28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:55 AM WIB

Bali Masuk Provinsi Rawan Bencana, Ini Catatan Aktivis untuk Jokowi

DENPASAR – Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) pada 1 Agustus 2019 lalu secara resmi mengirimkan 

Surat Terbuka; Desakan Penghentian Megaproyek di Kawasan Rawan Bencana Bali Selatan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Hal ini sekaligus untuk menjawab pernyataan tegas Presiden Jokowi 23 Juli 2019 lalu yang mengatakan posisi Indonesia berada di daerah rawan bencana.

Presiden Jokowi menginstruksikan kepada BMKG agar secara tegas mengingatkan pemerintah daerah untuk tidak melakukan pembangunan di daerah rawan bencana.

Dalam surat yang dikirimkan tersebut, pada pokoknya memaparkan tentang fakta yang menunjukkan Bali Selatan sebagai kawasan rawan bencana dan desakan pembatalan berbagai megaproyek di kawasan rawan bencana.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati mengatakan, dengan pernyataan seperti itu, seharusnya presiden sadar, instruksi kepada BMKG tidak hanya ditujukan pada pemerintah daerah,

baik bupati/ walikota atau gubernur, namun termasuk jajaran kementerian/lembaga yang berada di bawahnya.

Bahkan, menjadi pengingat baginya untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan lembaga kepresidenan yang tidak memperhatikan aspek kebencanaan.

“Seharusnya, Presiden bisa mengawali instruksi ini dengan preseden yang baik. Contohnya dengan mencabut Perpres 51/2014 yang membuka keran pembangunan di lokasi rawan bencana.

Terlebih presiden menyebutkan tidak punya beban masa lalu, sehingga kebijakan yang diterbitkan pemerintah sebelumnya yang tidak memperhatikan aspek kebencanaan dapat dengan mudah ia koreksi,” ujar Nur Hidayati.

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut seharusnya juga direspons oleh Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti yang telah menerbitkan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa pada 29 November 2018.

“Karena secara faktual izin lokasi tersebut berada pada kawasan rawan bencana. Maka sebagai tindakan konkritnya seharusnya Menteri Susi Pudjiatuti segera mencabut izin tersebut,” tambah Nur Hidayati

 Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama menjelaskan, saat ini, tiga di antara proyek di Bali sedang diusulkan untuk dimasukkan

ke dalam rancangan peraturan daerah tentangn Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ranperda RZWP3K).

“Dokumen Ranperda RZWP3K, saat ini belum memasukkan secara detail potensi bencana alam, baik gempa bumi, tsunami maupun likuifaksi di Teluk Benoa dan sekitarnya.

Maka, kami minta Menteri Susi Pudjiatuti dan Kementrian Kelautan dan Perikanan yang selama ini terlibat intens dalam pembahasan Ranperda RZWP3K Provinsi Bali untuk

memastikan pertimbangan kebencanaan tersebut dimasukkan ke dalam RZWP3K dan mega proyek tersebut tidak diakomodir dalam RZWP3K hingga ditetapkan sebagai peraturan daerah,” tegasnya. 

DENPASAR – Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) pada 1 Agustus 2019 lalu secara resmi mengirimkan 

Surat Terbuka; Desakan Penghentian Megaproyek di Kawasan Rawan Bencana Bali Selatan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Hal ini sekaligus untuk menjawab pernyataan tegas Presiden Jokowi 23 Juli 2019 lalu yang mengatakan posisi Indonesia berada di daerah rawan bencana.

Presiden Jokowi menginstruksikan kepada BMKG agar secara tegas mengingatkan pemerintah daerah untuk tidak melakukan pembangunan di daerah rawan bencana.

Dalam surat yang dikirimkan tersebut, pada pokoknya memaparkan tentang fakta yang menunjukkan Bali Selatan sebagai kawasan rawan bencana dan desakan pembatalan berbagai megaproyek di kawasan rawan bencana.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati mengatakan, dengan pernyataan seperti itu, seharusnya presiden sadar, instruksi kepada BMKG tidak hanya ditujukan pada pemerintah daerah,

baik bupati/ walikota atau gubernur, namun termasuk jajaran kementerian/lembaga yang berada di bawahnya.

Bahkan, menjadi pengingat baginya untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan lembaga kepresidenan yang tidak memperhatikan aspek kebencanaan.

“Seharusnya, Presiden bisa mengawali instruksi ini dengan preseden yang baik. Contohnya dengan mencabut Perpres 51/2014 yang membuka keran pembangunan di lokasi rawan bencana.

Terlebih presiden menyebutkan tidak punya beban masa lalu, sehingga kebijakan yang diterbitkan pemerintah sebelumnya yang tidak memperhatikan aspek kebencanaan dapat dengan mudah ia koreksi,” ujar Nur Hidayati.

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut seharusnya juga direspons oleh Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti yang telah menerbitkan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa pada 29 November 2018.

“Karena secara faktual izin lokasi tersebut berada pada kawasan rawan bencana. Maka sebagai tindakan konkritnya seharusnya Menteri Susi Pudjiatuti segera mencabut izin tersebut,” tambah Nur Hidayati

 Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama menjelaskan, saat ini, tiga di antara proyek di Bali sedang diusulkan untuk dimasukkan

ke dalam rancangan peraturan daerah tentangn Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ranperda RZWP3K).

“Dokumen Ranperda RZWP3K, saat ini belum memasukkan secara detail potensi bencana alam, baik gempa bumi, tsunami maupun likuifaksi di Teluk Benoa dan sekitarnya.

Maka, kami minta Menteri Susi Pudjiatuti dan Kementrian Kelautan dan Perikanan yang selama ini terlibat intens dalam pembahasan Ranperda RZWP3K Provinsi Bali untuk

memastikan pertimbangan kebencanaan tersebut dimasukkan ke dalam RZWP3K dan mega proyek tersebut tidak diakomodir dalam RZWP3K hingga ditetapkan sebagai peraturan daerah,” tegasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/