RadarBali.com – Sejak dua hari terakhir kegempaan gunungapi Agung turun lumayan drastis. Kondisi ini jelas melegakan banyak pihak.
Terutama bagi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Sebagai penanggung jawab, peran mereka begitu vital, untuk menentukan status sebuah gunungapi.
Namun, untuk menentukan penurunan status tak mudah. Banyak variabel yang perlu dipertimbangkan. Hal itu terungkap saat jumpa pers PVMBG di Banjar Dangin, Pasar Desa Rendang, Sabtu (21/10).
Dalam jumpa pers yang dihadiri Kepala Pusat PVMBG Kasbani didampingi Gede Suantika dan Devi Kamil Syahbana, pihak PVMBG menyatakan secara visual kondisi kawah Gunung Agung telah berubah secara signifikan.
“Pada kondisi normal kawah Gunung Agung tidak mengeluarkan asap. Tapi, pada periode krisis ini asap teramati. Ketinggian hembusan asap teramati pada 7 Oktober dengan ketinggian berkisar 100- 500 m,” ujar Kasbani.
Menurutnya, citra satelit menujukkan terbentuknya area panas baru di permukaan kawah bagian timur laut maupun di tengah kawah.
Keluarnya air dari permukaan menunjukkan adanya gangguan hidrologis di dalam tubuh gunung akibat pergerakan magma yang masif.
“Yang perlu diketahui, sejak kemarin jumlah gempa mengalami penurunan cukup dramatis. Namun, itu tidak cukup mendukung untuk
bisa menurunkan status Gunung Agung. Untuk menentukan status, harus berdasar semua peralatan yang berhubungan dengan gunung,” bebernya.
Kasbani menambahkan, berdasar data GPS selama satu bulan terakhir menunjukkan terjadi penggembungan di bagian puncak sekitar 6 cm.
Data satelit yang terakhir pada tanggal 15 Oktober juga menunjukkan bahwa di puncak terjadi penggembungan berkisar antara 6 cm.
“Hasilnya sama. Itu menunjukkan magma sudah berada di atas permukaan kawah dengan jarak dari kawah 4 km,” bebernya.
Berdasar kondisi tersebut, tidak tepat untuk menurunkan status Gunung Agung dari awas menjadi siaga. “Jadi, Gunung Agung tetap diputuskan berstatus awas,” tambahnya.