MANGUPURA – Pengembangan Bandara Udara I Gusti Ngurah Rai masih belum memiliki izin lokasi. Pemkab Badung sendiri bergeming dengan rencana itu.
“Belum ada itu (pembahasan reklamasi bandara), belum ada, ”ujar Bupati Badung Nyoman Giri Prasta kemarin.
Padahal sudah jelas-jelas mega proyek tersebut sudah mulai berjalan. Dikabarkan Gubernur Bali juga memberikan rekomendasi proyek reklamasi yang kabarnya dianggarkan Rp 2,2 triliun itu.
PT Angkasa Pura memohon agar diberikan rekomendasi 50 hektare di laut untuk melakukan perluasan Apron, Bandara Ngurah Rai yang sudah tidak bisa menampung pesawat.
Namun, setelah melakukan kajian – kajian, ternyata hanya 40 hektare yang bisa diberikan rekomendasi.
Bupati Badung sendiri menginginkan perluasan bandara tersebut menggunakan tiang pancang, namun penggunaan tiang pancang tersebut tidak efektif karena mengganggu penerbangan.
“Kami belum ada ranah dan kewenangan ke sana (reklamasi bandara). Disamping itu pula kalau namanya bupati untuk masalah laut itu tidak ada kewenangan,” kilah Bupati Giri.
Kata dia, sesuai dengan Undang –Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil itu dominan kewenangan Provinsi dan pemerintah pusat.
Proyek ini sendiri tidak memiliki izin lokasi. Dan, setiap izin lokasi diberikan kepada pemrakarsa reklamasi di pesisir dan pulau-pulau kecil wajib berdasarkan RZWP3K.
Hal ini diatur dalam pasal 29 ayat (5) UU No 27 tahun 2007. Sehingga untuk setiap pemanfaatan ruang di wilayah pesisir, wajib ada terlebih dahulu Perda RZWP3K.
Faktanya Provinsi Bali belum memiliki Perda RZWP3K. Sedangkan Perda RTRW No 16 tahun 2008, Perda RTRW Kabupaten Badung No 26 tahun 2013,
Perpres tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita juga tidak mengalokasikan ruang untuk reklamasi di wilayah laut.
“Kalau daratan itu betul-betul bupatinya. Kalau laut itu kewenangan Provinsi dan selebihnya pemerintah pusat. Tapi mengenai persoalan yang muncul di lapangan nanti kami koordinasikan, ” pungkasnya.