26.5 C
Jakarta
13 Desember 2024, 6:18 AM WIB

Jalan Tol Jagat Kerthi Tak Ganggu Subak dan Kesucian Pura

DENPASAR, Radar Bali- Acungan jempol kembali ditujukan kepada Gubernur Bali Wayan Koster atas groundbreaking Jalan Tol Jagat Kerthi Bali bersama Menteri PUPR, Basuki Hadimulyono di Pekutatan, Jembrana. Akademisi Universitas Udayana menilai jalan tol pertama di Indonesia yang dilengkapi fasilitas jalur sepeda melewati 3 kabupaten, 13 kecamatan, dan 58 desa se-panjang 96,21 km itu tidak mengganggu subak maupun merusak kesucian pura.

Jalan Tol Jagat Kerthi Bali diharapkan menampilkan ornamen arsitektur Bali di gerbang dan bagian badan lampu agar masyarakat maupun wisatawan yang melintasi tol Gilimanuk- Mengwi ini merasakan keagungan budaya Pulau Dewata.

Harapan itu disampaikan pakar arsitektur Bali, Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT. Sang guru besar menyatakan bahwa konsep pambangunan Tol Jagat Kerthi sangat bagus karena memberikan kemudahan kepada masyarakat serta jadi penghubung antara Bali Tengah dan Bali Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan.

Dijelaskan Prof. Oka Ayu Saraswati budaya di Mengwi dikenal dengan istilah bebadungan yang dinamis, sedangkan di Bali Barat budayanya lebih soft atau lembut. Jalan Tol Jagat Kerthi Bali diharapkan menjadi penghubung budaya tersebut. Dari sisi arsitektur yang digunakan, orang Bali terbiasa menikmati karya seni, khususnya arsitektur dengan panca indra. “Di Bali kita menganut bahwa bangunan harus terdiri kepala, badan, dan kaki yang mencirikan bahwa bangunan tersebut adalah bangunan Bali. Kemudian ide penggunaan arsitektur dan ornamen Bali sangat menarik. Karena itu dalam pembangunan jalan tol ini perlu menampilkan ornamen dan arsitektur Bali agar masyarakat yang melintasi jalan tol ini merasakan bahwa mereka sedang berada di Pulau Dewata,” jelasnya.

Budayawan Bali, Putu Satria Kesuma menilai Jalan Tol Jagat Kerthi perlu diancungi jempol. Pasalnya tidak mengganggu subak dan merusak kesucian pura. Menurutnya ini merupakan prestasi besar, karena tol Gilimanuk-Mengwi diimpikan sejak lama oleh masyarakat Bali, karena jalur lintas yang sangat padat dan berisiko tinggi. “Banyak truk dan bus-bus besar yang melewatinya. Begitu pun dengan arus barang dari Jawa menuju Bali yang tinggi melewati jalan tersebut, sehingga sangat riskan terjadi kecelakaan lalu lintas,” ujar Satria Kesuma.

Pegiat seni asal Buleleng ini memandang pemasangan ornamen Bali di gerbang dan lampu tol harus direalisasikan untuk menunjukkan identitas budaya Bali. Namun dalam penempatan ornamen Bali harus memperhatikan faktor etika, estetika, dan filosofi serta kesakralannya. “Sangat bagus kalau ada ornamen Bali yang akan disisipkan di Jalan Tol Jagat Kerthi Bali, sehingga bisa menjadi identitas bahwa pengguna jalan tol ini sedang berada di Pulau Bali,” ungkapnya.

Senada, Gede Windu Sancaya, akademisi Unud mengatakan pembangunan Jalan Tol Jagat Kerthi Bali merupakan bagian dari proyek strategis nasional yang dilakukan di Bali. Oleh karena itu, masyarakat wajib menyukseskannya. Hanya saja, perlu dibarengi dengan kesiapan masyarakat dalam menyikapi kehadiran jalan tol ini. Karena bagaimana pun keberadaan jalan tol nantinya akan berdampak pada persoalan sosial budaya masyarakat Bali. “Kita harus meningkatkan kualitas SDM manusia Bali, agar tidak menjadi penonton dan tidak hanya jadi konsumen. Tapi SDM Bali harus produktif memanfaatkan kehadiran jalan tol ini dengan siap bersaing, dan harus mengantisipasi persoalan alih fungsi lahan yang sudah pasti tidak dapat dihindari,” tegasnya.

Windu Sancaya menegaskan ornamen Bali sangat penting untuk ditampilkan di jalan tol, karena mengandung estetika. Namun kekhasan budaya dalam bangunan itu dapat diwujudkan, apabila arsitektur yang bercirikan tradisi Bali ini dibuat suatu peraturan yang mengatur secara rinci tentang bangunan dan pembangunan yang akan dilakukan di sepanjang jalan tol itu. Pada saat  yang sama juga perlu dibuat Perda yang mengatur tentang jalur hijau untuk melindungi alam dan lingkungan di seluruh kawasan yang dilalui jalan tol.

