RadarBali.com – Sebanyak 20 orang pengungsi dari Banjar Teges, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem memilih tinggal di tanah lapang seluas 2 hektare di Banjar Bongan Jawa Kauh, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan.
Mereka mendirikan tenda beratap terpal seluas 6 x 12 meter dengan beralas tikar seadanya. Mereka melakukan itu lantaran harus tetap memelihara ternak sapinya yang mencapai 46 ekor.
“Sebenarnya kami sudah sempat mengungsi di Bayung Gede, Kintamani. Namun ndak kuat bolak-balik ke Karangasem,” kata Made Suda, 47, salah satu pengungsi kepada Jawa Pos Radar Bali.
Suda menjelaskan, dia bersama istri dan empat anaknya sempat mengungsi di Bayung Gede, sedangkan ternak sapinya masih di Karangasem.
Hampir setiap hari dia bolak-balik bersama anak dan istrinya untuk memberi makan sapi. ”Sekali bolak-balik sudah habis Rp80 ribu. Terus, bolak-balik juga capek,” tuturnya.
Suda mengaku sudah mencoba menjual sapinya. Sayang, sejak meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Agung, harga sapi anjlok.
Harga normalnya Rp 10 juta sampai Rp 12 juta. Namun, harga di pasaran hanya Rp 3 juta hingga Rp4 juta. ”Kalau dijual jelas rugi. Maka saya tahan, tidak dijual,” jelas dia.
Karena itu, Suda pun sempat mencari tempat untuk bisa mengungsi sekaligus membawa ternaknya. Harapannya ada di Klungkung atau Gianyar.
Namun, dia tidak mendapat informasi demikian. Setelah berkomunikasi dengan saudara iparnya, disebutkan ada tanah lapang yang bisa dipakai untuk memelihara sapi di Banjar Bongan Kauh.
Maka, Suda bersama keluarga besarnya berjumlah 35 orang, mengungsi dengan membawa 47 sapi menggunakan lima truk ke Tabanan Sabtu (23/9) lalu.
”Di perjalanan, ada keluarga yang bisa ada penitipan ternak di Klungkung. Karena kadung sudah di jalan, ya jalan terus ke sini,” katanya.
Komang Mudata, 43, saudaranya yang lain menjelaskan, sebetulnya mereka bisa ditampung di rumah keluarganya di Perumahan BCA Land Bongan.
Bahkan, pihak banjar juga siap membuatkan tempat penampungan. Namun, dari 35 orang, 20 orang di antaranya memilih tinggal di tanah lapang ini membuat tenda agar bisa sambil memelihara sapi.
“Sapi ini milik 20 keluarga besar kami. Ada yang menitipkan ke kami. Keluarga kami ada juga yang menyebar di Denpasar dan tempat lain,” beber dia.
Untuk pakan ternak, Suda menjelaskan, dia mencari di sekitar lokasi. Namun itu dilakukan bila ada warga yang mempersilakan mencari pakan, seperti rumput.
Kalau tidak ada warga yang menawarkan untuk mengambil pakan ternak, dia tidak berani mencari pakan ternak sembarangan. “Kalau ndak ada yang menawarkan, gak berani. Ini tanah orang,” tuturnya.
Selain mengandalkan pakan ternak dari sekitar pengungsian, mereka juga mendapatkan pakan ternak dari Karangasem.
Kebetulan, keluarganya masih ada yang tinggal di Karangasem untuk menjaga sebagian ternak dan rumah. Sambil ke Bongan bawa pakan ternak menggunakan mobil pikap.
Di tenda yang sederhana ini, mereka tidur dan memasak makanan. Sebagai penerangan di malam hari menggunakan lampu berbahan bakar minyak tanah.
Mudata mengakui, dia bersama keluarga besarnya membutuhkan bantuan baik makanan maupun perlengkapan tidur, baik tikar, selimut, bantal dan lainnya.
Mudata tidak bisa memastikan apakah akan tetap tinggal di tempat pengungsian beratap terpal ini. Dia berharap, sapi-sapi ini bisa segera terjual dengan harga normal.
Jika tidak terjual dengan harga yang semestinya, dia mengatakan akan bertahan sampai kondisi memungkinkan untuk kembali ke Karangasem.
Camat Tabanan, I Putu Arya Suta ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sudah mengunjungi keluarga pengungsi ini.
Pihaknya memaklumi lantaran keluarga ini harus memelihara atau mempertahankan sapinya lantaran harga jualnya rendah. Yang bisa dilakukan adalah, pihaknya memberikan bantuan sembako.
Sekcam Tabanan, I Nyoman Sastra Wibawa yang ditemui koran ini di pengungsian warga tersebut menyatakan, beberapa bahan makanan yang dibawa pihaknya seperti beras, sayuran, telur, air minum, gula, kopi, dan lainnya.
Pihaknya terus memantau makanan dan kesehatan warga, serta berkoordinasi dengan aparat desa setempat.
Diakui, para pengungsi juga membawa anak-ana yang usia sekolah. Diketahui, tiga masih di SD, dan tiga lagi di SMP.
Namun, yang masih duduk di bangku SD sudah dititipkan di SDN 5 Bongan. Sedangkan yang SMP belum ikut belajar. ”Nanti akan dititipkan di SMP,” terang Sastra