27.6 C
Jakarta
1 Mei 2024, 1:42 AM WIB

Jero Meliling Padang Luwih Gelar Karya Atma Wedana

MANGUPURA, Radar Bali– Puncak Karya Memukur utawi Atma Wedana digelar Jero Meliling Padang Luwih, Jalan Raya Padang Luwih, Banjar Pendem, Desa Dalung, Kuta Utara, Badung, Sabtu (22/5). Upacara Pitra Yadnya yang bertujuan menyucikan atma pitara seusai upacara ngaben dan sebelum melinggihang atau memosisikan atma sang leluhur itu dipuput (dipimpin) Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasara dari Griya Batan Pakel, Banjar Basangtamiang, Desa Kapal, Kecamatan Mengwi didampingi Jero Istri Praba Lange.

Menerapkan protokol kesehatan super ketat, pada puncak karya, Saniscara Pon Pahang, Sadha, Sabtu, 22 Mei 2021, pamilet atau peserta mengikuti upacara Mapurwa Daksina, Mendak Toya Ning, Puja Panyekahan, dan Pralina Sekah. Selanjutnya pada Soma Kliwon Klurut, Sadha, Senin, 24 Mei 2021, diagendakan upacara Nganyut ke Segara Seseh, Meajar-ajar ke Ulun Danau Beratan, Nilapati Mapegat Soot, dan ngunggahang ring Kemulan. Rangkaian upacara ini juga dipuput Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasara.

Manggala Karya Mamukur, Ir. I Gusti Ngurah Adnyana, M.M. ditemui di sela-sela acara mengatakan karya mamukur merupakan sarana membayar utang kepada pitra (orang tua) agar “sangkan paraning dumadi” atau kembali pada rumah sejati atau asal dan tujuan hidup. Ungkapnya, mamukur merupakan lanjutan upacara ngaben yang didedikasikan agar arwah seseorang mencapai kesucian tingkat dewa pitara. “Bertujuan mengantarkan jiwa sang roh kembali reinkarnasi atau numitis alias lahir kembali ke marcapada (dunia) sesuai dengan karma wasananya (perbuatan selama hidup di dunia, red) menjadi manusa mautama (manusia yang utama, red),” ujarnya. 

Ritual suci mamukur yang diiringi Tari Wali Topeng Sidakarya ini menggunakan sarana pregembal bebangkit dan diikuti oleh 10 sawa. I Gusti Ngurah Adnyana merinci sawa dimaksud terdiri atas I Gusti Ketut Rasni, I Gusti Ngurah Aryana, I Gusti Ketut Cingklung, I Gusti Putu Padma, Ni Nyoman Musni (Jero Nyoman Sandat), Ni Nyoman Racim (Jero Nyoman Nesa), Ni Nyoman Cibluk, I Made Runa, I Ketut Raka Astawa, dan Ni Ketut Sari Astiti.

Terkait kesempatan yang dibuka bagi masyarakat umum untuk ngiring alias mengikuti upacara mamukur secara cuma-cuma, I Gusti Ngurah Adnyana mengatakan hal itu dilandasi prinsip kebersamaan. “Kalau pesertanya lebih banyak otomatis jadi lebih ringan. Minimal kami tidak sendiri mengambil pekerjaan. Walaupun umpamanya kami sendiri, dari segi pembiayaan toh juga tidak signifikan peningkatannya. Kalau bisa kita nikmati rame-rame kenapa harus sendiri? Motivasinya hanya itu saja, yakni kebersamaan,” ujarnya sembari menekankan bahwa meski dilanda pandemi Covid-19, budaya gotong royong di Bali sesungguhnya masih sangat kuat. “Kepada handai tolan kami wajib mengajak ikut serta dan berperan serta. Masalah ikut atau tidak itu nomor dua. Dengan kebersamaan ini akhirnya lebih ringan kita dalam segala hal. Kalau sendiri nyampat (nyapu) tentu berat, tapi kalau berempat tentu lebih ringan,” tegasnya.

