SINGARAJA – Rancana pembangunan bandar udara (bandara) Bali utara di Kabupaten Buleleng semakin tak jelas dan tak pasti.
Setelah sebelumnya polemik lokasi bandara di Desa/Kecamatan Kubutambahan menuai kontroversi, kini opsi kedua lokasi bandara di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, menuai hal serupa.
Warga setempat menolak keras rencana proyek bandara di wilayahnya. Mereka menganggap pilihan menjatuhkan lokasi bandara
di Desa Sumberklampok pasca deadlock di Desa Kubutambahan dianggap mustahil mengingat lahan tersebut masih berstatus konflik agraria.
Sebelumnya memang mencuat isu pemindahan lokasi bandara Bali Utara dari Desa Kubutambahan ke Buleleng barat.
Tepatnya lokasi bandara bakal berada di Desa Sumberklampok, Gerokgak. Sejumlah tokoh desa itu membenarkan rencana bandara berlokasi di desa mereka.
Awalnya warga setempat tidak mengetahui wilayah mereka telah di pilih menjadi opsi lokasi bendara Bali Utara.
Pasalnya, warga masih berpatokan pada komitmen Gubernur Bali soal solusi jalan tengah terkait konflik berkepanjangan untuk memberikan lahan kepada warga dengan komposisi 70 ; 30.
Warga mengaku kaget saat diundang Gubernur untuk membicarakan masalah lahan di Desa Sumberklampok menjadi pilihan lokasi bandara.
Tentu saja rencana itu ditolak mentah-mentah karena dianggap tidak ada dalam kerangka penyelesaian masalah lahan didesa tersebut.
Ketua Tim 9 Penyelesaian Tanah di Desa Sumberklampok, Putu Artana mengaku beberapa tokoh desa dan anggota tim 9 memang diundang oleh Gubenur Bali pada Selasa (13/10) lalu.
“Saya kira mau menyelesaikan soal lahan desa Sumberklampok yang kini ditempati warga sudah puluhan tahun lama.
Malah kami dicekoki dengan soal pembangunan Bandara Bali Utara yang berlokasi di desa Sumberklampok.
Seperti mendengar sambaran petir disiang bolong saat dipaparkan rencana bandara didesa,” ungkap Artana kemarin.
Saat pertemuan dengan Gubernur Bali rumah jabatan Jaya Saba, semua undangan tak boleh bawa HP didalam ruangannya.
HP diharus dititip. Agar tidak ada pengambilan gambar foto dan perekaman. “Dengan rencana bandara di Desa Sumberklampok bagai petir disiang bolong, kami tegas menolak,” ucapnya.
Menurut Artana, lahan di Desa Sumberklampok seluas 600 hektare yang berasal dari lahan eks HGU dengan luas 200 hektare.
Unit dua dikuasai PT. Margarana seluas 267 hektare dan unit 3 seluas 151 hektare. “Kami pastikan menolaknya (bandara,red),” pungkasnya.