29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:59 AM WIB

Veteran Pejuang Tertua di Bali Meninggal Dunia, Ini Kisah Hidupnya

NEGARA – I Wayan Kamer, seorang veteran pejuang meninggal pada usia 105 tahun. Veteran asal Banjar Pangkung Kue, Desa Penyaringan Mendoyo, meninggal dunia, Minggu kemarin (14/2) karena usianya sudah renta dan sering sakit.

Karena pandemi Covid-19, pengabenan dilakukan tanpa upacara militer seperti para veteran pada umumnya.

Almarhum I Wayan Kaler merupakan pejuang kelahiran, 31 Desember 1915, memiliki delapan orang anak, 20 orang cucu, 17 cicit dan 2 buyut.

Almarhum meninggal pada Selasa (9/2) malam dan dilakukan upacara pengabenan Minggu kemarin. “Karena kakek usianya sudah tua, sering sakit-sakitan,” kata Ni Putu Bahagiarti, cucu kelima almarhum.

Keluarga melakukan upacara pengabenan secara sederhana di setra Banjar Anyar Tembles, Desa Penyaringan.

Pengabenan tanpa upacara militer pada umumnya jika ada veteran meninggal sebagai suatu bentuk penghormatan karena di tengah pandemi Covid-19.

“Karena situasi seperti ini, upacara pengabenan seperti biasa saja,” ujarnya. Danramil Mendoyo Kapten Inf. Agus Muhid mengatakan, pihaknya menggelar upacara sederhana

sebagai penghormatan terakhir pada veteran pejuang yang ikut berperang pada saat merebut kemerdekaan Indonesia.

Karena saat ini di tengah situasi pandemi penghormatan terakhir tidak dilakukan dengan upacara militer seperti pada umumnya saat pengabenan veteran.

“Tadi saya bersama anggota datang untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum atas jasanya,” ungkapnya.

Pada tahun 2017 lalu, Jawa Pos Radar Bali pernah menulis tentang Wayan Kamer saat masih sehat.

Saat itu, almarhum menceritakan perjuangannya melawan penjajah Belanda dan Jepang untuk merebut kemerdekaan.

Saat itu, almarhum menyebut sebagai veteran pejuang tertua di Jembrana. Namanya tercatat dalam dalam daftar nama pejuang dari Desa Penyaringan dalam buku Revolusi Fisik di Jembrana karya Ketut Wedha.

Meski usianya sudah satu abad lebih, ingatan saat zaman perjuangan kemerdekaan masih mampu diceritakan dengan baik.

Perang melawan penjajah yang diikuti pada zaman penjajahan Belanda, Jepang dan penjajahan Belanda yang kedua kalinya.

” Saya masih ingat, karena saya merasa baru kemarin (perang melawan penjajah),” ungkapnya waktu itu.

Almarhum Kamer pernah ditugaskan sebagai pelatih pemuda yang akan berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang.

Tidak heran ketika sedang bercerita sesekali menggunakan bahasa Jepang dan Belanda. “Dulu saya pernah jadi saenendan,

melatih pemuda baris berbaris dan latihan berperang,” jelasnya sambil berdiri menunjukkan cara melatih baris berbaris dengan bahasa Jepang.

Almarhum juga pernah menjadi salah satu anak buah tokoh pejuang dari TKR Laut Kapten Markadi saat masa revolusi fisik merebut kemerdekaan.

Pesan dari almarhum waktu itu, generasi sekarang jangan melupakan sejarah perjuangan, karena untuk merebut kemerdekaan banyak pejuang yang gugur merebut kemerdekaan. 

NEGARA – I Wayan Kamer, seorang veteran pejuang meninggal pada usia 105 tahun. Veteran asal Banjar Pangkung Kue, Desa Penyaringan Mendoyo, meninggal dunia, Minggu kemarin (14/2) karena usianya sudah renta dan sering sakit.

Karena pandemi Covid-19, pengabenan dilakukan tanpa upacara militer seperti para veteran pada umumnya.

Almarhum I Wayan Kaler merupakan pejuang kelahiran, 31 Desember 1915, memiliki delapan orang anak, 20 orang cucu, 17 cicit dan 2 buyut.

Almarhum meninggal pada Selasa (9/2) malam dan dilakukan upacara pengabenan Minggu kemarin. “Karena kakek usianya sudah tua, sering sakit-sakitan,” kata Ni Putu Bahagiarti, cucu kelima almarhum.

Keluarga melakukan upacara pengabenan secara sederhana di setra Banjar Anyar Tembles, Desa Penyaringan.

Pengabenan tanpa upacara militer pada umumnya jika ada veteran meninggal sebagai suatu bentuk penghormatan karena di tengah pandemi Covid-19.

“Karena situasi seperti ini, upacara pengabenan seperti biasa saja,” ujarnya. Danramil Mendoyo Kapten Inf. Agus Muhid mengatakan, pihaknya menggelar upacara sederhana

sebagai penghormatan terakhir pada veteran pejuang yang ikut berperang pada saat merebut kemerdekaan Indonesia.

Karena saat ini di tengah situasi pandemi penghormatan terakhir tidak dilakukan dengan upacara militer seperti pada umumnya saat pengabenan veteran.

“Tadi saya bersama anggota datang untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum atas jasanya,” ungkapnya.

Pada tahun 2017 lalu, Jawa Pos Radar Bali pernah menulis tentang Wayan Kamer saat masih sehat.

Saat itu, almarhum menceritakan perjuangannya melawan penjajah Belanda dan Jepang untuk merebut kemerdekaan.

Saat itu, almarhum menyebut sebagai veteran pejuang tertua di Jembrana. Namanya tercatat dalam dalam daftar nama pejuang dari Desa Penyaringan dalam buku Revolusi Fisik di Jembrana karya Ketut Wedha.

Meski usianya sudah satu abad lebih, ingatan saat zaman perjuangan kemerdekaan masih mampu diceritakan dengan baik.

Perang melawan penjajah yang diikuti pada zaman penjajahan Belanda, Jepang dan penjajahan Belanda yang kedua kalinya.

” Saya masih ingat, karena saya merasa baru kemarin (perang melawan penjajah),” ungkapnya waktu itu.

Almarhum Kamer pernah ditugaskan sebagai pelatih pemuda yang akan berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang.

Tidak heran ketika sedang bercerita sesekali menggunakan bahasa Jepang dan Belanda. “Dulu saya pernah jadi saenendan,

melatih pemuda baris berbaris dan latihan berperang,” jelasnya sambil berdiri menunjukkan cara melatih baris berbaris dengan bahasa Jepang.

Almarhum juga pernah menjadi salah satu anak buah tokoh pejuang dari TKR Laut Kapten Markadi saat masa revolusi fisik merebut kemerdekaan.

Pesan dari almarhum waktu itu, generasi sekarang jangan melupakan sejarah perjuangan, karena untuk merebut kemerdekaan banyak pejuang yang gugur merebut kemerdekaan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/