26.8 C
Jakarta
12 September 2024, 23:22 PM WIB

Diserang Tikus, Petani Subak Bengkel Tabanan Manfaatkan Burung Hantu

TABANAN – Penggunaan burung hantu (Tyto Alba) sebagai predator hama tikus dianggap cukup efektif menekan hama tikus yang kini menyerang para petani Subak Bengkel di Desa Bengkel, Kediri, Tabanan. Ketimbang harus menggunakan pembasmi zat kimia (pestisida). Hal itulah yang gencar dilakukan oleh para petani dan pemerintah Desa Bengkel.

Perbekel Desa Bengkel, I Nyoman Wahya Biantara mengaku lSubak Bengkel yang memiliki luas areal pertanian 300 hektare lebih kerap diserang oleh hama tikus. Bahkan pihaknya beberapa waktu lalu bersama petani Subak Bengkel juga pernah melakukan pengedalian hama tikus dengan teknik gropyokan (memburu) tikus pada lubang-lubang aktif rumah tikus.

“Nah untuk membantu teknik gropyokan membasmi hama tikus, kami perlu juga cara lainnya. Yakni menggunakan predator, yaitu burung hantu jenis Tyto Alba,” ungkapnya.

Dikatakan Wahya sebelumnya petani setempat mengerahkan berbagai cara untuk mengusirnya atau membasminya. Pertama, petani sempat menggunakan bahan kimia atau racun tikus. Namun tak pernah berhasil. Bahan kimia tersebut justru berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya. Bahkan akan berdampak pada jangka panjang.

Kemudian, kata dia, kedua pihaknya di Desa Bengkel bersama Subak Bengkel menggelar gerakan pengendalian (Gerdal) dengan mencari sumber tikus kemudian dimusnahkan atau pembasmian secara manual. Saat itu, hanya berlangsung sebentar saja karena dirasa tak efektif mengingat jumlah hama tikus yang cukup banyak hingga ribuan.

Seiring waktu berjalan, pria yang juga dulunya sebagai bagian dari kelompok konservasi Tyto Alba di Banjar Pagi, Desa Senganan, Penebel ini memutuskan untuk melepasliarkan burung hantu di Subak Bengkel sebagai pembasmi alami hama tikus tersebut. Selain itu juga mendapat bantuan rubuha (rumah burung hantu) dari pemerintah dan ada juga yang dibuatkan secara mandiri oleh krama subak.

Sebelum melepasliarkan Tyto Alba, pihaknya juga melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada seluruh masyarakat di Desa Bengkel termasuk krama Subak Bengkel. Selain itu melakukan pemasangan spanduk dengan mengimbau masyarakat desa bengkel untuk melindungi burung Tyto Alba dan dilarang melakukan perburuan.

“Awalnya kami lepaskan tiga ekor burung Tyto Alba ini sekitar dua bulan lalu. kini sudah bertambah menjadi empat ekor. Karena kami sudah lepasliarkan kembali satu ekor burung Tyto Alba,” ungkapnya dihubungi koran ini.

Rencana ke depan, kata dia, karena dirasa efektif ada muncul wacana untuk membuat konservasi burung hantu ini di Bengkel. Namun, hal tersebut masih sekadar wacana mengingat banyak pertimbangan yang harus dipikirkan mulai dari tempat, waktu, serta yang paling penting adalah petugas yang memelihara atau mengurus konservasi tersebut.

“Ini merupakan program jangka panjang untuk ke depannya. Karena kita mengetahui dengan Tyto Alba ini hasilnya atau efektifitasnya tak bisa dilihat dalam waktu yang singkat melainkan butuh waktu lama,” tandasnya.

TABANAN – Penggunaan burung hantu (Tyto Alba) sebagai predator hama tikus dianggap cukup efektif menekan hama tikus yang kini menyerang para petani Subak Bengkel di Desa Bengkel, Kediri, Tabanan. Ketimbang harus menggunakan pembasmi zat kimia (pestisida). Hal itulah yang gencar dilakukan oleh para petani dan pemerintah Desa Bengkel.

Perbekel Desa Bengkel, I Nyoman Wahya Biantara mengaku lSubak Bengkel yang memiliki luas areal pertanian 300 hektare lebih kerap diserang oleh hama tikus. Bahkan pihaknya beberapa waktu lalu bersama petani Subak Bengkel juga pernah melakukan pengedalian hama tikus dengan teknik gropyokan (memburu) tikus pada lubang-lubang aktif rumah tikus.

“Nah untuk membantu teknik gropyokan membasmi hama tikus, kami perlu juga cara lainnya. Yakni menggunakan predator, yaitu burung hantu jenis Tyto Alba,” ungkapnya.

Dikatakan Wahya sebelumnya petani setempat mengerahkan berbagai cara untuk mengusirnya atau membasminya. Pertama, petani sempat menggunakan bahan kimia atau racun tikus. Namun tak pernah berhasil. Bahan kimia tersebut justru berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya. Bahkan akan berdampak pada jangka panjang.

Kemudian, kata dia, kedua pihaknya di Desa Bengkel bersama Subak Bengkel menggelar gerakan pengendalian (Gerdal) dengan mencari sumber tikus kemudian dimusnahkan atau pembasmian secara manual. Saat itu, hanya berlangsung sebentar saja karena dirasa tak efektif mengingat jumlah hama tikus yang cukup banyak hingga ribuan.

Seiring waktu berjalan, pria yang juga dulunya sebagai bagian dari kelompok konservasi Tyto Alba di Banjar Pagi, Desa Senganan, Penebel ini memutuskan untuk melepasliarkan burung hantu di Subak Bengkel sebagai pembasmi alami hama tikus tersebut. Selain itu juga mendapat bantuan rubuha (rumah burung hantu) dari pemerintah dan ada juga yang dibuatkan secara mandiri oleh krama subak.

Sebelum melepasliarkan Tyto Alba, pihaknya juga melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada seluruh masyarakat di Desa Bengkel termasuk krama Subak Bengkel. Selain itu melakukan pemasangan spanduk dengan mengimbau masyarakat desa bengkel untuk melindungi burung Tyto Alba dan dilarang melakukan perburuan.

“Awalnya kami lepaskan tiga ekor burung Tyto Alba ini sekitar dua bulan lalu. kini sudah bertambah menjadi empat ekor. Karena kami sudah lepasliarkan kembali satu ekor burung Tyto Alba,” ungkapnya dihubungi koran ini.

Rencana ke depan, kata dia, karena dirasa efektif ada muncul wacana untuk membuat konservasi burung hantu ini di Bengkel. Namun, hal tersebut masih sekadar wacana mengingat banyak pertimbangan yang harus dipikirkan mulai dari tempat, waktu, serta yang paling penting adalah petugas yang memelihara atau mengurus konservasi tersebut.

“Ini merupakan program jangka panjang untuk ke depannya. Karena kita mengetahui dengan Tyto Alba ini hasilnya atau efektifitasnya tak bisa dilihat dalam waktu yang singkat melainkan butuh waktu lama,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/