26.7 C
Jakarta
10 Desember 2024, 3:18 AM WIB

Antar Almarhum ke Ruang Sunyi, Keluarga Gelar Ritual Kurukudu

NUSA DUA – Keluarga sastrawan Umbu Landu Paranggi menggelar upacara kurukudu, yang merupakan sebuah ritual adat Sumba di Taman Makam Kristiani Mumbul, Jalan By Pass Ngurah Rai, Badung, Senin kemarin (12/4).

Upacara kurukudu berintikan mengantarkan jenasah Umbu Landu Paranggi ke ruang sunyi untuk beristirahat sementara, sebelum pemakaman nanti dilakukan di tanah Sumba.

Kepergian almarhum memang menyisakan duka bagi banyak insan, terutama di kalangan pegiat sastra di Pulau Dewata. Salah satunya disampaikan oleh Ny. Putri Koster.

“Namun, bukan berarti kami sedih, hanya saja kami merasa secara fisik (kini, red) kami tidak bisa berdekatan. Secara fisik kehilangan, namun kami juga bersyukur

bahwa Bapak Umbu kini telah pergi untuk meraih kebahagiaan,” ujarnya di sela prosesi penghormatan inkulturasi antara liturgi Kristiani dan ritual Kurukudu.

Menurut Ny Putri Koster, saat ini jenazah mendiang akan ‘diistirahatkan’ sementara di lokasi tersebut sembari menunggu kondisi

sudah memungkinkan untuk membawa mendiang ke tempat peristirahatannya yang terakhir, di tanah kelahirannya, Sumba, NTT.

“Tentunya menjadi tanggung jawab kita yang merasa sebagai murid mahaguru, jangan bangga saja mari kita petik apa-apa yang sudah beliau

berikan tidak hanya bersastra, namun juga lelaku hidup yang baik. Mari kita petik lelaku hidupnya dan jadikan pedoman. 

Karena di balik kepolosan dan konsistensi beliau di dunia sastra, beliau tidak hanya berlaku sebagai guru sastra tetapi ‘guru alam’ bagi kita semua,” ujar Ny Putri Koster. 

Ny Putri Koster juga sangat mengagumi jasa-jasa sosok yang sering disebut mahaguru para penyair di Indonesia tersebut bagi perkembangan dunia sastra di Bali, meskipun Pulau Dewata bukan merupakan tanah kelahirannya.

“Bayangkan beliau yang lahir dari darah biru, keluarga bangsawan di tanah Sumba, nyatanya berperan besar dalam tatanan tingkah laku hidup yang baik di Bali, Jawa, Sumatera dan lainnya.

Itu yang membuat kita semakin bangga dengan beliau,” tukasnya di hadapan keluarga, kerabat dan insan sastra yang hadir. 

Dirinya juga mengibaratkan sang penyair seperti satu sayap yang mengepak menempuh jalan sunyi, sementara sayap lainnya dikepak sang istri, untuk menata kehidupan keluarga. 

“Keduanya, sama-sama memberikan makna pada orang-orang di sekitarnya, beliau telah menorehkan banyak pelajaran hidup

kepada para muridnya yang tersebar di seluruh Tanah Air. terus bergerak di ruang sunyi, tak kenal lelah,” katanya. 

Berpulangnya Umbu Landu Paranggi, juga diharapkan Ny Putri Koster seyogyanya jadi momentum untuk kembali mengasah batin dan lelaku lewat sastra dan kata-kata.

“Bukan hanya mengagungkan diri sendiri, namun biar kita diagungkan orang lain. Bukankah sudah jalannya, ketika kita lahir, kita menangis namun orang lain berbahagia.

Sedangkan saat kita meninggal kita berbahagia dan orang lain yang menangis. Yang terpenting doa kita bersama, bagi beliau yang sudah memberikan tuntunan terbaik bagi kita,” pesannya. 

Dalam kesempatan tersebut, para murid ULP membacakan sejumlah puisi karya Umbu sebagai tanda kasih dan penghormatan kepada guru mereka.

