DENPASAR-Pernyataan gubernur Bali Wayan Koster menyetop atau tidak lagi menyosialisasikan program KB (Keluarga Berencana) dengan dua anak cukup di Bali menuai banyak respon.
Bukan hanya menyetop, Koster juga meminta dan berharap agar masyarakat Bali memiliki empat anak.
Alasan Koster, harapan itu agar kultur masyarakat Bali supaya tidak hilang.
“Jadi nama Nyoman (anak ketiga) dan Ketut (anak keempat) supaya tidak hilang. Kenapa ? karena itu merupakan kultur Bali. Coba lihat nggak ada di KTP awalan Nyoman dan Ketut. Sedikit. Dosa sama leluhur. Leluhur memberikan kita begini kok mau mau vasektomi aduh bodonya. Jangan mau,” tegas Koster.
Bahkan tak hanya itu, menurutnya dengan program KB dua anak cukup, penduduk sedikit rugi. Karena penganggaran pusat semuanya berdasarkan jumlah penduduk.
Seperti Dana Alokasi Umum, dan bantuan operasional skeolah (BOS) berpatokan dengan jumlah siswa.
“ Jangan ribut-ribut dua anak cukup. Zaman dulu di desa di Badung dengan nanam bunga cempaka anaknya enam jadi dokter semua,” contohnya.
“ Empat, empat kalau bisa. Kalau umur lewat nggak bisa nikah sudah tua seperti saya. Sing nyidang ngalih papat (tidak bisa cari empat) yang penting jangan diwajibkan dua yen nyidang papat yen nyidang lima lima atau enam (kalau bisa empat ya empat, kalau bisa lima ya lima atau enam,” sambungnya.
Pihaknya mengaku berani keras menolak program pusat ini karena dengan alasan tidak ingin menghilangkan budaya.
Dan juga agar tak terjadi definisit penduduk dikemudian hari.
Hal itu Ia akui secara terbuka dan berani menentang kebijakan tersebut yang ada dari zaman Soeharto itu.
Sehingga, Ia meminta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) atau guru agar tidak lagi memberikan sosialisasi dua anak cukup.