DENPASAR – Dihentikannya Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) sejak 2017 lalu cukup terasa dampaknya bagi masyarakat Bali.
Ada jutaan warga Bali yang tidak mendapat pelayanan kesehatan gratis lagi. Sedangkan pemerintah pusat dan daerah tidak menanggung seluruh penduduk dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Nah, setelah dilantik 2018 lalu, Gubernur Bali Wayan Koster pun mulai merealisasikan janjinya untuk mengembalikan “JKBM” agar bisa menampung warga Bali yang tidak tercover BPJS Kesehatan.
Tahun 2019 ini, sebagian warga yang tidak tercover ini pun akan mendapat layanan jaminan kesehatan gratis.
Namun bukan mengembalikan JKBM, melainkan menyediakan anggaran untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan melalui kepesertaan penerima bantuan iuran (PBI) Daerah dengan program bernama JKN-KBS.
Program ini juga diperkuat dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 104 Tahun 2018. Anggaran yang disediakan pun cukup besar. Total Rp 495.671.353.200 (hampir setengah triliun rupiah).
Dana ini tidak ditanggung provinsi saja, melainkan bersama kabupaten dan kota di Bali. Pembagian bebannya yaitu Pemerintah Provinsi sebesar Rp 170.468.649.798, dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali Rp 325.202.703.402.
Alokasi anggaran tersebut disiapkan dalam APBD Tahun 2019. Anggaran sebesar itu untuk menanggung peserta PBI Daerah sebanyak 1.483.208 orang.
Dengan tambahan PBI Daerah ini, Gubernur Wayan Koster menyebut warga Bali menjadi peserta JKN mencapai 4.192.457, dari total penduduk Bali yang berjumlah 4.245.108.
Jumlah ini telah mencapai target minimum sebesar 95 persen Universal Health Coverage (UHC/ cakupan kesehatan menyeluruh).
“Tahun 2020 UHC mencapai 100 persen, dalam artian seluruh krama Bali sudah tercover jaminan kesehatan,” kata Gubernur Koster kemarin.
Koster juga membeberkan hasil kajian tentang pelayanan BPJS Kesehatan selama ini. Katanya, BPJS Kesehatan memiliki banyak kekurangan.
Di antaranya, antara sistem rujukan secara bertingkat dan tidak terintegrasi sehingga pasien tidak bisa langsung mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan serta memerlukan waktu yang lama akibat lokasi yang berjauhan RS yang dirujuk.
Sistem rujukan bertingkat juga mengakibatkan tingginya biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh pasien. Sehingga sistem rujukan yang diberlakukan selama ini dinilai tidak efektif dan tidak efisien.
“Kelemahan lainnya adalah aspek kepesertaan yang hanya menyediakan layanan bagi penduduk yang membayar premi, kartu aktif dua minggu setelah premi terbayar,
bayi baru lahir dari ibu PBI Daerah harus didaftarkan dua minggu setelah lahir dan PBI Daerah dibatasi pelayanan kesehatan dasarnya di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah,” beber dia.
Dari aspek iuran, lanjutnya, peserta JKN yang menunggak premi tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan dan pemberian pelayanan kesehatan hanya terbatas yang diatur dalam Perpres 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.
“BPJS Kesehatan juga tidak menyediakan pelayanan keluhan pasien,” jelas Koster. Akibat berbagai kelemahan atau kekurangan tersebut, kata dia, dalam pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan BPJS Kesehatan tersebut, pasien seringkali mengalami keterlambatan, hambatan, masalah di fasilitas kesehatan (Puskesmas/RS) yang sangat merugikan pasien bahkan tidak mendapat kepastian pelayanan.
Selain mengcover warga yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan, menurut Koster, JKN-KBS ini juga merupakan pengembangan dan penyempurnaan pelayanan kesehatan dalam JKN.
Yakni kepesertaan menjangkau seluruh krama Bali, kartu langsung aktif saat menjadi peserta, bayi baru lahir dari ibu PBI daerah langsung terdaftar otomatis, PBI Daerah dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan Pemerintah/Pemerintah Daerah dan Swasta.
Bagi peserta JKN yang menunggak premi juga dapat didaftarkan menjadi peserta PBI Daerah dan langsung dapat mengakses pelayanan kesehatan.
Gubernur Koster juga menjelaskan, dengan JKN-KBS ini, ke depan masyarakat juga memperoleh manfaat tambahan yaitu memperoleh pelayanan kesehatan tradisional dan komplementer,
fasilitas transportasi secara gratis dari tempat tinggal pasien menuju fasilitas kesehatan yang dituju, memperoleh pelayanan visum et repertum gratis,
sistem penanganan keluhan dilakukan secara online dan terintegrasi se-Bali berbasis web dengan call center, dan memperoleh fasilitas transportasi secara gratis untuk jenasah.
Serta memperoleh pelayanan terapi hiperbarik (oksigen murni) secara gratis bagi pasien penyelam, luka bakar, dan pasien lainnya yang memerlukan.
Manfaat tambahan ini akan mulai direalisasikan dalam APBD Perubahan 2019. “Efektifnya 2020,” ungkapnya.