33.3 C
Jakarta
25 November 2024, 13:11 PM WIB

Kaling Asri Gilimanuk Resmi TSK Dana Kematian, Dua TSK Baru Menyusul

NEGARA – Penyidik kasus dugaan korupsi santunan kematian fiktif, kembali membidik tersangka baru.

Setelah menetapkan tersangka mantan Kepala Lingkungan Asri Gilimanuk Ni Luh Sridani, penyidik Satreskrim Polres Jembrana membidik dua tersangka baru yang juga dari Gilimanuk.

Kasatreskrim Polres Jembrana AKP Yogie Pramagita mengatakan, penyidikan kasus korupsi santunan kematian dengan tersangka Ni Luh Sridani saat ini masih dalam proses pemberkasan.

Berkas penyidikan dinyatakan sudah lengkap sehingga akan segera di limpahkan kepada Kejari Jembrana.

“Sudah proses pemberkasan, tinggal melengkapi dan melimpahkan,” ujar AKP Yogie. Tersangka Sridani diduga melakukan tindak pidana

korupsi dengan modus membuat permohonan santunan kematian fiktif dari bulan Februari hingga Desember 2015.

Tersangka mengajukan 48 permohonan santunan kematian yang direkayasa kepada Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jembrana.

Berkas tersebut tidak dilakukan oleh Indah Suryaningsih selaku staf dinas. Indah saat ini sudah menjadi pesakitan di rumah tahanan negara (rutan) Kelas II B Negara.

Dari 48 berkas santunan kematian fiktif tersebut, tersangka Sridani mendapat Rp 29.800.000 dan terpidana Indah mendapat bagian Rp 42.200.000 juta.

Tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1, Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dengan hasil penyidikan dan penetapan tersangka Ni Luh Sridani, sudah ada empat orang yang masuk bui karena kasus korupsi tersebut. 

Tiga orang sudah mendapat putusan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, sementara satu tersangka lagi masih dalam proses penyidikan.

Namun demikian, kasus korupsi ini masih berpotensi menyeret tersangka lain. AKP Yogie membenarkan bahwa kasus santunan kematian fiktif tersebut berpotensi menyeret tersangka lain.

Bahkan, saat ini sudah menggelar kasus tersebut karena diduga ada dua orang lagi yang berpotensi menjadi tersangka.

“Kemungkinan memang ada. Baru kita gelar, belum menetapkan tersangka,” imbuhnya. Kasus korupsi permohonan

santunan kematian fiktif ini awalnya menyeret mantan pegawai negeri sipil (PNS) Indah Suryaningsih yang divonis 4 tahun pidana penjara.

Terpidana juga dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp 171 juta. Dua terpidana lain Klian Banjar Sarikuning Tulungagung Tukadaya I Dewa Ketut Artawan dan mantan Klian Banjar Munduk Ranti Tukadaya I Gede Astawa.

Kedua terpidana divonis 4 tahun pidana penjara dengan denda masing-masing Rp 200 juta, apabila tidak dibayar akan diganti dengan kurungan 1 bulan.

Dua terpidana juga divonis tambahan membayar uang pengganti. Namun nilai uang penggantinya berbeda I Gede Astawa, mantan Klian Banjar Munduk Rani Tukadaya dipidana dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 32.700.000.

Apabila tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana penjara 3 bulan. Sedangkan terpidana mantan Klian Banjar Sarikuning Tulungagung Tukadaya I Dewa Ketut Artawan dipidana membayar uang pengganti Rp 70.400.000.

Apabila tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. Kasus korupsi ini juga diduga melibatkan klian dan perangkat desa lain.

Karena dari hasil penyelidikan, terungkap aliran uang santunan kematian fiktif. Di antarnya kepada Kepala Lingkungan Asih Gilimanuk Tumari,

Kepala Lingkungan Jineng Agung Gilimanuk I Komang Budiarta, dan kaur pemerintahan Desa Baluk I Gede Budhiarsa.

