31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 20:14 PM WIB

Marak Kasus Persetubuhan, Waspadai Penggunaan Media Sosial Pada Anak

SINGARAJA – Para pegiat anak meminta agar orang tua lebih waspada saat anak mereka memanfaatkan media sosial.

Sebab sarana itu bisa menjadi pintu kejahatan. Sehingga berujung pada anak menjadi korban kejahatan, maupun anak menjadi pelaku kejahatan.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Buleleng terus melakukan identifikasi terhadap peristiwa kejahatan yang melibatkan anak.

Baik itu anak sebagai korban maupun pelaku. Salah satu penyebab utama ialah media sosial. Hampir 90 persen kasus kejahatan yang melibatkan anak, berawal dari perkenalan dari media sosial.

Salah satu kasus terbaru ialah persetubuhan terhadap anak berusia 13 tahun asal Kecamatan Seririt. Anak itu disetubuhi oleh 5 orang pria dalam kurun waktu dua hari.

Mirisnya dari lima orang tersangka persetubuhan, sebanyak dua orang diantaranya masih berstatus anak.

Ketua P2TP2A Made Ricko Wibawa mengatakan, kasus itu berawal dari perkenalan korban dengan pelaku melalui media sosial. Sehingga sang anak terjebak dengan bujuk rayu tersangka.

“Awalnya kami merasa aneh, karena korban ini dari Seririt, sedangkan tersangkanya dari Singaraja. Setelah kami cari tahu, ternyata perkenalan itu terjadi lewat media sosial,” kata Ricko.

Ricko menyebut, anak kerap kali menyebar nomor ponsel mereka di berbagai media sosial. Padahal mengumbar nomor ponsel di media sosial, bisa menjadi pintu masuk anak menjadi korban kejahatan.

Terutama kejahatan seksual. Hal itu ia kategorikan sebagai penyalahgunaan media sosial. “Ada etikanya saat menyebar nomor ponsel orang lain,” ujarnya.

Berdasar pengamatan aktivis anak, sejak setahun terakhir penyalahgunaan media sosial kian tumbuh. Diduga hal itu berkaitan dengan minimnya pengawasan orang tua selama masa belajar dari rumah.

Pengawasan anak saat menggunakan gadget makin minim. Dampaknya anak pun memanfaatkan peluang tersebut.

“Alasannya belajar, tapi mengakses media sosial. Akhirnya berhasil mengakses konten-konten yang tidak patut untuk anak seumuran mereka.

Sebenarnya pemanfaatan gadget itu bagus untuk mengakses informasi yang sehat. Hanya orang tua tidak boleh abai mengawasi,” tegasnya. 

SINGARAJA – Para pegiat anak meminta agar orang tua lebih waspada saat anak mereka memanfaatkan media sosial.

Sebab sarana itu bisa menjadi pintu kejahatan. Sehingga berujung pada anak menjadi korban kejahatan, maupun anak menjadi pelaku kejahatan.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Buleleng terus melakukan identifikasi terhadap peristiwa kejahatan yang melibatkan anak.

Baik itu anak sebagai korban maupun pelaku. Salah satu penyebab utama ialah media sosial. Hampir 90 persen kasus kejahatan yang melibatkan anak, berawal dari perkenalan dari media sosial.

Salah satu kasus terbaru ialah persetubuhan terhadap anak berusia 13 tahun asal Kecamatan Seririt. Anak itu disetubuhi oleh 5 orang pria dalam kurun waktu dua hari.

Mirisnya dari lima orang tersangka persetubuhan, sebanyak dua orang diantaranya masih berstatus anak.

Ketua P2TP2A Made Ricko Wibawa mengatakan, kasus itu berawal dari perkenalan korban dengan pelaku melalui media sosial. Sehingga sang anak terjebak dengan bujuk rayu tersangka.

“Awalnya kami merasa aneh, karena korban ini dari Seririt, sedangkan tersangkanya dari Singaraja. Setelah kami cari tahu, ternyata perkenalan itu terjadi lewat media sosial,” kata Ricko.

Ricko menyebut, anak kerap kali menyebar nomor ponsel mereka di berbagai media sosial. Padahal mengumbar nomor ponsel di media sosial, bisa menjadi pintu masuk anak menjadi korban kejahatan.

Terutama kejahatan seksual. Hal itu ia kategorikan sebagai penyalahgunaan media sosial. “Ada etikanya saat menyebar nomor ponsel orang lain,” ujarnya.

Berdasar pengamatan aktivis anak, sejak setahun terakhir penyalahgunaan media sosial kian tumbuh. Diduga hal itu berkaitan dengan minimnya pengawasan orang tua selama masa belajar dari rumah.

Pengawasan anak saat menggunakan gadget makin minim. Dampaknya anak pun memanfaatkan peluang tersebut.

“Alasannya belajar, tapi mengakses media sosial. Akhirnya berhasil mengakses konten-konten yang tidak patut untuk anak seumuran mereka.

Sebenarnya pemanfaatan gadget itu bagus untuk mengakses informasi yang sehat. Hanya orang tua tidak boleh abai mengawasi,” tegasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/