33 C
Jakarta
15 September 2024, 13:00 PM WIB

Forum Bali Bangkit Usul Hidupkan VOA dan Free Visa

DENPASAR– Kalangan pariwisata yang tergabung dalam Forum Bali Bangkit (FBB) menggelar pertemuan dengan pemerintah, PHRI, GIPI, Kadin, dan pihak terkait lainnya.

 

Ada sejumlah poin yang disepakatai dalam pertemuan kemarin (21/12). Di antaranya merekomendasikan penanganan terpisah Covid-19 antara Bali dan Jawa, sehingga Bali dapat diberlakukan dengan kebijakan khusus.

 

Poin berikutnya memberlakukan fleksibilitas kebijakan open border Bali. Yakni meminta pemerintah pusat membuka kemudahan aplikasi e-Visa berbayar khusus untuk tujuan wisata secara perseorangan, tanpa harus melalui penjamin korporasi.

 

“Atau membuka kembali aplikasi VOA dan free visa, khususnya untuk negara-negara dengan risiko rendah Covid-19,” kata Puspa Negara, anggota FBB usai pertemuan Selasa kemarin (21/12).

 

Selain itu, FBB juga menyarankan agar wisatawan mancanegara tanpa menggunakan masa karantina. Atau menyarankan agar karantina di Bali menggunakan pola wilayah.

 

“Pulau Bali sebagai pulau karantina, dan wisatawan dapat memilih tinggal di seluruh hotel yang sudah tersertifikasi CHSE dan seluruh karyawannya telah tervaksinasi,” papar pria asal Legian, itu.

 

Sebagai referensi, pemerintah pusat bisa melihat kebijakan di negara bagian New South Wales (NSW) Australia dan Pulau Langkawi, Malaysia. Pemerintah New South Wales Australia sudah mencabut kewajiban karantina mulai 1 November 2021 untuk wisatawan asing, dan penduduk Australia sepanjang sudah mendapat vaksin lengkap.

 

“Langkawi juga menerapkan kebijakan karantina wilayah di Pulau Langkawi,” tukasnya.

 

FBB juga menyarankan perubahan regulasi penerbangan ke Bali agar tidak harus menggunakan penerbangan langsung. Hal ini mengingat Bali merupakan tujuan wisata negara di seluruh dunia yang memerlukan penerbangan dengan transit karena kapasitas pesawat dan jarak tempuhnya.

 

Selain itu, pemerintah diminta memperluas negara yang warganya diperkenankan masuk ke Bali khususnya untuk negara yang sudah siap datang ke Bali.

 

“Di antara kategori ini, salah satunya yang perlu diprioritaskan adalah Australia dan Eropa yang merupakan sumber devisa Bali terbesar, dan juga termasuk negara yang memiliki risiko Covid-19 yang rendah,” tegas mantan anggota DPRD Badung itu.

 

Dalam pertemuan itu juga diusulkan agar pertanggungan asuransi dapat diturunkan sebesar USD 50 ribu, sehingga tidak menyulitkan wisatawan mancanegara untuk datang ke Bali, namun tetap bisa membiayai dirinya sendiri apabila terpapar Covid-19.

 

Poin tersebut, lanjut Puspa, juga telah diteruskan kepada Menteri Kemenparekraf Sandiaga Uno, dan juga Ketua DPR RI Komisi X.

Berarti batal melakukan demo di jalan? Ditanya begitu, Puspa berdalih bukan demonstrasi atau unjuk rasa seperti yang dibayangkan. Katanya, FBB akan melakukan eksbisi sesuai kompetensi anggota. Misalnya demo memasak, flair, juggling, dan lainnya.

 

 “Kami orang pariwisata juga tidak ingin merusak citra sendiri. Hanya bahasanya yangg familiar adalah demo. Kami menunggu keseriusan pemerintah daerah dan pusat agar wisman segera bisa masuk Bali,” dalihnya.

FBB minta Bali tidak disamakan dengan Jawa dalam hal pemberlakuan PPKM. Misalnya jam buka usaha di destinasi wisata di Bali bisa sampai pukul 00.00.

Pihaknya meminta pemerintah pusat merevisi Permenkumham Nomor 34/2021 tentang Pencabutan VOA atau visa turis. Wisman menurutnya kesulitan masuk Bali dengan visa esensial B211A atau visa bisnis.

 

“Jadi agar dipasang lagi kebijakan visa wisata atau VoA,” usul Ketua LPM Legian itu.

 

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masa karantina. Karantina 14 hari tentu tidak mungkin bagi turis. Sebab, rata-rata lama masa tinggal wisman di Bali adalah 3 – 5 hari (turis Asia), 5 – 7 hari (turis Australia), 10 – 14 hari (turis Eropa/USA). “Jika karntina 14 hari di hotel, maka habislah waktu dan biaya mereka,” pungkasnya.

