawatirnya Pemkab akan mengevaluasi atau menarik sejumlah MoU yang akan merugikan krama,” ujarnya.

Diapun meminta Bendesa Swardana agar lebih fokus menangani pandemi covid-19 di Desa Adat Gianyar. Pasalnya, saat ini Desa Adat Gianyar masuk dalam zona merah. 

“Saya berharap bendesa lebih banyak mengalihkan waktunya pada persoalan pandemi. Mengaktifkan kembali satgas gotong royong dalam menanggulangi Covid-19, jauh lebih bermanfaat dari pada bikin kegaduhan yang justru merugikan krama,” pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan, ditengah pembangunan megaproyek pasar umum Gianyar, Desa Adat Gianyar mengirimkan surat memohon perlindungan ke Polda Bali.

Surat berkop Desa Adat Gianyar itu dikirimkan Senin lalu (8/2). Surat yang ditandatangani Bendesa Adat, Dewa Made Swardana itu berisi sejumlah poin terkait kepemilikan tanah di atas proyek pasar.

Ada 10 poin yang berisi di surat itu. Terdiri dari riwayat pasar. Dimulai dari pasar Tenten. Kemudian ada pergeseran 16 krama Gianyar untuk perluasan pasar.

Pada poin 10, terindikasi ada upaya ingin menguasai menjadi aset pemerintah daerah atas tanah PKD Desa Adat Gianyar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/