Antara lain Wayan Jengki Sunarta membawakan puisi Kata Kata Kata karya Umbu dan Kuda, karya Jengki yang didedikasikan untuk Umbu dan pembacaan puisi dari Pranita Dewi dengan judul Sajak Kecil karya Umbu.

Upacara Kurukudu sendiri berintikan mengantarkan mendiang ke ‘ruang sunyi’ untuk beristirahat sementara, sebelum pemakaman nanti dilakukan di tanah Sumba.

Seluruh rangkaian upacara Kurukudu akan dilakukan oleh pihak keluarga yang berjumlah 15 orang, baik yang datang dari Sumba maupun yang bermukim di Bali.

“Ini merupakan tempat peristirahatan sementara, dan berarti Pak Umbu masih ada di sekitar kita, belum mengendarai kuda putih, kuda merah untuk sampai ke surga,” kata menantu mendiang, Umbu Rihimeha Anggung Praing. 

“Ucapan terima kasih kami yang besar kepada Pemerintah Bali, juga Kesultanan Jogja di mana Pak Umbu berkreativitas sehingga sampai pada jalan sunyi ini,” ujarnya lagi.

Terhadap jenazahnya juga akan dilakukan liturgi menurut tata cara Kristiani yang diikuti dengan ritual Kurukudu, sebagaimana yang selama ini menjadi tradisi dan adat orang Sumba.

Jenazah itu akan ditempatkan di blok khusus sendiri dengan jaminan 20 tahun dan diberikan perawatan oleh pihak yayasan pengelola taman pemakaman.

Penyair yang dijuluki dengan sebutan ‘Presiden Malioboro’ tersebut meninggal dunia pada Selasa (6/4) dini hari di RS Bali Mandara, Denpasar, Bali setelah sebelumnya sempat dirawat selama tiga hari.

Umbu merupakan penyair besar Indonesia yang juga sosok mahaguru para penyair yang lahir di Kananggar, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, 10 Agustus 1943.

Dari tangannya telah lahir banyak penyair maupun sastrawan besar, sebut saja Emha Ainun Nadjib, Korrie Layun Rampan, Linus Suryadi AG. Umbu meninggal pada Selasa, 6 April 2021 pagi di RS Bali Mandara pada usia 77 tahun. 

NUSA DUA – Keluarga sastrawan Umbu Landu Paranggi menggelar upacara kurukudu, yang merupakan sebuah ritual adat Sumba di Taman Makam Kristiani Mumbul, Jalan By Pass Ngurah Rai, Badung, Senin kemarin (12/4).

Upacara kurukudu berintikan mengantarkan jenasah Umbu Landu Paranggi ke ruang sunyi untuk beristirahat sementara, sebelum pemakaman nanti dilakukan di tanah Sumba.

Kepergian almarhum memang menyisakan duka bagi banyak insan, terutama di kalangan pegiat sastra di Pulau Dewata. Salah satunya disampaikan oleh Ny. Putri Koster.

“Namun, bukan berarti kami sedih, hanya saja kami merasa secara fisik (kini, red) kami tidak bisa berdekatan. Secara fisik kehilangan, namun kami juga bersyukur

bahwa Bapak Umbu kini telah pergi untuk meraih kebahagiaan,” ujarnya di sela prosesi penghormatan inkulturasi antara liturgi Kristiani dan ritual Kurukudu.

Menurut Ny Putri Koster, saat ini jenazah mendiang akan ‘diistirahatkan’ sementara di lokasi tersebut sembari menunggu kondisi

sudah memungkinkan untuk membawa mendiang ke tempat peristirahatannya yang terakhir, di tanah kelahirannya, Sumba, NTT.

“Tentunya menjadi tanggung jawab kita yang merasa sebagai murid mahaguru, jangan bangga saja mari kita petik apa-apa yang sudah beliau

berikan tidak hanya bersastra, namun juga lelaku hidup yang baik. Mari kita petik lelaku hidupnya dan jadikan pedoman. 

Karena di balik kepolosan dan konsistensi beliau di dunia sastra, beliau tidak hanya berlaku sebagai guru sastra tetapi ‘guru alam’ bagi kita semua,” ujar Ny Putri Koster. 