Menariknya, meski selaku Manggala Karya tidak mengundang siapapun, sejumlah pejabat teras hadir di puncak upacara mamukur yang digelar Jero Meliling Padang Luwih. “Kami tidak mengundang pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Hanya saudara-saudara dekat saja. Kami tidak menyebar surat undangan. Untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, kami sampai memberikan name tag kepada pamilet (peserta, red) karena jumlah yang berpartisipasi dalam karya ini sangat-sangat dibatasi,” ungkap pria yang sehari-hari berprofesi sebagai arsitek itu. “Pas nguyeg, satu sawa hanya 4 pamilet yang boleh ikut. Ketika yang lain mau, harus ada yang keluar dulu,” sambungnya.

Demi kesehatan pamilet, I Gusti Ngurah Adnyana mengungkapkan sebelum dan sesudah setiap rangkaian upacara, dilakukan penyemprotan disinfektan. Hand sanitizer dan tempat cuci tangan portable juga disebar di sejumlah titik serta pamilet diwajibkan memakai masker dan menjaga jarak. Pemberitahuan berupa surat juga dikirimkan kepada Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Desa Dalung dengan tembusan ke Bendesa Adat, Perbekel, dan Camat Kuta Utara. Termasuk berkoordinasi dengan pihak keamanan. 

Diketahui, dudonan atau rentetan persiapan upacara Mamukur ini dimulai pada Soma Paing, Klurut, Jiyestha, 26 April 2021, Nyukat Karang Suci, Ngeruak Karang, Nuasen Karya dilaksanakan Buda Wage Langkir, Jiyestha, 28 April 2021. Pada Redite Pon Medangsia Jiyestha, 2 Mei 2021 digelar parum sameton agung braya lan pamilet. Selanjutnya nunas tirtha Sidakarya (9/5), Negtegang Manik Galih dan Ngingsah Beras (11/5), Nanceb Surya Sunari atau pindekan (18/5), Melaspas wewangunan lan nyengker karya dan nunas tirtha (19/5), serta matebus ring Prajapati, ngangget don bingin di Pura Desa, dan Ngajum Sekah pada Sukra Paing Pahang, Sadha 21 Mei 2021. 

MANGUPURA, Radar Bali– Puncak Karya Memukur utawi Atma Wedana digelar Jero Meliling Padang Luwih, Jalan Raya Padang Luwih, Banjar Pendem, Desa Dalung, Kuta Utara, Badung, Sabtu (22/5). Upacara Pitra Yadnya yang bertujuan menyucikan atma pitara seusai upacara ngaben dan sebelum melinggihang atau memosisikan atma sang leluhur itu dipuput (dipimpin) Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasara dari Griya Batan Pakel, Banjar Basangtamiang, Desa Kapal, Kecamatan Mengwi didampingi Jero Istri Praba Lange.

Menerapkan protokol kesehatan super ketat, pada puncak karya, Saniscara Pon Pahang, Sadha, Sabtu, 22 Mei 2021, pamilet atau peserta mengikuti upacara Mapurwa Daksina, Mendak Toya Ning, Puja Panyekahan, dan Pralina Sekah. Selanjutnya pada Soma Kliwon Klurut, Sadha, Senin, 24 Mei 2021, diagendakan upacara Nganyut ke Segara Seseh, Meajar-ajar ke Ulun Danau Beratan, Nilapati Mapegat Soot, dan ngunggahang ring Kemulan. Rangkaian upacara ini juga dipuput Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasara.

Manggala Karya Mamukur, Ir. I Gusti Ngurah Adnyana, M.M. ditemui di sela-sela acara mengatakan karya mamukur merupakan sarana membayar utang kepada pitra (orang tua) agar “sangkan paraning dumadi” atau kembali pada rumah sejati atau asal dan tujuan hidup. Ungkapnya, mamukur merupakan lanjutan upacara ngaben yang didedikasikan agar arwah seseorang mencapai kesucian tingkat dewa pitara. “Bertujuan mengantarkan jiwa sang roh kembali reinkarnasi atau numitis alias lahir kembali ke marcapada (dunia) sesuai dengan karma wasananya (perbuatan selama hidup di dunia, red) menjadi manusa mautama (manusia yang utama, red),” ujarnya. 