“Hal ini harus dikerjakan saat ini juga. Jangan sampai setelah jalan tol selesai baru dibuatkan Perda Tata Ruang, atau bahkan tidak dibuatkan sama sekali. Perda Tata Ruangnya juga harus sinkron antara provinsi dan kabupaten dengan berpedoman pada visi dan misi Nangun Sat Kerti Loka Bali, sehingga betul – betul terwujud Bali Era Baru seperti apa yang dimaksudkan oleh Gubernur Bali kita, yaitu Bapak Wayan Koster,” jelasnya. (adv/ken)

DENPASAR, Radar Bali- Acungan jempol kembali ditujukan kepada Gubernur Bali Wayan Koster atas groundbreaking Jalan Tol Jagat Kerthi Bali bersama Menteri PUPR, Basuki Hadimulyono di Pekutatan, Jembrana. Akademisi Universitas Udayana menilai jalan tol pertama di Indonesia yang dilengkapi fasilitas jalur sepeda melewati 3 kabupaten, 13 kecamatan, dan 58 desa se-panjang 96,21 km itu tidak mengganggu subak maupun merusak kesucian pura.

Jalan Tol Jagat Kerthi Bali diharapkan menampilkan ornamen arsitektur Bali di gerbang dan bagian badan lampu agar masyarakat maupun wisatawan yang melintasi tol Gilimanuk- Mengwi ini merasakan keagungan budaya Pulau Dewata.

Harapan itu disampaikan pakar arsitektur Bali, Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT. Sang guru besar menyatakan bahwa konsep pambangunan Tol Jagat Kerthi sangat bagus karena memberikan kemudahan kepada masyarakat serta jadi penghubung antara Bali Tengah dan Bali Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan.

Dijelaskan Prof. Oka Ayu Saraswati budaya di Mengwi dikenal dengan istilah bebadungan yang dinamis, sedangkan di Bali Barat budayanya lebih soft atau lembut. Jalan Tol Jagat Kerthi Bali diharapkan menjadi penghubung budaya tersebut. Dari sisi arsitektur yang digunakan, orang Bali terbiasa menikmati karya seni, khususnya arsitektur dengan panca indra. “Di Bali kita menganut bahwa bangunan harus terdiri kepala, badan, dan kaki yang mencirikan bahwa bangunan tersebut adalah bangunan Bali. Kemudian ide penggunaan arsitektur dan ornamen Bali sangat menarik. Karena itu dalam pembangunan jalan tol ini perlu menampilkan ornamen dan arsitektur Bali agar masyarakat yang melintasi jalan tol ini merasakan bahwa mereka sedang berada di Pulau Dewata,” jelasnya.

Budayawan Bali, Putu Satria Kesuma menilai Jalan Tol Jagat Kerthi perlu diancungi jempol. Pasalnya tidak mengganggu subak dan merusak kesucian pura. Menurutnya ini merupakan prestasi besar, karena tol Gilimanuk-Mengwi diimpikan sejak lama oleh masyarakat Bali, karena jalur lintas yang sangat padat dan berisiko tinggi. “Banyak truk dan bus-bus besar yang melewatinya. Begitu pun dengan arus barang dari Jawa menuju Bali yang tinggi melewati jalan tersebut, sehingga sangat riskan terjadi kecelakaan lalu lintas,” ujar Satria Kesuma.

Pegiat seni asal Buleleng ini memandang pemasangan ornamen Bali di gerbang dan lampu tol harus direalisasikan untuk menunjukkan identitas budaya Bali. Namun dalam penempatan ornamen Bali harus memperhatikan faktor etika, estetika, dan filosofi serta kesakralannya. “Sangat bagus kalau ada ornamen Bali yang akan disisipkan di Jalan Tol Jagat Kerthi Bali, sehingga bisa menjadi identitas bahwa pengguna jalan tol ini sedang berada di Pulau Bali,” ungkapnya.

Senada, Gede Windu Sancaya, akademisi Unud mengatakan pembangunan Jalan Tol Jagat Kerthi Bali merupakan bagian dari proyek strategis nasional yang dilakukan di Bali. Oleh karena itu, masyarakat wajib menyukseskannya. Hanya saja, perlu dibarengi dengan kesiapan masyarakat dalam menyikapi kehadiran jalan tol ini. Karena bagaimana pun keberadaan jalan tol nantinya akan berdampak pada persoalan sosial budaya masyarakat Bali. “Kita harus meningkatkan kualitas SDM manusia Bali, agar tidak menjadi penonton dan tidak hanya jadi konsumen. Tapi SDM Bali harus produktif memanfaatkan kehadiran jalan tol ini dengan siap bersaing, dan harus mengantisipasi persoalan alih fungsi lahan yang sudah pasti tidak dapat dihindari,” tegasnya.

Windu Sancaya menegaskan ornamen Bali sangat penting untuk ditampilkan di jalan tol, karena mengandung estetika. Namun kekhasan budaya dalam bangunan itu dapat diwujudkan, apabila arsitektur yang bercirikan tradisi Bali ini dibuat suatu peraturan yang mengatur secara rinci tentang bangunan dan pembangunan yang akan dilakukan di sepanjang jalan tol itu. Pada saat  yang sama juga perlu dibuat Perda yang mengatur tentang jalur hijau untuk melindungi alam dan lingkungan di seluruh kawasan yang dilalui jalan tol.

“Hal ini harus dikerjakan saat ini juga. Jangan sampai setelah jalan tol selesai baru dibuatkan Perda Tata Ruang, atau bahkan tidak dibuatkan sama sekali. Perda Tata Ruangnya juga harus sinkron antara provinsi dan kabupaten dengan berpedoman pada visi dan misi Nangun Sat Kerti Loka Bali, sehingga betul – betul terwujud Bali Era Baru seperti apa yang dimaksudkan oleh Gubernur Bali kita, yaitu Bapak Wayan Koster,” jelasnya. (adv/ken)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/