26.7 C
Jakarta
27 April 2024, 8:20 AM WIB

Beh, Setujui Reklamasi, Pemda Bali Ternyata Minta Jatah 10 Persen

DENPASAR – DPRD Bali membahas Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bali. Celakanya, peraturan daerah ini malah memberikan celah adanya penambangan pasir di sejumlah pesisir Bali Selatan. Parahnya, celah penambangan pasir ini dimanfaatkan Pemprov Bali untuk meminta jatah 10 persen lahan hasil reklamasi.

Hal itu terungkap pada laporan akhir pembahasan Raperda RZWP3K Provinsi Bali tahun 2020 sampai 2040, Senin (31/8/2020).

Koordinator Pansus, I Nyoman Adnyana menyatakan jika dalam radius 12 mil lepas pantai, dilakukan penambangan pasir, untuk memperkuat kawasan pesisir berpasir yang tergerus abrasi atau pun erosi.

Sejauh terumbu karangnya masih hidup, kata dia, maka suplai pasir putih akan terus ada, sejauh bebatuan gunung yang tergerus menjadi pasir akan tetap mensuplai pasir besi (bias melela). Hanya saja harus dikendalikan dan dimonitor ketat dalam perijinannya, secara terbatas dan bersyarat.

Terlebih lagi sudah dijelaskan saat berdiskusi, dari hasil studi yang mendalam dari pihak penyusun Raperda bahwa Penambangan Pasir hanya di sekitar kawasan Sawangan dan Selat Bali, itu hanya sekitar 0,04 persen dari potensi pasir laut di pesisir Pulau Bali.

Adnyana menegaskan bahwa perizinan di 12 mil itu mesti minimal ditentukan 3 koordinatnya, karena menyangkut luas zona. Kalau hanya 2 koordinat, lanjut dia, maka itu hanya berupa garis. Sedangkan kalau hanya 1 koordinat maka itu hanya berupa titik.

Namun, niat memberikan celah reklamasi ini diendus LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Bali (WALHI Bali). Direktur Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama yang dilarang berbicara di sidang dewan hingga akhirnya dia keluar ruang sidang membeberkan niat Pemprov tersebut.

Dijelaskan, proyek-proyek besar yang merusak lingkungan hidup masih diakomodasi dalam Ranperda RZWP3K, seperti: Tambang Pasir Laut di pesisir Kuta seluas 938, 34 Hektare dan sawangan seluas 359,53 Hektare, Rencana perluasan Pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi seluas 1.377,52 hektare, dan rencana pengembangan Bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi seluas 151,28 hektare.

Ditambah lagi dalam laporan yang disampaikan oleh Anggota DPRD Bali Nyoman Adnyana, salah satu tujuan tambang pasir laut adalah untuk perluasan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan untuk setiap reklamasi yang dilakukan oleh Bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa, maka Pemprov Bali wajib mendapat minimal 10 persen lahan hasil reklamasi.

“WALHI Bali mengecam keras 3 proyek yang merusak lingkungan tersebut”, tegasnya.

Untung Pratama juga menjelaskan bahwa proyek tambang pasir laut di sepanjang pesisir Kuta, sudah ditolak oleh seluh Sekaa Teruma Teruni (STT) Se Desa Adat Legian, STT Desa Adat Seminyak dan organisasi-oranisasi yang memanfaatkan pesisir Seminyak, seperti: Asosiasi Surfing dan Asosiasi Pedagang pantai Seminyak. Harapan mereka tersebut harusnya diakomodasi oleh DPRD Bali karena mereka adalah masyarakat yang berhadapan langsung dengan proyek tersebut. Namun faktanya DPRD Bali lebih memilih mengakomodir tambang pasir laut untuk perluasan KSN daripada mengakomodir aspirasi masyarakat pesisir Legian dan Seminyak.

“Aspirasi masyarakat Legian dan Seminyak diabaikan,” ujarnya.

Ia juga menyayangkan pernyataan dari Koordinator Pengesahan Ranperda RZWP3K Bali, Anggota DPRD Bali Nyoman Adnyana yang dalam rapat paripurnya menyatakan bahwa untuk setiap reklamasi yang dilakukan oleh Bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa, maka Pemprov Bali wajib mendapat minimal 10 persen lahan hasil reklamasi.

Untung Pratama tidak habis pikir DPRD Bali justru memilih kontribusi lahan reklamasi dan membiarkan lingkungan hidup Bali hancur akibat dari reklamasi untuk perluasan 2 proyek tersebut.

“Kami mengecam rapat paripurna DPRD Bali yang menjadi pintu masuk awal hancurnya lingkungan hidup Bali,” jelasnya.

Di bagian lain, Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan bahwa Raperda RZWP3K ini ditarget selesai akhir September semua selesai. Dengan Ranperda ini potensi pengelolaan laut dan pesisir RZWP3K secara umum pesisir di pulau Bali memiliki strategis secara politik dan ekonomi global alur laut kepulauan Indonesia  alur pelayaran internasional padat selat Lombok potensi pintu gerbang Indonesia, Bandara Benoa dan sentral cruise jalur Selatan. 