Selain kepala kewilayahan dan kaur tersebut, satu orang lagi bernama Saniyah saat itu sebagai PKK. 

NEGARA – Penyidik kasus dugaan korupsi santunan kematian fiktif, kembali membidik tersangka baru.

Setelah menetapkan tersangka mantan Kepala Lingkungan Asri Gilimanuk Ni Luh Sridani, penyidik Satreskrim Polres Jembrana membidik dua tersangka baru yang juga dari Gilimanuk.

Kasatreskrim Polres Jembrana AKP Yogie Pramagita mengatakan, penyidikan kasus korupsi santunan kematian dengan tersangka Ni Luh Sridani saat ini masih dalam proses pemberkasan.

Berkas penyidikan dinyatakan sudah lengkap sehingga akan segera di limpahkan kepada Kejari Jembrana.

“Sudah proses pemberkasan, tinggal melengkapi dan melimpahkan,” ujar AKP Yogie. Tersangka Sridani diduga melakukan tindak pidana

korupsi dengan modus membuat permohonan santunan kematian fiktif dari bulan Februari hingga Desember 2015.

Tersangka mengajukan 48 permohonan santunan kematian yang direkayasa kepada Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jembrana.

Berkas tersebut tidak dilakukan oleh Indah Suryaningsih selaku staf dinas. Indah saat ini sudah menjadi pesakitan di rumah tahanan negara (rutan) Kelas II B Negara.

Dari 48 berkas santunan kematian fiktif tersebut, tersangka Sridani mendapat Rp 29.800.000 dan terpidana Indah mendapat bagian Rp 42.200.000 juta.

Tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1, Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dengan hasil penyidikan dan penetapan tersangka Ni Luh Sridani, sudah ada empat orang yang masuk bui karena kasus korupsi tersebut. 

Tiga orang sudah mendapat putusan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, sementara satu tersangka lagi masih dalam proses penyidikan.

Namun demikian, kasus korupsi ini masih berpotensi menyeret tersangka lain. AKP Yogie membenarkan bahwa kasus santunan kematian fiktif tersebut berpotensi menyeret tersangka lain.

Bahkan, saat ini sudah menggelar kasus tersebut karena diduga ada dua orang lagi yang berpotensi menjadi tersangka.

“Kemungkinan memang ada. Baru kita gelar, belum menetapkan tersangka,” imbuhnya. Kasus korupsi permohonan

santunan kematian fiktif ini awalnya menyeret mantan pegawai negeri sipil (PNS) Indah Suryaningsih yang divonis 4 tahun pidana penjara.

Terpidana juga dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp 171 juta. Dua terpidana lain Klian Banjar Sarikuning Tulungagung Tukadaya I Dewa Ketut Artawan dan mantan Klian Banjar Munduk Ranti Tukadaya I Gede Astawa.

Kedua terpidana divonis 4 tahun pidana penjara dengan denda masing-masing Rp 200 juta, apabila tidak dibayar akan diganti dengan kurungan 1 bulan.

Dua terpidana juga divonis tambahan membayar uang pengganti. Namun nilai uang penggantinya berbeda I Gede Astawa, mantan Klian Banjar Munduk Rani Tukadaya dipidana dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 32.700.000.

Apabila tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana penjara 3 bulan. Sedangkan terpidana mantan Klian Banjar Sarikuning Tulungagung Tukadaya I Dewa Ketut Artawan dipidana membayar uang pengganti Rp 70.400.000.

Apabila tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. Kasus korupsi ini juga diduga melibatkan klian dan perangkat desa lain.

Karena dari hasil penyelidikan, terungkap aliran uang santunan kematian fiktif. Di antarnya kepada Kepala Lingkungan Asih Gilimanuk Tumari,

Kepala Lingkungan Jineng Agung Gilimanuk I Komang Budiarta, dan kaur pemerintahan Desa Baluk I Gede Budhiarsa.

Selain kepala kewilayahan dan kaur tersebut, satu orang lagi bernama Saniyah saat itu sebagai PKK. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/