31.7 C
Jakarta
12 Desember 2024, 12:43 PM WIB

Bali Rangking Enam Kasus HIV se-Indonesia, Angka Terjangkiti Ribuan

DENPASAR – Provinsi Bali menempati ranking 6 dari 34 provinsi se-Indonesia dalam kumulatif kasus HIV. Berdasar data hingga September 2020, secara nasional ada 409.857 orang dengan HIV.

Dari jumlah tersebut, di Provinsi Bali terdapat 23.993 orang. Provinsi dengan jumlah kasus HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta (69.353), Jawa Timur (62.392), Jawa Barat (44.739), Papua (38.315) dan Jawa Tengah (37.631).

“Kota Denpasar tetap menjadi yang tertinggi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA),” jelas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. Ketut Suarjaya kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.

Sementara kasus AIDS, jumlah kumulatif dari tahun 1987 sampai dengan September 2020 di Indonesia sebanyak 127.873 orang. 

Sedangkan di Provinsi Bali sebanyak 9.270 orang. Lima provinsi dengan jumlah AIDS terbanyak adalah Papua (23.629), Jawa Timur (21.128), Jawa Tengah (12.988), DKI Jakarta (10.716) dan Bali (9.270).

Penyebab tingginya penularan HIV di Bali masih didominasi hubungan seks tidak sehat alias ganti-ganti pasangan.

Hal itu diperparah dengan banyak lokasi berpotensi menularkan HIV yang berizin.  Misalnya kafe, bar, spa, dan salon pijat plus-plus yang di dalamnya terjadi perilaku berisiko penularan HIV.

“Penularan akibat hubungan seksual heteroseksual (lawan jenis) banyak, tapi yang homoseksual juga ada. Pemicu lainnya yaitu pemakaian jarum suntik yang tidak steril,” beber pejabat asal Buleleng itu.

Ditanya ketersediaan obat, Suarjaya menyebut masih ada. Obat sendiri dipasok langsung dari pemerintah pusat.

Lebih lanjut dijelaskan, Dinas Kesehatan saat ini mengelola pelaksanaan kegiatan di layanan kesehatan dengan pembangunan lima buah klinik PTRM.

Metadone Maintenance Treatment atau kegiatan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu kegiatan khususnya dalam hal penularan HIV-AIDS pada pengguna Napza suntik dengan metadon.

Dinas Kesehatan juga bekerjasama dengan LSM HIV-AIDS dengan tujuan tahun 2030 menurunkan jumlah kasus baru HIV,

menurunkan angka kematian, menurunkan stigma dan diskriminasi, yang kemudian akan meningkatkan kualitas hidup ODHA.

Menurutnya, partisipasi masyarakat adalah kunci penurunan stigma dan diskriminasi serta dukungan terhadap ODHA.

Tantangan yang masih dijumpai yakni rendahnya penggunaan kondom terutama pada laki-laki berisiko tinggi.

“Penertiban beberapa lokasi hotspot penularan, di mana hanya lokasinya yang dibubarkan, sehingga penghuninya menyebar dan menyulitkan pengawasan serta pengendalian penularan,” ungkapnya. 

Masalah lain yaitu masih ada kabupaten/kota yang belum memiliki dana cukup dalam program pengendalian HIV-AIDS. 

Karena itu penting adanya pencegahan penularan dengan penggunaan kondom, terutama pada pasangan pelanggan laki-laki berisiko tinggi. Hal lain yaitu peningkatan pengetahuan pada usia 15-24 tahun sekolah dan tidak sekolah. 

DENPASAR – Provinsi Bali menempati ranking 6 dari 34 provinsi se-Indonesia dalam kumulatif kasus HIV. Berdasar data hingga September 2020, secara nasional ada 409.857 orang dengan HIV.

Dari jumlah tersebut, di Provinsi Bali terdapat 23.993 orang. Provinsi dengan jumlah kasus HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta (69.353), Jawa Timur (62.392), Jawa Barat (44.739), Papua (38.315) dan Jawa Tengah (37.631).

“Kota Denpasar tetap menjadi yang tertinggi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA),” jelas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. Ketut Suarjaya kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.

Sementara kasus AIDS, jumlah kumulatif dari tahun 1987 sampai dengan September 2020 di Indonesia sebanyak 127.873 orang. 

Sedangkan di Provinsi Bali sebanyak 9.270 orang. Lima provinsi dengan jumlah AIDS terbanyak adalah Papua (23.629), Jawa Timur (21.128), Jawa Tengah (12.988), DKI Jakarta (10.716) dan Bali (9.270).

Penyebab tingginya penularan HIV di Bali masih didominasi hubungan seks tidak sehat alias ganti-ganti pasangan.

Hal itu diperparah dengan banyak lokasi berpotensi menularkan HIV yang berizin.  Misalnya kafe, bar, spa, dan salon pijat plus-plus yang di dalamnya terjadi perilaku berisiko penularan HIV.

“Penularan akibat hubungan seksual heteroseksual (lawan jenis) banyak, tapi yang homoseksual juga ada. Pemicu lainnya yaitu pemakaian jarum suntik yang tidak steril,” beber pejabat asal Buleleng itu.

Ditanya ketersediaan obat, Suarjaya menyebut masih ada. Obat sendiri dipasok langsung dari pemerintah pusat.

Lebih lanjut dijelaskan, Dinas Kesehatan saat ini mengelola pelaksanaan kegiatan di layanan kesehatan dengan pembangunan lima buah klinik PTRM.

Metadone Maintenance Treatment atau kegiatan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu kegiatan khususnya dalam hal penularan HIV-AIDS pada pengguna Napza suntik dengan metadon.

Dinas Kesehatan juga bekerjasama dengan LSM HIV-AIDS dengan tujuan tahun 2030 menurunkan jumlah kasus baru HIV,

menurunkan angka kematian, menurunkan stigma dan diskriminasi, yang kemudian akan meningkatkan kualitas hidup ODHA.

Menurutnya, partisipasi masyarakat adalah kunci penurunan stigma dan diskriminasi serta dukungan terhadap ODHA.

Tantangan yang masih dijumpai yakni rendahnya penggunaan kondom terutama pada laki-laki berisiko tinggi.

“Penertiban beberapa lokasi hotspot penularan, di mana hanya lokasinya yang dibubarkan, sehingga penghuninya menyebar dan menyulitkan pengawasan serta pengendalian penularan,” ungkapnya. 

Masalah lain yaitu masih ada kabupaten/kota yang belum memiliki dana cukup dalam program pengendalian HIV-AIDS. 

Karena itu penting adanya pencegahan penularan dengan penggunaan kondom, terutama pada pasangan pelanggan laki-laki berisiko tinggi. Hal lain yaitu peningkatan pengetahuan pada usia 15-24 tahun sekolah dan tidak sekolah. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/