NEGARA – Upaya hukum peninjauan kembali (PK) dua kasus korupsi dengan terpidana mantan bupati Jembrana I Gede Winasa merupakan upaya terakhir yang ditempuh untuk mengoreksi putusan terakhir Mahkamah Agung (MA).
Apabila upaya PK tersebut ditolak, maka cara terakhir adalah dengan mengembalikan denda dan mengganti kerugian negara sesuai dengan putusan kasasi agar mantan bupati Jembrana tersebut mendapat keringanan hukuman.
Minimal bisa segera bebas dari masa hukuman yang harus dijalani sang mantan bupati visioner itu pada tahun 2035 mendatang.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Peradi Jembrana Supriyono, yang juga pernah menjadi kuasa hukum Winasa dalam kasus korupsi kompos.
Menurut Supriyono, upaya hukum PK kasus korupsi beasiswa Stikes dan Stitna, sudah beredar kabar bahwa PK ditolak MA.
Namun hingga saat ini belum ada salinan putusan PK yang diterima. Jika memang ditolak, harapan terakhir PK kasus korupsi perjalanan dinas.
Menurutnya, upaya hukum PK atas dua kasus tersebut merupakan upaya hukum terakhir yang bisa ditempuh untuk mengoreksi putusan terakhir, yakni kasasi MA.
Namun syarat mengajukan PK harus ada novum atau bukti baru yang menguatkan bahwa putusan pengadilan mengenai perkaranya perlu dikoreksi.
“Kalau upaya PK ditolak, mau tidak mau harus menjalani putusan kasasi,” terangnya. Apabila upaya hukum PK ditolak,
agar Winasa bisa mendapatkan hak-haknya sebagai narapidana dengan membayar denda dan ganti rugi yang dibebankan sesuai dengan putusan pengadilan.
Dengan membayar ganti rugi dan denda, maka Winasa bisa mendapatkan keringanan hukuman seperti remisi hari kemerdekaan dan hari raya, serta hak narapidana lainnya sehingga hukuman bisa berkurang.
“Karena Winasa banyak berjasa pada masyarakat, tidak menutup kemungkinan ada gerakan masyarakat yang akan meringankan beban Winasa dengan berdonasi membayar ganti rugi dan denda,” ungkapnya berseloroh.
Seperti diketahui, I Gede Winasa menjalani hukuman 2 tahun 6 bulan atas putusan kasus korupsi Kompos.
Winasa kemudian dijebloskan lagi ke Rutan Kelas II B Negara 26 Mei 2016, karena dugaan kasus korupsi beasiswa dan menyusul kasus korupsi perjalanan dinas.
Kumulatif putusan primer tersebut membuat Winasa dihukum selama 13 tahun atau bebas tahun 2029.
Pidana penjara 13 tahun tersebut hanya putusan primer.
Jika ditambah dengan subsidernya menjadi 19 tahun dari dua kasus korupsi tersut 6 tahun lebih. Karena dalam kasasi terakhir, kasus korupsi beasiswa Stikes dan Stitna dengan pidana penjara 7 tahun,
ditambah membayar denda Rp 500 juta dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 2.322.000.000.
Jika tidak membayar ganti rugi maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun dan jika tidak membayar denda diganti 8 bulan kurungan.
Sedangkan untuk kasus korupsi perjalanam dinas, Winasa dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan.
Ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 797.554.800. Pembayaran uang pengganti ini, diperhitungkan dengan penyetoran pengembalian kelebihan perjalanan dinas Winasa.
Apabila tidak membayar uang pengganti, paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Maka, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Jika harta bendanya tidak mencukupi membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 3 tahun.
Jika tidak membayar denda dan ganti rugi, maka Winasa baru bisa bebas tahun 2035 mendatang.