DENPASAR – Agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial, siapa yang berhak dan layak menerima bantuan dari pemerintah di masa pandemi Covid-19 seyogianya ditelaah lebih cermat lagi.
Istilah “terdampak Covid-19” menimbulkan multi tafsir dan ini dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk “mengelabui” pemerintah.
Salah satu contohnya terjadi kemarin (10/6). Niat baik dan tulus Gubernur Bali Wayan Koster menyerahkan Bantuan Sosial Tunai Perguruan Tinggi (BST-PT) di Wisma Sabha Utama,
Kantor Gubernur Bali dinodai oleh sejumlah kampus yang justru mengirimkan “mahasiswa bermobil” sebagai penerima manfaat.
Mirisnya, dua mahasiswi yang terpantau Radarbali.id mengendarai mobil mewah ini menjadi sasaran sejumlah awak media.
Mereka dimintai pesan dan kesan terkait pemberian bantuan yang mengacu Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2020 tentang Paket Kebijakan Percepatan Penanganan Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Bali.
Mereka masing-masing berinisial NLECD asal Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) dan NPMP asal Universitas Udayana.
Konyolnya, pemberian BST-PT disaksikan oleh Koordinator Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VIII serta pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta se-Bali.
Belum diketahui kriteria yang digunakan Unud dan Undiknas sehingga menyodorkan mahasiswa bermobil kepada Gubernur Bali untuk diberikan bantuan.
Terpantau setelah menerima bantuan salah seorang di antaranya ngacir mengemudikan Toyota Yaris bernomor polisi DK 1194 DM.
Kepada awak media NLECD mengaku orang tuanya yang bekerja di hotel di-PHK akibat Covid-19. Karena itu dirinya merasa beruntung mendapatkan subsidi Rp 1,5 juta dari Pemprov Bali.
Hal serupa diutarakan NPMP, orang tuanya di-PHK. Hingga berita ini diturunkan konfirmasi belum bisa dilakukan dengan Rektor Universitas Udayana, Prof. Anak Agung Raka Sudewi dan Rektor Undiknas Dr. Ir. Nyoman Sri Subawa, S.T.,S.Sos.,M.M.
Untuk membantu mahasiswa, Koster merealisasikan BST-PT sebanyak 3.164 orang dengan anggaran sebesar Rp 4.507.000.000.
Sementara Perguruan Tinggi Swasta terealisasi sebanyak 6.248 orang dengan anggaran sebesar Rp 9.372.000.000.
Total BST untuk Perguruan Tinggi ini sebesar Rp 13.879.000.000 dengan total penerima bantuan sebanyak 9.412 orang.
“Saya berharap kebijakan Jaring Pengaman Sosial, khususnya BST-PT bermanfaat bagi para penerima,” ungkap Koster.
Lebih lanjut, Koster menyebut BST-PT diterima per mahasiswa senilai Rp 1.500.000. Mahasiswa tidak menerima uang cash, melainkan disalurkan melalui masing-masing perguruan tinggi.
“Bila satu semester dikenakan biaya kuliah Rp 4 juta, maka Rektornya tidak lagi memungut kepada mahasiswa sebesar Rp 1.500.000.
Jadi Rp 1.500.000 beban mahasiswa berkurang. Mahasiswa tidak menerima uang cash,” papar pria kelahiran Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng itu.
Terkait kriteria penerima Bantuan Sosial Tunai Perguruan Tinggi (BST-PT) Koster menjawab mahasiswa yang orang tuanya terkena PHK, dirumahkan, dan berasal dari keluarga kurang mampu.
“Bisa juga mahasiswa tersebut bekerja sambil kuliah, namun kehilangan pekerjaan sehingga tidak bisa membiayai pendidikannya.
Mahasiswa yang terputus bekerja atau orang tuanya yang putus bekerja. Dari pusat tidak ada skema bantuan seperti ini,” tegasnya sembari berpesan agar mahasiwa di Bali tetap semangat mengikuti perkuliahan.