25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:39 AM WIB

Terapkan Teknologi, Petani di Desa Bukti Ingin Jadi Pusat Pisang

KUBUTAMBAHAN – Para petani di Desa Bukti, Kubutambahan, Buleleng kini tengah mengembangkan kebun pisang. Sehingga dalam jangka panjang, Bukti dapat menjadi sentra tanaman pisang di Kabupaten Buleleng.

Perkebunan pisang itu dirintis oleh Kelompok Tani Ternak (KTT) Kerthi Winangun Desa Bukti. Saat ini tak kurang dari 5 hektare lahan perkebunan di desa tersebut telah ditanami pisang.

Tahap awal, tanaman pisang dikembangkan di atas lahan seluas 2,2 hektare yang terletak di Banjar Dinas Sanih, Desa Bukti. Di atas lahan tersebut ditanami 2.200 bibit pisang. Ada dua jenis varietas yang dikembangkan, yakni cavendish dan kepok.

Istimewanya bibit yang ditanam merupakan bibit hasil teknologi kultur jaringan. Sehingga lebih tahan dari hama penyakit. Terutama penyakit layu fusarium. Penyakit ini dapat menyebar masif dalam waktu singkat.

“Sengaja kami mencari bibit kultur jaringan. Karena daya tahannya sudah teruji. Kalau dari anakan, itu harus telaten dalam pemeliharaan. Begitu satu tanaman kena penyakit, harus langsung dibakar. Biar tidak menyebar. Karena cepat sekali menyebar lewat air,” kata Ketua KTT Kerthi Winangun, I Made Suparta.

Setelah melakukan pengembangan di lahan percontohan, petani pun makin berminat mengembangkan tanaman pisang. Hingga kini tak kurang dari 5 hektare lahan, dengan total populasi 5.000 pisang, telah ditanam di Banjar Dinas Sanih. Dalam jangka panjang, diproyeksikan ada 60 hektare lahan perkebunan yang ditanami pisang.

Para petani bahkan telah mengadopsi sejumlah teknologi pertanian dalam proses penggarapan lahan. Seperti menggunakan pola tumpang sari. Selain ditanami kelapa, kebun juga ditanami pisang, serta sayur mayur. Sayur yang ditanam pun beragam, seperti cabai, terong, dan kangkung darat. Bahkan adapula petani yang menggunakan teknologi penyiraman sprinkle, sehingga lebih hemat dalam penggunaan air.

“Kendala terbesarnya itu kan mendapat bibit yang bagus. Sebisa mungkin kami dapatkan bibit dari kultur jaringan. Selain itu tantangan lainnya ketersediaan air. Makanya kami kenalkan teknologi sprinkle ini, sehingga lebih hemat penggunaan air dan hemat waktu juga,” jelas Suparta.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Suparta mengatakan, tadinya pemerintah sudah mengembangkan kebun pisang di wilayah Gerokgak. Saat itu lahan yang ditanami pisang mencapai 150 hektare. Seluruh lahan ditanami pisang Taiwan. Namun terbatasnya pasar dan daya tahan yang kurang baik, menyebabkan petani meninggalkan pisang tersebut.

Menurut Sumiarta saat ini pisang yang memiliki pangsa pasar cukup besar ialah pisang Cavendish dan pisang kepok. Pisang Cavendish digunakan untuk kebutuhan buah meja, sementara pisang kepok dapat digunakan untuk kebutuhan upakara dan konsumsi.

“Sebab untuk upakara itu kan kita hampir tiap hari disuplai dari luar Bali. Kalau bisa kita mandiri dalam produksi pisang, itu sangat baik sekali,” kata Sumiarta.

Untuk proses pemeliharaan, petani pun disarankan lebih memperhatikan proses aplikasi. Di antaranya dalam satu lubang, maksimal ditanami 5 batang pohon. Sebab bila terlalu banyak, pisang rentan diserang jamur dan bakteri. Selain itu tanaman harus diberikan tricoderma secara berkala.

“Selain itu kami sarankan petani mengaplikasikan teknologi penyiraman sprinkle. Kalau musim hujan, penyiraman masih bisa teratasi. Tapi kalau sudah masuk musim kemarau, terutama di daerah kering, itu penyediaan air sudah berat sekali. Kalau bisa lewat teknologi sprinkle, minimal lahan sudah lembab. Jadi pemeliharaan bisa lebih mudah dan cepat,” demikian Sumiarta.

