29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:18 AM WIB

Prevalensi Kematian di Buleleng Capai 5 %, Ini Langkah Satgas Covid-19

SINGARAJA – Prevalensi kasus kematian akibat covid-19 di Kabupaten Buleleng terus meningkat. Bila sebelumnya prevalensi kematian hanya 4 persen dari keseluruhan kasus.

Jelang akhir pekan ini, prevalensi kematian meningkat menjadi 5 persen. Merujuk data sebaran kasus yang dirilis Satgas Penanganan Covid-19 Buleleng kemarin, secara akumulatif tercatat ada 949 kasus terkonfirmasi positif covid-19 di Buleleng.

Dari ratusan kasus itu, sebanyak 852 orang telah dinyatakan sembuh dan 49 orang lainnya tengah menjalani perawatan. Sementara 48 orang lainnya meninggal dunia.

Bila merujuk data tersebut, prevalensi kematian kasus covid-19 di Buleleng kini berada pada angka 5,05 persen.

Hingga kini hanya ada dua kabupaten yang berada dalam prevalensi kematian dengan angka di atas 5 persen. Yakni Kabupaten Buleleng serta Kabupaten Karangasem dengan prevalensi kasus 5,38 persen.

Sekretaris GTPP Covid-19 Buleleng Gede Suyasa yang dikonfirmasi kemarin tak menampik hal tersebut.

Menurut Suyasa ada beberapa variabel yang juga harus diperhatikan dalam kasus kematian. Terutama penyakit bawaan pasien.

Virus SARS-CoV-2 yang memicu covid-19, menyebabkan penyakit bawaan pasien makin parah.

Suyasa menyebut saat rapat virtual dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ada sejumlah perdebatan yang terjadi.

Terutama terkait dengan status pasien meninggal. Sebab sebagian besar kasus meninggal dunia, tergolong memiliki penyakit bawaan yang berat. Seperti diabetes, ginjal, maupun jantung.

“Ini sangat debatable. Karena akan berpengaruh dengan protokol tata laksana jenazah. Kalau penyakit bawaan berat, kemudian hasil swabnya positif, tidak kami anggap covid,

bagaimana dengan tata laksana jenazah? Kalau diperlakukan seperti biasa, kemudian muncul klaster baru, bagaimana tindaklanjutnya? Begitu juga sebaliknya. Ada banyak hal yang masih dibahas,” kata Suyasa.

Menurutnya GTPP saat ini masih tetap berpatokan pada Protokol Kesehatan Revisi 5 yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Salah satu poin dalam protokol itu ialah, pasien yang meninggal dengan hasil swab terkonfirmasi positif, dinyatakan sebagai kasus covid-19.

Sehingga proses tata laksana jenazah harus mengikuti protokol kesehatan. “Kecuali nanti ada SK Menkes yang baru, kami akan ikuti itu. Kalau kami lihat, memang harus ada pemilahan.

Karena sebagian besar kasus yang kami lihat bukan hanya berhenti pada hasil swab positif. Tapi ada penyakit bawaan seperti diabetes, jantung, dan ginjal,” imbuhnya.

Melihat prevalensi kematian yang makin tinggi, Suyasa menyatakan gugus tugas bersama tim medis terus berusaha menekan kasus kematian.

Mulai dari peningkatan fasilitas di rumah sakit rujukan, melengkapi alat pendukung untuk operasional mesin PCR, serta meningkatkan proses tracing pada setiap kasus baru.

SINGARAJA – Prevalensi kasus kematian akibat covid-19 di Kabupaten Buleleng terus meningkat. Bila sebelumnya prevalensi kematian hanya 4 persen dari keseluruhan kasus.

Jelang akhir pekan ini, prevalensi kematian meningkat menjadi 5 persen. Merujuk data sebaran kasus yang dirilis Satgas Penanganan Covid-19 Buleleng kemarin, secara akumulatif tercatat ada 949 kasus terkonfirmasi positif covid-19 di Buleleng.

Dari ratusan kasus itu, sebanyak 852 orang telah dinyatakan sembuh dan 49 orang lainnya tengah menjalani perawatan. Sementara 48 orang lainnya meninggal dunia.

Bila merujuk data tersebut, prevalensi kematian kasus covid-19 di Buleleng kini berada pada angka 5,05 persen.

Hingga kini hanya ada dua kabupaten yang berada dalam prevalensi kematian dengan angka di atas 5 persen. Yakni Kabupaten Buleleng serta Kabupaten Karangasem dengan prevalensi kasus 5,38 persen.

Sekretaris GTPP Covid-19 Buleleng Gede Suyasa yang dikonfirmasi kemarin tak menampik hal tersebut.

Menurut Suyasa ada beberapa variabel yang juga harus diperhatikan dalam kasus kematian. Terutama penyakit bawaan pasien.

Virus SARS-CoV-2 yang memicu covid-19, menyebabkan penyakit bawaan pasien makin parah.

Suyasa menyebut saat rapat virtual dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ada sejumlah perdebatan yang terjadi.

Terutama terkait dengan status pasien meninggal. Sebab sebagian besar kasus meninggal dunia, tergolong memiliki penyakit bawaan yang berat. Seperti diabetes, ginjal, maupun jantung.

“Ini sangat debatable. Karena akan berpengaruh dengan protokol tata laksana jenazah. Kalau penyakit bawaan berat, kemudian hasil swabnya positif, tidak kami anggap covid,

bagaimana dengan tata laksana jenazah? Kalau diperlakukan seperti biasa, kemudian muncul klaster baru, bagaimana tindaklanjutnya? Begitu juga sebaliknya. Ada banyak hal yang masih dibahas,” kata Suyasa.

Menurutnya GTPP saat ini masih tetap berpatokan pada Protokol Kesehatan Revisi 5 yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Salah satu poin dalam protokol itu ialah, pasien yang meninggal dengan hasil swab terkonfirmasi positif, dinyatakan sebagai kasus covid-19.

Sehingga proses tata laksana jenazah harus mengikuti protokol kesehatan. “Kecuali nanti ada SK Menkes yang baru, kami akan ikuti itu. Kalau kami lihat, memang harus ada pemilahan.

Karena sebagian besar kasus yang kami lihat bukan hanya berhenti pada hasil swab positif. Tapi ada penyakit bawaan seperti diabetes, jantung, dan ginjal,” imbuhnya.

Melihat prevalensi kematian yang makin tinggi, Suyasa menyatakan gugus tugas bersama tim medis terus berusaha menekan kasus kematian.

Mulai dari peningkatan fasilitas di rumah sakit rujukan, melengkapi alat pendukung untuk operasional mesin PCR, serta meningkatkan proses tracing pada setiap kasus baru.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/