31.3 C
Jakarta
13 September 2024, 18:06 PM WIB

Vonis 8 Tahun Dinilai Mengada-ada, Oknum Kasek Cabul Ajukan Banding

NEGARA – Vonis 8 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri  (PN) Negara, kepada IBPS, dinilai tidak tepat.

Oknum Kasek SD di Desa Yehembang Kangin yang divonis karena melakukan pencabulan terhadap tiga orang siswinya itu pun melakukan banding.

Penasihat Hukum IBPS , Ida Bagus Made Adnyana, mengatakan, memori banding tersebut diajukan Rabu (27/3) lalu kea Pengadilan Tinggi (PT) Bali melalui Panitera Pegadilan Negeri (PN) Negara.

Banding terhadap  putusan  No 129/Pid.Sus/2017/PN.Nga itu diajukan dengan berbagai alasan. Putusan bahwa klienya terbukti secara` sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

melakukan ancaman kekerasan terhadap anak untuk melakukan perbuatan cabul dinilai pertimbangan yang mengada-ada dan tidak berdasarkan hokum.

Pasalnya, terdakwa tidak terbukti melanggar unsur-unsur. Perbuatan kliennya tidak menyebabkan gangguan fisik yang dialami masing-masing korban.

Menurutnya, untuk menentukan unsur kekerasan atau ancaman kekerasan terpenuhi, tidak cukup dengan menterjemahkan unsur-unsur itu sesuka hati.

Tetapi harus ada bukti yuridis yakni visum et repertum. Selain itu juga tidak ada pemeriksaan psikiatri kepada anak-anak korban pasca terjadinya dugaan perbuatan cabul yang dilakukan oleh terdakwa dari dokter psikiatri pemerintah.

Dari keterangan saksi bahwa pasca-ditangkapnya terdakwa, proses belajar mengajar di SD berjalan normal seperti biasa termasuk korban.

“Sehingga sangat berlebihan dan mengada-ada bila perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan mengakibatkan anak-anak korban mengalami trauma,”ujarnya. 

Hukuman yang diputuskan oleh Majelis Hakim tingkat pertama (PN) juga sangat tidak tepat bahkan keliru sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi IBPS.

Majelis hakim salah dan keliru dalam menetapkan hukum berkenaan dengan pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2016 tentang

penetapan Peraturan Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Menurutnya, perbuatan klienya hanya mencium pipi kiri dan kanan dari anak-anak korban tanpa direncanakan, terjadi secara tiba-tiba dan secara tidak sadar tanpa dorongan seksual atau rangsangan seksual yang dirasakan klienya. 

Pada persidangan juga terungkap IBPS tidak didampingi penasihat hukum saat proses penyidikan karena PH yang ditunjuk tidak mendampingi.

Sehingga dengan tidak sahnya BAP dakwaan dan tuntutan JPU, menurutnya batal demi hukum dan terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan. 

NEGARA – Vonis 8 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri  (PN) Negara, kepada IBPS, dinilai tidak tepat.

Oknum Kasek SD di Desa Yehembang Kangin yang divonis karena melakukan pencabulan terhadap tiga orang siswinya itu pun melakukan banding.

Penasihat Hukum IBPS , Ida Bagus Made Adnyana, mengatakan, memori banding tersebut diajukan Rabu (27/3) lalu kea Pengadilan Tinggi (PT) Bali melalui Panitera Pegadilan Negeri (PN) Negara.

Banding terhadap  putusan  No 129/Pid.Sus/2017/PN.Nga itu diajukan dengan berbagai alasan. Putusan bahwa klienya terbukti secara` sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

melakukan ancaman kekerasan terhadap anak untuk melakukan perbuatan cabul dinilai pertimbangan yang mengada-ada dan tidak berdasarkan hokum.

Pasalnya, terdakwa tidak terbukti melanggar unsur-unsur. Perbuatan kliennya tidak menyebabkan gangguan fisik yang dialami masing-masing korban.

Menurutnya, untuk menentukan unsur kekerasan atau ancaman kekerasan terpenuhi, tidak cukup dengan menterjemahkan unsur-unsur itu sesuka hati.

Tetapi harus ada bukti yuridis yakni visum et repertum. Selain itu juga tidak ada pemeriksaan psikiatri kepada anak-anak korban pasca terjadinya dugaan perbuatan cabul yang dilakukan oleh terdakwa dari dokter psikiatri pemerintah.

Dari keterangan saksi bahwa pasca-ditangkapnya terdakwa, proses belajar mengajar di SD berjalan normal seperti biasa termasuk korban.

“Sehingga sangat berlebihan dan mengada-ada bila perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan mengakibatkan anak-anak korban mengalami trauma,”ujarnya. 

Hukuman yang diputuskan oleh Majelis Hakim tingkat pertama (PN) juga sangat tidak tepat bahkan keliru sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi IBPS.

Majelis hakim salah dan keliru dalam menetapkan hukum berkenaan dengan pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2016 tentang

penetapan Peraturan Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Menurutnya, perbuatan klienya hanya mencium pipi kiri dan kanan dari anak-anak korban tanpa direncanakan, terjadi secara tiba-tiba dan secara tidak sadar tanpa dorongan seksual atau rangsangan seksual yang dirasakan klienya. 

Pada persidangan juga terungkap IBPS tidak didampingi penasihat hukum saat proses penyidikan karena PH yang ditunjuk tidak mendampingi.

Sehingga dengan tidak sahnya BAP dakwaan dan tuntutan JPU, menurutnya batal demi hukum dan terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/