SINGARAJA – Pemerintah Desa Alasangker meminta aktivitas di Ashram Radha Maha Candra yang terletak di Banjar Dinas Bengkel, Desa Alasangker dihentikan.
Permintaan itu disampaikan menyusul munculnya eskalasi publik, yang meminta agar seluruh kegiatan bagi sampradaya non dresta yang ada di Bali dihentikan.
Bendesa Adat Baleagung Tenaong Ketut Sukerawa mengatakan, selama ini aktivitas di ashram selalu dipertanyakan.
Sebab tidak diketahui secara pasti apa saja kegiatan yang ada di dalamnya. Selain itu umat yang datang juga berasal dari luar desa.
“Memang sering ada laporan dari warga. Dalam rapat-rapat resmi juga selalu ada sentilan pada kami tentang sampradaya non dresta ini.
Sekarang tokoh sudah datang semua, sudah ada kesepakatan, agar aktivitasnya dihentikan,” kata Ketut Sukerawa.
Setelah mendapat informasi adanya penutupan aktivitas ashram, sejumlah organisasi masyarakat (ormas) langsung mendatangi lokasi ashram tersebut.
Mereka meminta agar aktivitas di ashram dihentikan, sebab sudah ada kesepakatan bersama. Namun aktivitas ashram terlihat sepi.
Hanya ada seorang pengelola yang menyampaikan bahwa tidak ada aktivitas apa-apa di ashram.
Seperti diberitakan, sebelum perintah penutupan diambil, tokoh masyarakat dan tokoh adat di Desa Alasangker berkumpul kemarin.
Selain Perbekel Alasangker Wayan Sitama, hadir Bendesa Adat Baleagung Tenaon Ketut Sukerawa. Terlihat pula pihak Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Majelis Desa Adat (MDA).
Perbekel Alasangker Wayan Sitama mengungkapkan ashram itu sejatinya mulai didirikan sekitar 2015 silam.
Kala itu pihak pengelola menunjukkan sejumlah berkas yang menunjukkan rekomendasi proses pembangunan yang berasal dari Kementerian Agama. Sehingga pihaknya pun turut memberikan rekomendasi.
Aktivitas di ashram sendiri baru intens selama tiga bulan terakhir. Ia menyebut hanya ada 9 kepala keluarga yang memanfaatkan bangunan tersebut untuk berkegiatan.
Aktivitas pun terbilang jarang. Hanya ada kegiatan sebulan sekali. “Informasinya ada yang dari Pupuan, ada juga yang dari sekitar Kota Singaraja.
Kalau yang punya lahan untuk ashram itu, memang dulunya warga kami. Tapi dia menikah ke Tabanan, kemudian membangun ashram itu di sini,” kata Sitama.
Sitama menyebut beberapa pekan terakhir, sejumlah warga datang ke kantor desa, mempertanyakan keberadaan ashram yang diduga menyebarkan ajaran sampradaya non dresta.
Sehingga pihaknya memilih melakukan pertemuan di balai desa kemarin. Ia tak mau bila nantinya terjadi hal yang tak diinginkan di wilayah desa.
“Hasil pertemuan tadi, disepakati agar ashram ini tutup dulu. Kami khawatir malah nanti orang luar desa yang datang ke sana melakukan aksi. Biar stabilitas desa tidak terganggu juga,” kata Sitama.
Lebih lanjut Sitama mengatakan pihaknya akan segera menerbitkan surat penutupan, pada pengelola ashram. Dengan berdasar kesepakatan bersama yang diambil dalam pertemuan di Balai Desa.