DENPASAR– Kalangan pariwisata yang tergabung dalam Forum Bali Bangkit (FBB) menggelar pertemuan dengan pemerintah, PHRI, GIPI, Kadin, dan pihak terkait lainnya.

 

Ada sejumlah poin yang disepakatai dalam pertemuan kemarin (21/12). Di antaranya merekomendasikan penanganan terpisah Covid-19 antara Bali dan Jawa, sehingga Bali dapat diberlakukan dengan kebijakan khusus.

 

Poin berikutnya memberlakukan fleksibilitas kebijakan open border Bali. Yakni meminta pemerintah pusat membuka kemudahan aplikasi e-Visa berbayar khusus untuk tujuan wisata secara perseorangan, tanpa harus melalui penjamin korporasi.

 

“Atau membuka kembali aplikasi VOA dan free visa, khususnya untuk negara-negara dengan risiko rendah Covid-19,” kata Puspa Negara, anggota FBB usai pertemuan Selasa kemarin (21/12).

 

Selain itu, FBB juga menyarankan agar wisatawan mancanegara tanpa menggunakan masa karantina. Atau menyarankan agar karantina di Bali menggunakan pola wilayah.

 

“Pulau Bali sebagai pulau karantina, dan wisatawan dapat memilih tinggal di seluruh hotel yang sudah tersertifikasi CHSE dan seluruh karyawannya telah tervaksinasi,” papar pria asal Legian, itu.

 

Sebagai referensi, pemerintah pusat bisa melihat kebijakan di negara bagian New South Wales (NSW) Australia dan Pulau Langkawi, Malaysia. Pemerintah New South Wales Australia sudah mencabut kewajiban karantina mulai 1 November 2021 untuk wisatawan asing, dan penduduk Australia sepanjang sudah mendapat vaksin lengkap.

 

“Langkawi juga menerapkan kebijakan karantina wilayah di Pulau Langkawi,” tukasnya.

 

FBB juga menyarankan perubahan regulasi penerbangan ke Bali agar tidak harus menggunakan penerbangan langsung. Hal ini mengingat Bali merupakan tujuan wisata negara di seluruh dunia yang memerlukan penerbangan dengan transit karena kapasitas pesawat dan jarak tempuhnya.

 

Selain itu, pemerintah diminta memperluas negara yang warganya diperkenankan masuk ke Bali khususnya untuk negara yang sudah siap datang ke Bali.

 

“Di antara kategori ini, salah satunya yang perlu diprioritaskan adalah Australia dan Eropa yang merupakan sumber devisa Bali terbesar, dan juga termasuk negara yang memiliki risiko Covid-19 yang rendah,” tegas mantan anggota DPRD Badung itu.

 

Dalam pertemuan itu juga diusulkan agar pertanggungan asuransi dapat diturunkan sebesar USD 50 ribu, sehingga tidak menyulitkan wisatawan mancanegara untuk datang ke Bali, namun tetap bisa membiayai dirinya sendiri apabila terpapar Covid-19.

 

Poin tersebut, lanjut Puspa, juga telah diteruskan kepada Menteri Kemenparekraf Sandiaga Uno, dan juga Ketua DPR RI Komisi X.

Berarti batal melakukan demo di jalan? Ditanya begitu, Puspa berdalih bukan demonstrasi atau unjuk rasa seperti yang dibayangkan. Katanya, FBB akan melakukan eksbisi sesuai kompetensi anggota. Misalnya demo memasak, flair, juggling, dan lainnya.

 

 “Kami orang pariwisata juga tidak ingin merusak citra sendiri. Hanya bahasanya yangg familiar adalah demo. Kami menunggu keseriusan pemerintah daerah dan pusat agar wisman segera bisa masuk Bali,” dalihnya.

FBB minta Bali tidak disamakan dengan Jawa dalam hal pemberlakuan PPKM. Misalnya jam buka usaha di destinasi wisata di Bali bisa sampai pukul 00.00.

Pihaknya meminta pemerintah pusat merevisi Permenkumham Nomor 34/2021 tentang Pencabutan VOA atau visa turis. Wisman menurutnya kesulitan masuk Bali dengan visa esensial B211A atau visa bisnis.

 

“Jadi agar dipasang lagi kebijakan visa wisata atau VoA,” usul Ketua LPM Legian itu.

 

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masa karantina. Karantina 14 hari tentu tidak mungkin bagi turis. Sebab, rata-rata lama masa tinggal wisman di Bali adalah 3 – 5 hari (turis Asia), 5 – 7 hari (turis Australia), 10 – 14 hari (turis Eropa/USA). “Jika karntina 14 hari di hotel, maka habislah waktu dan biaya mereka,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/