27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:32 AM WIB

Warga Dauh Puri Kelod Bongkar-bongkaran Dugaan Korupsi Aparat Desa

DENPASAR – Warga Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat bergolak. Pergolakan dipicu dugaan penyelewengan dana yang diduga dilakukan aparatur desa setempat.

Kasus ini sendiri telah dilaporkan ke Kejati Bali dan saat ini dalam proses penyelidikan. Pelapor kasus ini adalah I Nyoman Mardika, warga setempat.

“Ada adagium di diri saya, jika melindungi dan mendiamkan kasus korupsi, maka saya juga seperti koruptor,” ujar I Nyoman Mardika, Senin (21/1) siang di Denpasar.

Menurut Mardika, dugaan penyelewengan dana ini tercium tepatnya pada bulan Mei 2017 lalu. Saat itu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kota Denpasar melakukan evaluasi.

Hasilnya, ada temuan yang mencurigakan. Bahkan, angkanya cukup fantatis. SILPA pada tahun 2017 tersebut mencapai 1,9 Milliar.

Tapi, setengahnya atau sekitar Rp 900-an juta, dana tersebut tidak terlihat. “Kami di desa kemudian membentuk tim untuk menelusuri dan mencari selisihnya.

Singkat cerita, audit internal pun dilakukan dan hasilnya memang ada penyimpangan,” ujar Mardika ditemani tim hukum dari Manikaya Kauci.

Tak berhenti disitu. Pada bulan Agustus 2018, Wakil Walikota Denpasar memerintahkan  Inspektorat untuk melakukan penelusuran.

Dalam  Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Khusus, juga disebutkan ada hasil penyimpangan. Dalam LHP disebutkan, setidaknya ada tiga orang yang mesti bertanggung jawab.

Yakni mantan perbekel yang kini mencalonkan diri sebagai DPRD Kota Denpasar, Bendahara dan juga Kaur Perencanaan.

“Saya laporkan tidak orang per orang. Tapi melaporkan tindakan korupsi di Desa Dauh Puri Kelod. Kasus ini wajib saya laporkan, karena saya bagian dari sana (warga desa),” tegas Mardika.

“Kalau ini dibiarkan, nggak baik bagi penyelenggaran di desa ataupun masyarakat luas,” imbuh pria yang juga aktivis lingkungan ini.

Menurut penuturan Mardika, dari tiga pihak yang dilaporkan tersebut, dua orang sudah mengembalikan dana.

Yakni, Kaur Perencanaan senilai Rp 102 juta dan mantan Perbekel senilai Rp 8,5 juta. Sedangkan bendahara yang angkanya mencapai Rp 877 juta belum mengembalikan.

Meski pun dilakukan pengembalian, kasus ini masih dilanjutkan oleh pihak Kejati Bali dengan penelitian.

Hal ini sesuai dengan jawaban pihak Kejati Bali pada Senin (16/1)  atas jawaban laporan yang dilakukan Mardika pada Senin (6/1).

“Saya berharap kejaksaan menindaklanuti apa yang dilaporkan. Katanya mereka akan melakukan  penelitian. Saya pantau terus,” pungkasnya

DENPASAR – Warga Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat bergolak. Pergolakan dipicu dugaan penyelewengan dana yang diduga dilakukan aparatur desa setempat.

Kasus ini sendiri telah dilaporkan ke Kejati Bali dan saat ini dalam proses penyelidikan. Pelapor kasus ini adalah I Nyoman Mardika, warga setempat.

“Ada adagium di diri saya, jika melindungi dan mendiamkan kasus korupsi, maka saya juga seperti koruptor,” ujar I Nyoman Mardika, Senin (21/1) siang di Denpasar.

Menurut Mardika, dugaan penyelewengan dana ini tercium tepatnya pada bulan Mei 2017 lalu. Saat itu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kota Denpasar melakukan evaluasi.

Hasilnya, ada temuan yang mencurigakan. Bahkan, angkanya cukup fantatis. SILPA pada tahun 2017 tersebut mencapai 1,9 Milliar.

Tapi, setengahnya atau sekitar Rp 900-an juta, dana tersebut tidak terlihat. “Kami di desa kemudian membentuk tim untuk menelusuri dan mencari selisihnya.

Singkat cerita, audit internal pun dilakukan dan hasilnya memang ada penyimpangan,” ujar Mardika ditemani tim hukum dari Manikaya Kauci.

Tak berhenti disitu. Pada bulan Agustus 2018, Wakil Walikota Denpasar memerintahkan  Inspektorat untuk melakukan penelusuran.

Dalam  Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Khusus, juga disebutkan ada hasil penyimpangan. Dalam LHP disebutkan, setidaknya ada tiga orang yang mesti bertanggung jawab.

Yakni mantan perbekel yang kini mencalonkan diri sebagai DPRD Kota Denpasar, Bendahara dan juga Kaur Perencanaan.

“Saya laporkan tidak orang per orang. Tapi melaporkan tindakan korupsi di Desa Dauh Puri Kelod. Kasus ini wajib saya laporkan, karena saya bagian dari sana (warga desa),” tegas Mardika.

“Kalau ini dibiarkan, nggak baik bagi penyelenggaran di desa ataupun masyarakat luas,” imbuh pria yang juga aktivis lingkungan ini.

Menurut penuturan Mardika, dari tiga pihak yang dilaporkan tersebut, dua orang sudah mengembalikan dana.

Yakni, Kaur Perencanaan senilai Rp 102 juta dan mantan Perbekel senilai Rp 8,5 juta. Sedangkan bendahara yang angkanya mencapai Rp 877 juta belum mengembalikan.

Meski pun dilakukan pengembalian, kasus ini masih dilanjutkan oleh pihak Kejati Bali dengan penelitian.

Hal ini sesuai dengan jawaban pihak Kejati Bali pada Senin (16/1)  atas jawaban laporan yang dilakukan Mardika pada Senin (6/1).

“Saya berharap kejaksaan menindaklanuti apa yang dilaporkan. Katanya mereka akan melakukan  penelitian. Saya pantau terus,” pungkasnya

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/