Ny Putri Koster juga sangat mengagumi jasa-jasa sosok yang sering disebut mahaguru para penyair di Indonesia tersebut bagi perkembangan dunia sastra di Bali, meskipun Pulau Dewata bukan merupakan tanah kelahirannya.

“Bayangkan beliau yang lahir dari darah biru, keluarga bangsawan di tanah Sumba, nyatanya berperan besar dalam tatanan tingkah laku hidup yang baik di Bali, Jawa, Sumatera dan lainnya.

Itu yang membuat kita semakin bangga dengan beliau,” tukasnya di hadapan keluarga, kerabat dan insan sastra yang hadir. 

Dirinya juga mengibaratkan sang penyair seperti satu sayap yang mengepak menempuh jalan sunyi, sementara sayap lainnya dikepak sang istri, untuk menata kehidupan keluarga. 

“Keduanya, sama-sama memberikan makna pada orang-orang di sekitarnya, beliau telah menorehkan banyak pelajaran hidup

kepada para muridnya yang tersebar di seluruh Tanah Air. terus bergerak di ruang sunyi, tak kenal lelah,” katanya. 

Berpulangnya Umbu Landu Paranggi, juga diharapkan Ny Putri Koster seyogyanya jadi momentum untuk kembali mengasah batin dan lelaku lewat sastra dan kata-kata.

“Bukan hanya mengagungkan diri sendiri, namun biar kita diagungkan orang lain. Bukankah sudah jalannya, ketika kita lahir, kita menangis namun orang lain berbahagia.

Sedangkan saat kita meninggal kita berbahagia dan orang lain yang menangis. Yang terpenting doa kita bersama, bagi beliau yang sudah memberikan tuntunan terbaik bagi kita,” pesannya. 

Dalam kesempatan tersebut, para murid ULP membacakan sejumlah puisi karya Umbu sebagai tanda kasih dan penghormatan kepada guru mereka.

Antara lain Wayan Jengki Sunarta membawakan puisi Kata Kata Kata karya Umbu dan Kuda, karya Jengki yang didedikasikan untuk Umbu dan pembacaan puisi dari Pranita Dewi dengan judul Sajak Kecil karya Umbu.

Upacara Kurukudu sendiri berintikan mengantarkan mendiang ke ‘ruang sunyi’ untuk beristirahat sementara, sebelum pemakaman nanti dilakukan di tanah Sumba.

Seluruh rangkaian upacara Kurukudu akan dilakukan oleh pihak keluarga yang berjumlah 15 orang, baik yang datang dari Sumba maupun yang bermukim di Bali.

“Ini merupakan tempat peristirahatan sementara, dan berarti Pak Umbu masih ada di sekitar kita, belum mengendarai kuda putih, kuda merah untuk sampai ke surga,” kata menantu mendiang, Umbu Rihimeha Anggung Praing. 

“Ucapan terima kasih kami yang besar kepada Pemerintah Bali, juga Kesultanan Jogja di mana Pak Umbu berkreativitas sehingga sampai pada jalan sunyi ini,” ujarnya lagi.

Terhadap jenazahnya juga akan dilakukan liturgi menurut tata cara Kristiani yang diikuti dengan ritual Kurukudu, sebagaimana yang selama ini menjadi tradisi dan adat orang Sumba.

Jenazah itu akan ditempatkan di blok khusus sendiri dengan jaminan 20 tahun dan diberikan perawatan oleh pihak yayasan pengelola taman pemakaman.

Penyair yang dijuluki dengan sebutan ‘Presiden Malioboro’ tersebut meninggal dunia pada Selasa (6/4) dini hari di RS Bali Mandara, Denpasar, Bali setelah sebelumnya sempat dirawat selama tiga hari.

Umbu merupakan penyair besar Indonesia yang juga sosok mahaguru para penyair yang lahir di Kananggar, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, 10 Agustus 1943.

Dari tangannya telah lahir banyak penyair maupun sastrawan besar, sebut saja Emha Ainun Nadjib, Korrie Layun Rampan, Linus Suryadi AG. Umbu meninggal pada Selasa, 6 April 2021 pagi di RS Bali Mandara pada usia 77 tahun. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/