28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:15 AM WIB

WALHI Bali Kecewa, Ini Alasan Koster Rahasiakan Isi Surat Perpres..

DENPASAR – Harapan WALHI Bali untuk mendapat salinan surat revisi Perpres No 51 Tahun 2014 kepada gubernur Bali harus berbuah kecewa.

Pihak WALHI Bali kecewa karena Koster menolak memberikan salinan surat tentang revisi Perpres No.51 Tahun 2014 yang diakui sudah dikirim ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 21 Desember 2018 lalu.

Terkait alasan gubernur menolak untuk mengungkap isi surat tentang revisi Perpres 51/2014, itu karena gubernur belasan tak mau ada gejolak di masyarakat.

Seperti disampaikan Direktur WALHI Bali Made Juli Untung Pratama saat jumpa pers di kantor WALHI Bali, Rabu (16/1).

Menurutnya, sesuai balasan surat gubernur Bali yang dikirim pihak Pemprov Bali, penolakan gubernur untuk mengungkap isi surat yang dikirim kepada Presiden Jokowi, itu salah satunya karena alasan politis.

Sesuai surat balasan, gubernur tidak mau dengan dibkanya isi surat revisi akan mengganggu situasi menjelang pelaksanaan pemilihan Presiden dan pemilihan Legislatif 2019 secara serentak di seluruh Indonesia.

Disamping itu turunan dari poin surat balasan, itu disebutkan bahwa informasi yang diminta WALHI Bali terkait dengan isi surat gubernur Bali kepada Presiden Jokowi menurut gubernur akan berpengaruh terhadap proses negosiasi lebih lanjut.

Atas jawaban tertulis yang disampaikan gubernur melalui surat balasan itu, Untung Pratama menilai jika jawaban Gubernur Bali itu hanya semata-mata untuk kepentingan hajatan 5 tahunan semata dan tidak diprioritaskan untuk membatalkan Perpres 51 tahun 2014.

Bahkan lanjutnya, dengan adanya surat yang dikirimkan gubernur Bali kepada presiden justru akan menimbulkan prasangka dan dapat diduga sebagai alat negosiasi untuk meredam kekritisan rakyat terhadap kasus reklamasi Teluk Benoa.

“Tentu saja surat yang dikirimkan gubernur Bali kepada Presiden Joko Widodo terkait kasus reklamasi Teluk Benoa, khusunya perimintaan revisi Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014, menimbulkan prasangka dan dapat diduga sebagai alat negosiasi kepentingan Pemilihan Presiden, untuk meredam kekritisan rakyat terhadap kasus reklamasi Teluk Benoa dan menjaga kepentingan kelompok tertentu”, imbuhnya.

DENPASAR – Harapan WALHI Bali untuk mendapat salinan surat revisi Perpres No 51 Tahun 2014 kepada gubernur Bali harus berbuah kecewa.

Pihak WALHI Bali kecewa karena Koster menolak memberikan salinan surat tentang revisi Perpres No.51 Tahun 2014 yang diakui sudah dikirim ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 21 Desember 2018 lalu.

Terkait alasan gubernur menolak untuk mengungkap isi surat tentang revisi Perpres 51/2014, itu karena gubernur belasan tak mau ada gejolak di masyarakat.

Seperti disampaikan Direktur WALHI Bali Made Juli Untung Pratama saat jumpa pers di kantor WALHI Bali, Rabu (16/1).

Menurutnya, sesuai balasan surat gubernur Bali yang dikirim pihak Pemprov Bali, penolakan gubernur untuk mengungkap isi surat yang dikirim kepada Presiden Jokowi, itu salah satunya karena alasan politis.

Sesuai surat balasan, gubernur tidak mau dengan dibkanya isi surat revisi akan mengganggu situasi menjelang pelaksanaan pemilihan Presiden dan pemilihan Legislatif 2019 secara serentak di seluruh Indonesia.

Disamping itu turunan dari poin surat balasan, itu disebutkan bahwa informasi yang diminta WALHI Bali terkait dengan isi surat gubernur Bali kepada Presiden Jokowi menurut gubernur akan berpengaruh terhadap proses negosiasi lebih lanjut.

Atas jawaban tertulis yang disampaikan gubernur melalui surat balasan itu, Untung Pratama menilai jika jawaban Gubernur Bali itu hanya semata-mata untuk kepentingan hajatan 5 tahunan semata dan tidak diprioritaskan untuk membatalkan Perpres 51 tahun 2014.

Bahkan lanjutnya, dengan adanya surat yang dikirimkan gubernur Bali kepada presiden justru akan menimbulkan prasangka dan dapat diduga sebagai alat negosiasi untuk meredam kekritisan rakyat terhadap kasus reklamasi Teluk Benoa.

“Tentu saja surat yang dikirimkan gubernur Bali kepada Presiden Joko Widodo terkait kasus reklamasi Teluk Benoa, khusunya perimintaan revisi Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014, menimbulkan prasangka dan dapat diduga sebagai alat negosiasi kepentingan Pemilihan Presiden, untuk meredam kekritisan rakyat terhadap kasus reklamasi Teluk Benoa dan menjaga kepentingan kelompok tertentu”, imbuhnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/