DENPASAR – Problematika transportasi di Bali tergolong krodit. Terlebih seiring semakin bertumbuhnya kendaraan, baik umum dan khususnya kendaraan pribadi.
Kondisi ini seolah tak seimbang dengan sukarnya pengembangan jaringan jalan. Terutama akses ke bandara internasional dan pelabuhan. Termasuk ke sentra-sentra wisata yang padat lalulintas.
Menjawab persoalan ini pemerintah lewat Perusda Provinsi Bali bekerjasama dengan Korea National Railway (KNR) merancang rencana membangun angkutan masal berbasis rel modern yakni LRT (Light Rapit Transit).
Studi kelayakan awal proyek LRT rute Bandara I Gusti Ngurah Rai – Sentral Parkir Kuta terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di Sanur, Denpasar, Kamis (22/10).
“Untuk tahap pertama kita akan membangun LRT rute Bandara Ngurah Rai – Sentral Parkir Kuta,” ungkap Direktur Pengembangan dan Pemasaran PT Nindya Karya, Muharmein Zein Chaniago, dalam pemaparannya saat FGD.
Dijelaskan Muharmein Zein Chaniago, LRT tahap pertama ini direncanakan dibangun mulai tahun 2021 dengan target selesai pada tahun 2023.
Diuraikan, jika rute Bandara I Gusti Ngurah Rai – Sentral Parkir sudah selesai akan berlanjut pada tahap dua.
“Yaitu Pelabuhan Benoa – Sentral Parkir Kuta – Terminal Mengwi, tahap dua ini kita proyeksikan selesai pada tahun 2025,” sebut Muharmein Zein Chaniago.
Guna merealisasikan impian ini lanjutnya, MoU sudah dilakukan antara PT. Nindya Karya, Korea National Railway (KNR) dan Perusda Bali, pada 5 Agustus 2020 lalu.
Perwakilan Korea National Railway (KNR), Sunghee Cho, diawal pemaparannya menyatakan senang berkesempatan ikut dalam proyek LRT Bali ini.
“Ketika ditanya, Anda akan membangun LRT dimana, Jakarta, Surabaya, Medan atau Bali? kami langsung memilih Bali,” ungkap Sunghee Cho, dengan bahasa Inggris.
Proyek LRT tahap pertama Bandara Ngurah Rai – Sentral Parkir Kuta ini sebutnya akan menelan dana USD 400 juta.
KNR lanjut Sunghee berdiri sejak 2004 dengan bidang usaha konstruksi dan manajemen perkeretaapian.
“Kami melakukan ekspansi ke negara-negara lain termasuk Indonesia untuk menyiapkan kereta api yang memiliki teknologi aman, nyaman dan ramah lingkungan,” tandas Sunghee.
Sementara itu, praktisi transportasi kereta MRT dan komuter Indonesia, Riatmaja Jamil mengakui, bahwa setiap proyek infrastruktur tak akan luput dari pro dan kontra.
Baik saat pra pembangunan, masa pembangunan hingga operasional. “Untuk mereduksi pro dan kontra ini diperlukan komunikasi, menyerap aspirasi, remediasi dan sosialisasi,” tandas Riatmaja.
Tujuan LRT ini tambahnya, tak lain untuk membangun transportasi terintegrasi, efisien, terjangkau dan ramah lingkungan yang dapat menghubungkan ke kawasan-kawasan sentra wisata di Bali. (rba)