SINGARAJA – Dinas Kebudayaan (Disbud) Buleleng berencana membangun menara untuk aktifitas menoropong bintang.
Menara ini dibutuhkan untuk mendukung proses penyusunan kalender Bali, yang selama ini menggunakan sistem wariga.
Rencana itu mencuat dalam Seminar Pelestarian Wariga Sebagai Astronomi Tradisional Masyarakat Bali, di Wantilan Sasana Budaya, Kamis (27/6).
Seminar itu menghadirkan sejumlah pembicara, yakni Dosen Ilmu Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Made Pageh,
pakar wariga Gede Marayana, dan Kepala Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Bali Ni Komang Aniek Purniti.
Kepala Disbud Buleleng Gede Komang mengatakan, selama ini wariga memang menjadi patokan utama dana penentuan ayuning dewasa di Bali.
Sistem wariga itu juga menjadi patokan dalam menentukan kalender Bali yang kini menjadi patokan penanggalan.
Seiring berjalannya waktu, muncul harapan agar sistem penanggalan Bali dapat dibuktikan secara ilmiah.
“Sebenarnya penentuan kalender Bali ini sudah menggunakan sistem astronomi tradisional masyarakat.
Nah, teropong ini akan kami bangun untuk memberikan daya dukung ilmiah terhadap wariga ini,” kata Gede Komang.
Menurutnya penetapan sasih kasa dan karo pada penanggalan Bali, sangat ditentukan sejumlah gugusan bintang.
Di antaranya gugusan bintang kartika, tengala, dan erang. Nantinya menara pandang itu akan digunakan untuk meneropong gugusan bintang itu.
Setelah melakukan kajian, lokasi yang dipandang ideal untuk mendirikan menara pandang adalah Desa Pacung atau Desa Sembiran.
Lokasi di Desa Pacung yakni Pura Ponjok Batu, sementara di Desa Sembiran berlokasi di Pura Tegal Angin. Kedua lokasi itu tercatat sebagai cagar budaya di Kabupaten Buleleng.
“Kedua lokasi itu ada keunggulan dan kelemahannya. Hasil kajian ini akan kami sampaikan ke Pemprov. Mudah-mudahan tahun depan pembangunan menara ini bisa didukung,” imbuhnya.
Sementara itu Kepala BPCB Bali Ni Komang Aniek Purniti mengatakan, Disbud Buleleng akan melakukan kajian lebih mendalam terhadap rencana pembangunan itu.
Mengingat lokasi pembangunan berada dengan dengan lokasi cagar budaya. “Kalau bisa menara itu jangan dibangun zona inti. Zona inti itu harus dilindungi, harus dipertahankan.
Di luar zona itu lah, sebab cagar budaya itu kan ada zona inti, zona penyangga, dan pengembangan,” kata Aniek.