DENPASAR – DPRD Bali membahas Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bali. Celakanya, peraturan daerah ini malah memberikan celah adanya penambangan pasir di sejumlah pesisir Bali Selatan. Parahnya, celah penambangan pasir ini dimanfaatkan Pemprov Bali untuk meminta jatah 10 persen lahan hasil reklamasi.

Hal itu terungkap pada laporan akhir pembahasan Raperda RZWP3K Provinsi Bali tahun 2020 sampai 2040, Senin (31/8/2020).

Koordinator Pansus, I Nyoman Adnyana menyatakan jika dalam radius 12 mil lepas pantai, dilakukan penambangan pasir, untuk memperkuat kawasan pesisir berpasir yang tergerus abrasi atau pun erosi.

Sejauh terumbu karangnya masih hidup, kata dia, maka suplai pasir putih akan terus ada, sejauh bebatuan gunung yang tergerus menjadi pasir akan tetap mensuplai pasir besi (bias melela). Hanya saja harus dikendalikan dan dimonitor ketat dalam perijinannya, secara terbatas dan bersyarat.

Terlebih lagi sudah dijelaskan saat berdiskusi, dari hasil studi yang mendalam dari pihak penyusun Raperda bahwa Penambangan Pasir hanya di sekitar kawasan Sawangan dan Selat Bali, itu hanya sekitar 0,04 persen dari potensi pasir laut di pesisir Pulau Bali.

Adnyana menegaskan bahwa perizinan di 12 mil itu mesti minimal ditentukan 3 koordinatnya, karena menyangkut luas zona. Kalau hanya 2 koordinat, lanjut dia, maka itu hanya berupa garis. Sedangkan kalau hanya 1 koordinat maka itu hanya berupa titik.

Namun, niat memberikan celah reklamasi ini diendus LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Bali (WALHI Bali). Direktur Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama yang dilarang berbicara di sidang dewan hingga akhirnya dia keluar ruang sidang membeberkan niat Pemprov tersebut.

Dijelaskan, proyek-proyek besar yang merusak lingkungan hidup masih diakomodasi dalam Ranperda RZWP3K, seperti: Tambang Pasir Laut di pesisir Kuta seluas 938, 34 Hektare dan sawangan seluas 359,53 Hektare, Rencana perluasan Pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi seluas 1.377,52 hektare, dan rencana pengembangan Bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi seluas 151,28 hektare.

Ditambah lagi dalam laporan yang disampaikan oleh Anggota DPRD Bali Nyoman Adnyana, salah satu tujuan tambang pasir laut adalah untuk perluasan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan untuk setiap reklamasi yang dilakukan oleh Bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa, maka Pemprov Bali wajib mendapat minimal 10 persen lahan hasil reklamasi.

“WALHI Bali mengecam keras 3 proyek yang merusak lingkungan tersebut”, tegasnya.

Untung Pratama juga menjelaskan bahwa proyek tambang pasir laut di sepanjang pesisir Kuta, sudah ditolak oleh seluh Sekaa Teruma Teruni (STT) Se Desa Adat Legian, STT Desa Adat Seminyak dan organisasi-oranisasi yang memanfaatkan pesisir Seminyak, seperti: Asosiasi Surfing dan Asosiasi Pedagang pantai Seminyak. Harapan mereka tersebut harusnya diakomodasi oleh DPRD Bali karena mereka adalah masyarakat yang berhadapan langsung dengan proyek tersebut. Namun faktanya DPRD Bali lebih memilih mengakomodir tambang pasir laut untuk perluasan KSN daripada mengakomodir aspirasi masyarakat pesisir Legian dan Seminyak.

“Aspirasi masyarakat Legian dan Seminyak diabaikan,” ujarnya.

Ia juga menyayangkan pernyataan dari Koordinator Pengesahan Ranperda RZWP3K Bali, Anggota DPRD Bali Nyoman Adnyana yang dalam rapat paripurnya menyatakan bahwa untuk setiap reklamasi yang dilakukan oleh Bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa, maka Pemprov Bali wajib mendapat minimal 10 persen lahan hasil reklamasi.

Untung Pratama tidak habis pikir DPRD Bali justru memilih kontribusi lahan reklamasi dan membiarkan lingkungan hidup Bali hancur akibat dari reklamasi untuk perluasan 2 proyek tersebut.

“Kami mengecam rapat paripurna DPRD Bali yang menjadi pintu masuk awal hancurnya lingkungan hidup Bali,” jelasnya.

Di bagian lain, Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan bahwa Raperda RZWP3K ini ditarget selesai akhir September semua selesai. Dengan Ranperda ini potensi pengelolaan laut dan pesisir RZWP3K secara umum pesisir di pulau Bali memiliki strategis secara politik dan ekonomi global alur laut kepulauan Indonesia  alur pelayaran internasional padat selat Lombok potensi pintu gerbang Indonesia, Bandara Benoa dan sentral cruise jalur Selatan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/