SINGARAJA – Rasa traumatis dirasakan korban pencabulan pekak Putu Suardika alias Leoang, 63. Korban yang baru berusia 16 tahun ini mengalami depresi mendalam akibat ulah tersangka.
Fakta itu diungkap Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak P2TP2A Bulelen Made Riko Wibawa.
Riko menyebut pihaknya tengah memberikan pendampingan psikolog untuk bisa mempercepat proses pemulihan terhadap siswa SD asal Seririt tersebut.
Trauma yang dihadapi korban bukan saja akibat perlakuan bejat dari pekak Leong. Namun ada tekanan luar yang dirasakan bocah 12 tahun tersebut.
Baik lingkungannya, orang di sekelingnya maupun sekolahnya. “Kami berikan pendampingan agar korban benar-benar pulih.
Kami sudah berkoordinasi dengan pihak sekolah, agar korban tidak lagi dibulying sama teman-temannya di sekolah,” ujar Riko.
Menurut Riko, pihaknya memberikan kebebasan kepada orang tua korban Bunga apakah Bunga akan tinggal di rumah singgah atau di rumahnya saja, selama masa pemulihan.
Selama ini korban tinggal di rumahnya dengan adik dan ayahnya. Ibunya sudah cerai. Tapi sering ditinggal kerja ayahnya, sehingga pengawasannya kurang. “Kami sarankan agar korban dititip di panti asuhan saja,” kata Rico.
Diakui Riko untuk kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur memang marak terjadi di Buleleng.
Berdasar data yang ada tahun 2018 lalu ada sekitar 6 kasus persetubuhan terhadap anak yang terima laporan pengaduan oleh Polres Buleleng.
Dengan perkara hukum yang bisa diselesaikan sebanyak 4 kasus. Kemudian tahun 2019 cukup mengalami peningkatan kasus kasus persetubuhan terhadap anak 16 kasus dan tuntas penyelesaiannya sebanyak 13 kasus.
Riko berharap seluruh masyarakat khususnya para orangtua lebih aktif melakukan pengawasan untuk dapat mencegah kasus ini dapat terulang.
“Peran orangtua harus lebih mengawasi anaknya, lebih terbuka diri membangun komunikasi dengan nak-anak remaja,” tandasnya.