29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:13 AM WIB

Cabut Kebijakan Rapid Test Gratis, Bentuk Pos Sekat di Perbatasan

SINGARAJA – Kebijakan pemerintah menggratiskan biaya rapid test kini dicabut. Padahal tadinya rapid test digratiskan.

Terutama bagi warga yang sempat melakukan perjalanan ke luar daerah. Lebih lagi yang baru datang dari daerah zona merah dan hitam di Indonesia.

Kebijakan itu dicabut sejak Kamis (18/6) lalu. Alhasil sejumlah warga yang hendak mencari rapid test ke Puskesmas Buleleng I pun terpaksa gigit jari.

Terlebih mereka harus merogoh biaya yang cukup besar untuk menjalani rapid test. Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Buleleng Gede Suyasa mengatakan, pelaksanaan rapid test yang selama ini digratiskan terpaksa tak dilanjutkan.

Kebijakan tersebut tak dilanjutkan, seiring dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor 440/8890/Yankes.Diskes/2020 yang ditandatangani Sekprov Bali Dewa Made Indra pada Kamis lalu.

Dalam SE tersebut, rapid test maupun swab PCR bagi pelaku perjalanan dan mandiri, dapat dipungut biaya sesuai tarif di masing-masing fasilitas kesehatan.

Tarifnya pun tak boleh lebih dari Rp 400ribu untuk rapid test, dan tak boleh lebih dari Rp 1,8 juta untuk tes swab PCR.

“Itu keputusan yang diambil untuk bisa menertibkan perjalanan dan pelaku perjalanan. Sehingga potensi penularan Covid-19 bisa dicegah.

Tentu kami di kabupaten tidak akan mungkinkan kebijakannya bertentangan dengan provinsi,” kata Suyasa.

Praktis kini biaya rapid test bagi pelaku perjalanan luar daerah – termasuk sopir sembako – dibebankan pada para sopir maupun perusahaan distribusi.

Pemerintah menganggap kewajiban pelaksanaan rapid test maupun test swab PCR, merupakan kewajiban perusahaan dalam mendukung upaya pemerintah mencegah penyebaran covid.

Dampak positifnya, kata Suyasa, jumlah warga yang mencari rapid test di Puskesmas Buleleng I mengalami penurunan tajam.

Selama ini, saat rapid test digratiskan, terjadi lonjakan pengunjung yang signifikan. Bahkan bisa mencapai 150 orang per hari, khusus yang mencari rapid test saja.

Dampaknya penerapan social distancing maupun physical distancing di puskesmas amburadul, karena padatnya pengunjung.

“Jumlah pengunjung sudah mulai menurun. Sebenarnya semua puskesmas bisa melayani rapid test. Tapi surat dari provinsi

langsung menunjuk Puskesmas Buleleng I sebagai lokasi pelaksanaan rapid test, sehingga kami pusatkan di sana,” imbuhnya.

Di sisi lain, gugus tugas terus mematangkan rencana pembentukan pos sekat di kawasan perbatasan. Di wilayah barat, pos sekat akan didirikan di kawasan Labuan Lalang, Desa Sumberklampok.

Sementara di wilayah timur pos sekat akan memanfaatkan SDN 1 Tembok. Gugus tugas juga meminta pada warga taat dengan syarat adiministrasi. Terutama hasil rapid test atau swab PCR.

“Jangan coba-coba nggak lengkap administrasi kalau mau masuk daerah orang. Kami sudah punya pengalaman satu sopir positif dan sampai sekarang masih kami rawat akibat penularannya. Ini yang kami hindari,” tukas Suyasa.

Sekadar diketahui kasus positif covid-19 di Kabupaten Buleleng secara kumulatif mencapai 87 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 77 orang diantaranya telah dinyatakan sembuh. Sementara 10 orang sisanya masih menjalani perawatan.

SINGARAJA – Kebijakan pemerintah menggratiskan biaya rapid test kini dicabut. Padahal tadinya rapid test digratiskan.

Terutama bagi warga yang sempat melakukan perjalanan ke luar daerah. Lebih lagi yang baru datang dari daerah zona merah dan hitam di Indonesia.

Kebijakan itu dicabut sejak Kamis (18/6) lalu. Alhasil sejumlah warga yang hendak mencari rapid test ke Puskesmas Buleleng I pun terpaksa gigit jari.

Terlebih mereka harus merogoh biaya yang cukup besar untuk menjalani rapid test. Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Buleleng Gede Suyasa mengatakan, pelaksanaan rapid test yang selama ini digratiskan terpaksa tak dilanjutkan.

Kebijakan tersebut tak dilanjutkan, seiring dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor 440/8890/Yankes.Diskes/2020 yang ditandatangani Sekprov Bali Dewa Made Indra pada Kamis lalu.

Dalam SE tersebut, rapid test maupun swab PCR bagi pelaku perjalanan dan mandiri, dapat dipungut biaya sesuai tarif di masing-masing fasilitas kesehatan.

Tarifnya pun tak boleh lebih dari Rp 400ribu untuk rapid test, dan tak boleh lebih dari Rp 1,8 juta untuk tes swab PCR.

“Itu keputusan yang diambil untuk bisa menertibkan perjalanan dan pelaku perjalanan. Sehingga potensi penularan Covid-19 bisa dicegah.

Tentu kami di kabupaten tidak akan mungkinkan kebijakannya bertentangan dengan provinsi,” kata Suyasa.

Praktis kini biaya rapid test bagi pelaku perjalanan luar daerah – termasuk sopir sembako – dibebankan pada para sopir maupun perusahaan distribusi.

Pemerintah menganggap kewajiban pelaksanaan rapid test maupun test swab PCR, merupakan kewajiban perusahaan dalam mendukung upaya pemerintah mencegah penyebaran covid.

Dampak positifnya, kata Suyasa, jumlah warga yang mencari rapid test di Puskesmas Buleleng I mengalami penurunan tajam.

Selama ini, saat rapid test digratiskan, terjadi lonjakan pengunjung yang signifikan. Bahkan bisa mencapai 150 orang per hari, khusus yang mencari rapid test saja.

Dampaknya penerapan social distancing maupun physical distancing di puskesmas amburadul, karena padatnya pengunjung.

“Jumlah pengunjung sudah mulai menurun. Sebenarnya semua puskesmas bisa melayani rapid test. Tapi surat dari provinsi

langsung menunjuk Puskesmas Buleleng I sebagai lokasi pelaksanaan rapid test, sehingga kami pusatkan di sana,” imbuhnya.

Di sisi lain, gugus tugas terus mematangkan rencana pembentukan pos sekat di kawasan perbatasan. Di wilayah barat, pos sekat akan didirikan di kawasan Labuan Lalang, Desa Sumberklampok.

Sementara di wilayah timur pos sekat akan memanfaatkan SDN 1 Tembok. Gugus tugas juga meminta pada warga taat dengan syarat adiministrasi. Terutama hasil rapid test atau swab PCR.

“Jangan coba-coba nggak lengkap administrasi kalau mau masuk daerah orang. Kami sudah punya pengalaman satu sopir positif dan sampai sekarang masih kami rawat akibat penularannya. Ini yang kami hindari,” tukas Suyasa.

Sekadar diketahui kasus positif covid-19 di Kabupaten Buleleng secara kumulatif mencapai 87 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 77 orang diantaranya telah dinyatakan sembuh. Sementara 10 orang sisanya masih menjalani perawatan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/