Ritual suci mamukur yang diiringi Tari Wali Topeng Sidakarya ini menggunakan sarana pregembal bebangkit dan diikuti oleh 10 sawa. I Gusti Ngurah Adnyana merinci sawa dimaksud terdiri atas I Gusti Ketut Rasni, I Gusti Ngurah Aryana, I Gusti Ketut Cingklung, I Gusti Putu Padma, Ni Nyoman Musni (Jero Nyoman Sandat), Ni Nyoman Racim (Jero Nyoman Nesa), Ni Nyoman Cibluk, I Made Runa, I Ketut Raka Astawa, dan Ni Ketut Sari Astiti.

Terkait kesempatan yang dibuka bagi masyarakat umum untuk ngiring alias mengikuti upacara mamukur secara cuma-cuma, I Gusti Ngurah Adnyana mengatakan hal itu dilandasi prinsip kebersamaan. “Kalau pesertanya lebih banyak otomatis jadi lebih ringan. Minimal kami tidak sendiri mengambil pekerjaan. Walaupun umpamanya kami sendiri, dari segi pembiayaan toh juga tidak signifikan peningkatannya. Kalau bisa kita nikmati rame-rame kenapa harus sendiri? Motivasinya hanya itu saja, yakni kebersamaan,” ujarnya sembari menekankan bahwa meski dilanda pandemi Covid-19, budaya gotong royong di Bali sesungguhnya masih sangat kuat. “Kepada handai tolan kami wajib mengajak ikut serta dan berperan serta. Masalah ikut atau tidak itu nomor dua. Dengan kebersamaan ini akhirnya lebih ringan kita dalam segala hal. Kalau sendiri nyampat (nyapu) tentu berat, tapi kalau berempat tentu lebih ringan,” tegasnya.

Menariknya, meski selaku Manggala Karya tidak mengundang siapapun, sejumlah pejabat teras hadir di puncak upacara mamukur yang digelar Jero Meliling Padang Luwih. “Kami tidak mengundang pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Hanya saudara-saudara dekat saja. Kami tidak menyebar surat undangan. Untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, kami sampai memberikan name tag kepada pamilet (peserta, red) karena jumlah yang berpartisipasi dalam karya ini sangat-sangat dibatasi,” ungkap pria yang sehari-hari berprofesi sebagai arsitek itu. “Pas nguyeg, satu sawa hanya 4 pamilet yang boleh ikut. Ketika yang lain mau, harus ada yang keluar dulu,” sambungnya.

Demi kesehatan pamilet, I Gusti Ngurah Adnyana mengungkapkan sebelum dan sesudah setiap rangkaian upacara, dilakukan penyemprotan disinfektan. Hand sanitizer dan tempat cuci tangan portable juga disebar di sejumlah titik serta pamilet diwajibkan memakai masker dan menjaga jarak. Pemberitahuan berupa surat juga dikirimkan kepada Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Desa Dalung dengan tembusan ke Bendesa Adat, Perbekel, dan Camat Kuta Utara. Termasuk berkoordinasi dengan pihak keamanan. 

Diketahui, dudonan atau rentetan persiapan upacara Mamukur ini dimulai pada Soma Paing, Klurut, Jiyestha, 26 April 2021, Nyukat Karang Suci, Ngeruak Karang, Nuasen Karya dilaksanakan Buda Wage Langkir, Jiyestha, 28 April 2021. Pada Redite Pon Medangsia Jiyestha, 2 Mei 2021 digelar parum sameton agung braya lan pamilet. Selanjutnya nunas tirtha Sidakarya (9/5), Negtegang Manik Galih dan Ngingsah Beras (11/5), Nanceb Surya Sunari atau pindekan (18/5), Melaspas wewangunan lan nyengker karya dan nunas tirtha (19/5), serta matebus ring Prajapati, ngangget don bingin di Pura Desa, dan Ngajum Sekah pada Sukra Paing Pahang, Sadha 21 Mei 2021. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/