RadarBali.com – DPRD Bali dan eksekutif menggelar rapat bersama membahas APBD induk 2018, kemarin (13/11). Rapat yang berjalan alot selama empat jam itu menghasilkan sejumlah keputusan penting.
Salah satunya menaikkan bantuan untuk desa pekraman dari Rp 200 juta menjadi Rp 225 juta. Total desa pekraman di Bali tercatat 1.493 desa.
“Sudah lama tidak naik bantuan untuk desa pekraman. Kami juga lihat kondisi di lapangan ada inflasi, harga-harga barang naik. Karena itu, kami naikkan Rp 25 juta per desa,” ujar Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, kemarin usai rapat.
Menurut Adi, kenaikan bantuan dana desa ini dapat terealisasi tahun depan. Eksekutif juga sudah sepakat dengan kenaikan tersebut.
Di sisi lain, bantuan yang mengalir ke desa adat justru membuat pengurus desa adat ketakutan.
Menurut Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesa, ketakutan itu dipicu adanya wacana tim Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar) akan turun ke desa pekraman.
Desa adat yang selama ini sudah terbiasa melakukan pungutan untuk kepentingan desa pekraman menjadi bingung.
Dia mencontohkan pungutan yang dilakukan desa pekraman di Bali seperti penertiban krama tamiu (penduduk pendatang,red) secara tegas sudah diatur dalam awig-awig masing-masing desa pekraman.
Dijelaskan Jero Gede Suwena, aturan yang mengatur terkait Perpres 87 tahun 2015 itu sasarannya kepada penyelenggara negara seperti administrasi kependudukan, pendidikan (komite) dan bukan kepada desa pekraman.
“Namun, belakangan ini Desa Pekraman dijadikan sasaran oleh pergerakan tim Saber Pungli,” ujar Jero Gede Suwena. di Sekretariat MUDP Bali, Denpasar.
Jero Gede Suwena mengatakan, desa adat atau desa pekraman bukan penyelenggara negara, sehingga desa adat tidak tepat dijadikan sasaran tim Saber Pungli.
Sebab, desa pekraman diperbolehkan melakukan pungutan untuk kepentingan desa pekraman dan ini yang harus dipahami oleh tim Saber Pungli.
Pihaknya tidak ingin tim Saber Pungli ini mencari-cari kesalahan dan pungutan desa pekraman dibenarkan.
“Desa pekraman boleh melakukan pungutan sepenjang digunakan untuk kepentingan desa adat dan tidak untuk kepentingan pribadi,” tandas pensiunan polisi itu.
Ditegaskan, desa adat juga membutuhkan dana besar untuk kegiatan upacara guna mengajegkan budaya Bali. Dana besar dan dana yang diberikan pemerintah tidak mencukupi termasuk pada MUDP Bali.
Pembinaan pada desa pekraman yang dilakukan tidak didukung oleh dana dari pemerintah. Selain persoalan pungutan dan ancaman terhadap desa pekraman,
masih banyak hal-hal penting yang akan menjadi pembahasan pada Pesamuhan Agung Desa Pekraman se-Bali yang akan digelar pada 15 November 2017 ini di Gedung Ksirarnawa, Art Center Denpasar.
Jero Gede Suwena Putus Upadesa mengatakan, masalah pungutan merupakan isu yang paling strategis dalam Pasamuhan Agung.
Menyusul adanya surat edaran dari salah seorang bupati di Bali mengenai larangan bagi desa pakraman untuk melakukan pungutan.
Padahal, pungutan dari desa Pakraman yang sudah didasari peraturan berupa awig-awig, perarem dan lainnya tidak bisa dikatakan sebagai pungutan liar.
“Sepanjang objeknya jelas, tempatnya jelas, tata caranya jelas, penggunaannya jelas, pertanggungjawaban pun jelas berarti kan tidak liar. Jangan sampai desa Pakraman ini diracuni pelan-pelan,” sentilnya.