31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 9:33 AM WIB

Pungut Uang Pengurusan Sertifikat Tanah, Aparat Desa Banyuseri Diciduk

SINGARAJA – Oknum aparat desa di Desa Banyuseri berinsial PB, terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Satgas Saber Pungli Kabupaten Buleleng.

Diduga oknum aparat desa itu melakukan pungli dalam pengurusan sertifikat tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL). Konon PB telah ditangkap Kamis (8/3) pekan lalu.

Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali menyebutkan, penangkapan PB berawal saat salah seorang warga hendak mengurus sertifikat PTSL di kantor desa.

Ketika warga itu menyerahkan uang kepada oknum aparat desa itu, tim Satgas Saber Pungli langsung masuk ke kantor desa dan menangkap PB.

“Pas ada warga yang mau bayar, itu langsung ada polisi masuk. Dia langsung ditangkap, uang dan berkas-berkas rekap bayar itu langsung dibawa polisi,” ucap sumber yang wanti-wanti minta namanya tak dimediakan.

Belum diketahui secara pasti berapa jumlah uang yang diamankan polisi. Hanya saja PB disebut memungut uang pendaftaran PTSL, hingga Rp 700 ribu per bidang tanah.

Padahal, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agraria/Tata Ruang, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, pungutan PSTL maksimal Rp 150 ribu.

Sementara itu Kapolres Buleleng AKBP Suratno yang dikonfirmasi Rabu (14/3) siang, belum bersedia menjelaskan secara detail kasus tersebut.

Alasannya, kasus belum masuk pelimpahan tahap dua di kejaksaan, sehingga kepolisian belum boleh melakukan ekspose perkara di hadapan awak media.

Meski demikian AKBP Suratno mengakui pihaknya sempat melakukan OTT dengan target aparat desa.

“Yang jelas kami lakukan OTT terhadap pungutan liar oleh oknum aparat desa,” tegas Suratno di Mapolres Buleleng.

AKBP Suratno memastikan saat ini pihaknya masih melakukan penyidikan lebih lanjut atas perkara OTT itu.

Pihaknya masih melakukan pendalaman apakah unsur-unsur yang dilakukan oleh oknum aparat desa itu tergolong korupsi atau pemerasan.

“Kalau dia gratifikasi atau korupsi, kami kenakan Undang-Undang Korupsi. Tapi kalau ada pemesaran, kami kenakan unsur pemerasan. Tergantung dari hasil pemeriksaan nanti. Intinya kami tetap proses sesuai KUHAP,” tukasnya. 

SINGARAJA – Oknum aparat desa di Desa Banyuseri berinsial PB, terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Satgas Saber Pungli Kabupaten Buleleng.

Diduga oknum aparat desa itu melakukan pungli dalam pengurusan sertifikat tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL). Konon PB telah ditangkap Kamis (8/3) pekan lalu.

Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali menyebutkan, penangkapan PB berawal saat salah seorang warga hendak mengurus sertifikat PTSL di kantor desa.

Ketika warga itu menyerahkan uang kepada oknum aparat desa itu, tim Satgas Saber Pungli langsung masuk ke kantor desa dan menangkap PB.

“Pas ada warga yang mau bayar, itu langsung ada polisi masuk. Dia langsung ditangkap, uang dan berkas-berkas rekap bayar itu langsung dibawa polisi,” ucap sumber yang wanti-wanti minta namanya tak dimediakan.

Belum diketahui secara pasti berapa jumlah uang yang diamankan polisi. Hanya saja PB disebut memungut uang pendaftaran PTSL, hingga Rp 700 ribu per bidang tanah.

Padahal, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agraria/Tata Ruang, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, pungutan PSTL maksimal Rp 150 ribu.

Sementara itu Kapolres Buleleng AKBP Suratno yang dikonfirmasi Rabu (14/3) siang, belum bersedia menjelaskan secara detail kasus tersebut.

Alasannya, kasus belum masuk pelimpahan tahap dua di kejaksaan, sehingga kepolisian belum boleh melakukan ekspose perkara di hadapan awak media.

Meski demikian AKBP Suratno mengakui pihaknya sempat melakukan OTT dengan target aparat desa.

“Yang jelas kami lakukan OTT terhadap pungutan liar oleh oknum aparat desa,” tegas Suratno di Mapolres Buleleng.

AKBP Suratno memastikan saat ini pihaknya masih melakukan penyidikan lebih lanjut atas perkara OTT itu.

Pihaknya masih melakukan pendalaman apakah unsur-unsur yang dilakukan oleh oknum aparat desa itu tergolong korupsi atau pemerasan.

“Kalau dia gratifikasi atau korupsi, kami kenakan Undang-Undang Korupsi. Tapi kalau ada pemesaran, kami kenakan unsur pemerasan. Tergantung dari hasil pemeriksaan nanti. Intinya kami tetap proses sesuai KUHAP,” tukasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/