KUBUTAMBAHAN – Para petani di Desa Bukti, Kubutambahan, Buleleng kini tengah mengembangkan kebun pisang. Sehingga dalam jangka panjang, Bukti dapat menjadi sentra tanaman pisang di Kabupaten Buleleng.

Perkebunan pisang itu dirintis oleh Kelompok Tani Ternak (KTT) Kerthi Winangun Desa Bukti. Saat ini tak kurang dari 5 hektare lahan perkebunan di desa tersebut telah ditanami pisang.

Tahap awal, tanaman pisang dikembangkan di atas lahan seluas 2,2 hektare yang terletak di Banjar Dinas Sanih, Desa Bukti. Di atas lahan tersebut ditanami 2.200 bibit pisang. Ada dua jenis varietas yang dikembangkan, yakni cavendish dan kepok.

Istimewanya bibit yang ditanam merupakan bibit hasil teknologi kultur jaringan. Sehingga lebih tahan dari hama penyakit. Terutama penyakit layu fusarium. Penyakit ini dapat menyebar masif dalam waktu singkat.

“Sengaja kami mencari bibit kultur jaringan. Karena daya tahannya sudah teruji. Kalau dari anakan, itu harus telaten dalam pemeliharaan. Begitu satu tanaman kena penyakit, harus langsung dibakar. Biar tidak menyebar. Karena cepat sekali menyebar lewat air,” kata Ketua KTT Kerthi Winangun, I Made Suparta.

Setelah melakukan pengembangan di lahan percontohan, petani pun makin berminat mengembangkan tanaman pisang. Hingga kini tak kurang dari 5 hektare lahan, dengan total populasi 5.000 pisang, telah ditanam di Banjar Dinas Sanih. Dalam jangka panjang, diproyeksikan ada 60 hektare lahan perkebunan yang ditanami pisang.

Para petani bahkan telah mengadopsi sejumlah teknologi pertanian dalam proses penggarapan lahan. Seperti menggunakan pola tumpang sari. Selain ditanami kelapa, kebun juga ditanami pisang, serta sayur mayur. Sayur yang ditanam pun beragam, seperti cabai, terong, dan kangkung darat. Bahkan adapula petani yang menggunakan teknologi penyiraman sprinkle, sehingga lebih hemat dalam penggunaan air.

“Kendala terbesarnya itu kan mendapat bibit yang bagus. Sebisa mungkin kami dapatkan bibit dari kultur jaringan. Selain itu tantangan lainnya ketersediaan air. Makanya kami kenalkan teknologi sprinkle ini, sehingga lebih hemat penggunaan air dan hemat waktu juga,” jelas Suparta.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Suparta mengatakan, tadinya pemerintah sudah mengembangkan kebun pisang di wilayah Gerokgak. Saat itu lahan yang ditanami pisang mencapai 150 hektare. Seluruh lahan ditanami pisang Taiwan. Namun terbatasnya pasar dan daya tahan yang kurang baik, menyebabkan petani meninggalkan pisang tersebut.

Menurut Sumiarta saat ini pisang yang memiliki pangsa pasar cukup besar ialah pisang Cavendish dan pisang kepok. Pisang Cavendish digunakan untuk kebutuhan buah meja, sementara pisang kepok dapat digunakan untuk kebutuhan upakara dan konsumsi.

“Sebab untuk upakara itu kan kita hampir tiap hari disuplai dari luar Bali. Kalau bisa kita mandiri dalam produksi pisang, itu sangat baik sekali,” kata Sumiarta.

Untuk proses pemeliharaan, petani pun disarankan lebih memperhatikan proses aplikasi. Di antaranya dalam satu lubang, maksimal ditanami 5 batang pohon. Sebab bila terlalu banyak, pisang rentan diserang jamur dan bakteri. Selain itu tanaman harus diberikan tricoderma secara berkala.

“Selain itu kami sarankan petani mengaplikasikan teknologi penyiraman sprinkle. Kalau musim hujan, penyiraman masih bisa teratasi. Tapi kalau sudah masuk musim kemarau, terutama di daerah kering, itu penyediaan air sudah berat sekali. Kalau bisa lewat teknologi sprinkle, minimal lahan sudah lembab. Jadi pemeliharaan bisa lebih mudah dan cepat,” demikian Sumiarta.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/