TABANAN – Ratusan warga Banjar Sandan, Bangli, Baturiti, Tabanan sejak tiga hari lalu secara mendadak terserang penyakit diare.
Serangan wabah diare diduga terjadi, karena faktor air minum yang diambil warga dari penyedia air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pasimas) yang ada di Banjar Sandan, Desa Bangli.
Salah seorang warga Banjar Sandan I Ketut Yastini, 33, tampak merintih kesakitan memegang perutnya ketika ditemui Jawa Pos Radar Bali di rumahnya.
Bidan desa itu terlihat sedang memberikan pertolongan pengobatan kepadanya. “Saya sudah tiga hari lalu mulai Minggu (13/1) saya sakit perut.
Gejala awalnya panas, lemas, perut terasa mules, pusing dan mendadak mencret. Sehari bisa 4 sampai 5 kali bolak balik buang air besar ke kamar mandi,” tuturnya kepada petugas kesehatan.
Menurutnya, faktor penyebab bukan dari makanan. Keluarga makan dengan lauk pauk tahu, tempe, ikan dan sayur seperti biasa.
Kemudian juga di desa tak ada warga yang memiliki acara gawe atau upacara lainnya. Sehingga tidak ada makanan lain yang dikonsumsi.
“Selain itu untuk air minum sehari-hari sudah biasa kami minum air langsung dari pamsimas milik desa. Tanpa dimasak terlebih dahulu.
Kejadian wabah diare ini kali pertama terjadi dengan jumlah ratusan warga yang terserang,” ungkap Yastini.
Kondisi Yastini saat ini masih lemas meskipun, petugas medis sudah memberikan obat. Tetapi perutnya masih terasa mulas dan sakit.
“Hari ini saja saya sudah 4 kali ke kamar mandi buang air. Saya tak mengetahui faktor apa penyebab wabah diare,” jelasnya Selasa kemarin.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketut Suarnata, 48 warga Banjar Sandan, Desa Bangli. Dirinya mengidap hal sama dengan I Ketut Yastini yakni menderita penyakit diare.
Suarnata terkena penyakit diare sejak Senin (14/1) lalu dengan gejala perut mules, disertai panas, badan lemas, pusing hingga harus bolak balak kamar mandi untuk buang air.
“Saya langsung periksa bidan desa dan dibilang kena penyakit diare. Beruntung saya langsung berobat. Jika tidak saya sudah masuk rumah sakit,” katanya.
Suarnata katakan petugas medis sudah datang ke rumahnya untuk mengambil sampel air minum dan makanan. Kini masih banyak warga lainnya yang juga kena diare dan sedang dirawat inap di Puskemas Baturuti I.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Tabanan I Nengah Suarma Putra yang turun langsung ke lapangan mengatakan, kasus diare di Banjar Sandan, Bangli, Baturiti merupakan kejadian luar biasa (KLB).
Karena adanya peningkatan kasus dua kali lipat secara kurun waktu berturut-turut. Terhitung tiga hari. Dengan gejala secara medis hampir sama yakni sakit perut, pusing, lemas dan mencret mengalami penyakit diare.
Hingga saat ini pihaknya mencatat sebanyak 105 orang warga Banjar Sandan yang terserang wabah diare terjadi dari tanggal 13 sampai 15 Januari.
Minggu sore (13/1) sekitar 18.00 sebanyak 45 warga harus berobat ke bidan desa setempat. Kumudian berlanjut Senin, sebanyak 56 orang juga mengalami penyakit diare dan bertambah hingga saat ini ada 5 warga juga menderita penyakit diare.
“Di Puskemas Baturiit, 1 5 warga Banjar Sandan masih dirawat inap. Kemudian di klinik Banjar Sayang 1 warga dirawat ini, RSU Semara Ratih 1 warga juga dilakukan perawatan medis,
dan 1 warga lainnya karena kondisi lemah harus dirujuk kembali ke BRSUD Tabanan. Sedangkan sisa warga lainnya diberikan pertolongan pengobatan di rumahnya,” bebernya.
Dijelaskan Suarma, pihaknya saat ini masih melaksanakan penanggulangan pencegahan penyakit bersama tim gerak cepat Dinas Kesehatan Tabanan.
Selain memberikan obat kepada warga. Pihaknya juga memberikan penyuluhan dan sosialisasi terkait dengan prilaku hidup sehat dengan mengubah pola pikir masyarakat desa.
Dari yang dulunya langsung meminum air tanpa dimasak. Kini harus minum air yang diambil dari PAM desa dengan cara dimasak.
Mengenai apakah ada indikasi air minum yang diminum warga Banjar Sandan tercemar oleh pestisida. Jika pihaknya kaitkan dengan hubungan kesehatan, tidak mungkin.
Karena bila air air tercemar pestisida. Maka gejala yang ditimbul adalah keracunan dengan gejala awal berupa mual dan muntah-muntah.
“Sedangkan dari faktor makanan kami rasa tidak, karena dari pengakuan warga. Mereka makan seperti biasa. Kami menduga kemungkinan besar,
wabah diare faktor penyebab dari air minum yang tidak dimasak warga dan belum dilakukan proses kaporitisati.
Karena warga disini langsung meminum air tersebut. Dugaan kami air yang diminum warga kami sudah tercemar bakteri,” bebernya,” terangnya.
Lanjutnya, juga faktor lainnya prilaku hidup warga yang tidak sehat. Artinya faktor kebersihan rumah, jamban dan lainnya.
Pihaknya juga sudah mengambil sampel air minum yang berasal dari sumber mata air desa dan air minum yang sudah disalurkan ke pipa air milik warga. Untuk dilakukan uji laboratorium oleh Dinkes Tabanan dan Dinkes Bali.
“Hasil uji laboratorium dalam jangka waktu 7 sampai 10 hari. Baru kami dapat dikeluarkan hasilnya, apakah karena bakteri pada air atau faktor lainnya,” pungkasnya.
Sekretaris Desa Pakraman Sandan Made Kondra mengungkapkan air yang diminum warga bersumber dari mata air yang keluar dari bebatuan tanah. Tidak mungkin tercemar.
PAM desa sejatinya sudah berdiri dan dibangun secara swadaya oleh masyarakat sejak tahun 2002 silam.
Sejauh ini saluran pipa air warga tidak ada yang tersumbat atau mengalami gangguan. Bahkan belum ada yang tercemar limbah atau bahan lainnya.
“Tetapi baru kali warga Banjar Sandan mengalami wabah diare. Padahal kami sudah terbiasa minum air tanpa dimasak,” imbuhnya.