RadarBali.com– Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali melaksanakan training saat kampanye dan introduksi imunisasi Japanese Encephalitis (JE) bagi petugas kabupaten/kota dan Puskesmas se-Bali.
Diikuti 120 puskesmas dari 9 kabupaten/ kota se-Bali. Kegiatannya dari 24-25 Januari 2018 hari ini, berlangsung Hotel Neo, Jalan Gatot Subroto, Denpasar.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali I Ketut Suarjaya mengatakan, imunisasi ini baru dilaksanakan di Bali.
Tujuannya cegah kasus Japanese Encephalitis (JE) yang ditularkan nyamuk culex atau nyamuk rumah yang bisa menyerang segala jenis umur.
Namun, umumnya terjadi pada anak usia 9 bulan sampai 15 tahun untuk kasus tertinggi.
Gejala virus JE hampir sama dengan gejala penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Di antaranya; sakit kepala, panas tinggi, tetapi ada gejala spesifik lainnya. Yakni, kejang-kejang.
Kasus tertinggi di Indonesia ada di Bali dengan faktor utama di hewan babi yang rentan digigit nyamuk culex.
’’Kalau nyamuk culex ini juga menyerang manusia, fatality-nya sangat tinggi. Yakni, mencapai 35 persen bisa menimbulkan kematian. Dan di Indonesia kasus tertinggi ada di Bali,” ujar Suarjaya.
Sasaran vaksinasi ini sangat diutamakan di Bali, dengan jumlah penderita tertinggi.
Yakni, anak-anak berusia 9 bulan sampai 15 tahun. Vaksinasi akan diberikan kepada anak-anak kurang lebih 1.000.000 anak.
Dan introduksi imunisasi JE akan diberikan pada Maret-April 2018 nanti.
Dia berharap masyarakat bisa memahami vaksinasi ini sangat penting untuk perlindungan masyarakat, agar tidak terserang virus JE ini.
’’Saya minta masyarakat bisa membantu agar semua sasaran. Yakni, anak-anak usia 9 bulan sampai 15 tahun ini agar bersedia divaksinasi,’’ harapnya.
Dijelaskan, vaksinasi ini gratis, aman, dan langsung dilakukan petugas-petugas kesehatan di seluruh Bali.
Upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dengan melakukan vaksinasi dan pemberantasan sarang nyamuk yang dianggap sebagai upaya terbaik.
Dan yang terpenting adalah mengutaman hidup sehat. Sebab, diakui Suarjaya, kasus ini terjadi merata di seluruh Bali, namun angka tertinggi untuk kasus ini terjadi di Jembrana diikuti Buleleng.
’’Tahun 2016 ada 216 kasus yang terlaporkan, dan tahun 2017 juga beberapa kasus terlaporkan. Ini yang baru terlaporkan, karena mirip gejala ini dengan demam berdarah itu terlaporkan mungkin sebagai kasus DBD.
Sementara, kalau digali lebih dalam kasus JE ini lebih banyak dari yang sudah dilaporkan,” tutupnya. (djo)